Bab 20

1.1K 93 0
                                    

Livella dipulangkan kembali ke wilayah timur tempatnya berasal bersama Syarlene dan Damien.

Livella dan Syarlene ketakutan, berbeda dengan Damien yang kesal. Itu wajar karena dia harus kembali karena ulah sang ibu dan adiknya. Padahal, Damien tidak membuat kekacauan apa pun, tapi dia juga terkena imbas dari tindakan ibu dan adiknya.

Kepergian mereka diantar oleh Aiden yang sangat puas dengan keputusannya. Setelah kereta kuda tak terlihat di pandangannya, Aiden segera masuk ke mansion.

Sebentar lagi dia akan kembali disibukkan dengan akademi, karena itulah Aiden sedikit terburu-buru saat mengerjakan dokumen di ruangannya. Akan sangat merepotkan jika pekerjaan rumah bercampur dengan tugas akademi.

"Selamat pagi, Kakak!" sapa Aeris.

Aiden segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih santai saat Aeris menghampiri.

"Ibu tidur lagi setelah meminum obat. Itu bagus karena Ibu dapat beristirahat!" ucapnya.

"Ya, itu bagus. Bagaimana denganmu? Apa kau sudah sarapan?" Aiden berkacak pinggang dan bertanya demikian.

Dengan polosnya, Aeris pun menjawab, "Belum! Saya ingin sarapan dengan Kakak! Saya meminta koki memasak daging yang lezat hari ini!"

"Baiklah. Sesuai permintaanmu, Tuan Putri Aeris!" goda Aiden.

Aeris tersipu malu dibuatnya. Kedua pipinya memerah sehingga ia menutupinya dengan malu-malu.

Aiden tertawa puas. Ia mengulurkan tangannya, yang kemudian diterima oleh Aeris dengan senang hati. Keduanya pun berjalan bersama ke ruang makan untuk menikmati sarapan.

***

Aeris berdiri agak berjauhan dari Arietta. Gadis tersebut membuka kedua tangannya bak ingin memeluk seseorang. Tidak hanya Aeris, ada dua pelayan yang berdiri di sekitar dan terlihat begitu tenang.

"Ibu melangkah saja dengan hati-hati. Saya akan menangkap Ibu jika jatuh!" ucap Aeris.

Arietta mengangguk lemah. Selama dua hari setelah jatuhnya ia dari tangga, Arietta merasa agak kesulitan untuk berjalan. Seperti yang Adler katakan, Arietta mengalami gegar otak ringan dan itu memengaruhi keseimbangan tubuhnya. Dia baru menyadarinya kemarin saat hendak membersihkan diri. Ia hampir terjatuh saat turun dari tempat tidur.

Arietta tidak menyangka jika efeknya begitu parah. Ia pikir, hanya tangannya yang bermasalah-setelah dimintai memegang buku oleh Adler. Namun, tidak disangka jika seluruh tubuhnya ikut terkena efek samping.

Dengan kaki yang gemetar, Arietta mengambil satu langkah kecil ke depan. Sedikit sulit, tapi Arietta tidak berhenti. Setelah langkah pertama berhasil, ia mengambil langkah kedua. Langkah kedua, ketiga, keempat, hingga langkah terakhir sampai ia tiba di hadapan Aeris.

"Ibu berhasil!" seru Aeris kegirangan.

"Ya," Arietta membalas singkat.

'Kenapa rasanya seperti anak kecil yang baru belajar berjalan?' Arietta membatin.

Dia tidak salah. Dua pelayan di kanan dan kiri, lalu Aeris yang juga siap untuk menahannya jika terjatuh. Adegannya mirip bayi yang baru saja belajar untuk berjalan.

"Um? Kakak? Apa yang Kakak lakukan di sana?" Aeris memandang ke luar ruangan. Kebetulan, pintu ruangan memang dibiarkan terbuka.

"Aku penasaran kenapa kalian begitu ribut di kamar Nyonya. Ini baru dua hari, Nyonya harus banyak beristirahat di atas tempat tidur!" Aiden memberi peringatan pada mereka bertiga.

"Tidak apa. Ibu yang memintanya. Ibu tidak bisa hanya berdiam di atas tempat tidur." Arietta duduk di atas sofa dengan bantuan Aeris.

"Jangan memaksakan diri. Akan repot jika kondisi Anda memburuk. Saya permisi." Aiden berjalan pergi dari sana.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang