Bab 32

944 80 3
                                    

Tiga hari kemudian, Arietta dan Aiden pergi ke wilayah Count Zalen. Ke mana Aeris? Gadis tersebut terlalu lelah dengan kelas dansanya dan memilih untuk tidak ikut serta. Nyonya Kalleztar benar-benar mengajarinya dengan sangat serius hari ini.

“Kenapa Anda terus menatap saya?” Aiden sedikit menggeser dirinya menjauh dari pandangan Arietta. Entah saking waswasnya atau apa, dia bahkan sampai memojok di sudut bangku kereta kuda.

“Karena kau tampan!” jawab Arietta. Dia tersenyum dan semakin menjadi menatap Aiden tanpa berpaling sedikit pun.

“Hentikan lelucon Anda, Nyonya.” Aiden menunduk dan menutupi wajahnya dengan penuh perasaan malu. Bagaimana tidak malu, Arietta menatapnya terus-terusan dengan senyuman aneh yang bahkan tidak bisa ia tebak sedikit pun. Bisa saja jika ia salah bicara, hukuman penuh siksa akan dia dapatkan.

Tawa puas terdengar setelah Aiden menundukkan kepalanya. Ya, Arietta senang menggoda Aiden seperti itu.

“Nyonya, kita sudah sampai,” ucap Asmond dari luar.

“Ya!” sahut Arietta.

Keduanya segera turun etelah Asmond membukakan pintu kereta kuda.

Begitu turun, beberapa pasang mata langsung terarah pada mereka. Lebih tepatnya pada Aiden yang berjalan di belakang Arietta.

Mereka semua yang menatap Aiden adalah gadis-gadis muda. Arietta tahu arti tatapan penuh kagum mereka. Aiden tampan, berasal dari keluarga bangsawan juga. Entah kenapa, malam ini pun penampilan Aiden jauh lebih berwibawa dari yang terakhir kali Arietta ingat.

“Angkat kepalamu,” bisik Arietta. Dia menyadari jika Aiden sedari tadi hanya menunduk dan hanya sesekali melihat ke depan.

“Saya mengerti,” balas Aiden.

Pesta yang megah. Semua orang mengenakan pakaian yang begitu mewah malam ini. Sepanjang pesta berlangsung, Aiden hanya diam tanpa banyak bicara. Dia berdiri agak jauh dari Arietta dan menikmati hidangan yang tersaji dengan santai.

“Panas sekali,” gerutu Aiden singkat. Dia menggaruk tengkuk lehernya dengan penuh kekesalan sebelum pergi dari aula pesta.

Seperti mendapat keajaiban, Aiden dapat bernapas lega begitu keluar dari aula yang penuh orang itu. Mungkin dia salah memilih pakaian sehingga terasa agak sesak dan panas.

“Itu dia. Bukankah dia tampan?”

Suara berbisik terdengar. Meskipun samar, Aiden dapat mendengarnya dengan jelas. Bulu kuduknya berdiri saking gelinya mendengar pembicaraan para gadis yang diam-diam melirik ke arahnya itu. Diam-diam, Aiden pun berjalan menjauh dan menghindari mereka semua.

“Tampan apanya? Mereka aneh sekali,” gumam Aiden. Sedari kecil, Aiden selalu melihat pantulan dirinya dari cermin dan tak pernah sekali pun merasakan jika dirinya tampan.

“Ini. Cepat pergi!”

Langkah Aiden terhenti saat suara dari balik rimbunnya tanaman mawar itu masuk ke indra pendengarannya.

“Kenapa kau memberikannya sekarang? Bagaimana jika seseorang tahu?” ucap seorang pria yang sangat mirip suaranya dengan Count Zalen. Aiden masih ingat suaranya sekilas saat dia berbincang dengan Arietta tadi.

“Maafkan saya, tapi saya harus bertindak cepat. Apakah Anda belum tahu masalah di wilayah Sylvarin? Mereka sudah tertangkap! Akan menjadi masalah jika kami bernasib sama!” sahut suara lain yang terdengar lebih serak.

“Kau benar. Pergilah! Hubungi aku jika kondisi sudah aman!”

Aiden tersentak. Suara rumput yang terinjak semakin mendekat sehingga dirinya pun buru-buru melarikan diri dari sana.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang