Bab 18

1.1K 83 0
                                    

Ibu dan kedua adiknya akan beristirahat di kamar tamu. Arietta memberi waktu tiga hari bagi mereka untuk tinggal. Dengan demikian, mereka tidak akan berlama-lama di Kediaman Sylvione. Biasanya, mereka akan tinggal selama seminggu dan berfoya-foya bersama Arietta pada cerita aslinya.

Kini, Arietta berharap mereka tidak akan menyebabkan keributan.

"Ibu!" sapa Aeris.

Yang dipanggil segera menoleh dan tersenyum lebar. "Aeris, ada apa?"

"Saya dengar Nenek datang...," ucap Aeris.

Arietta terdiam sejenak. Jika diingat-ingat, hubungan Aeris dan mereka sangat buruk. Pada cerita aslinya, Aeris diperlakukan bak pelayan, terlebih oleh Syarlene. Mereka berbeda umur sekitar satu tahun. Dengan identitasnya sebagai adik dari Arietta, Syarlene dengan seenaknya menjadikan Aeris pelayannya.

Tidak ada yang bisa membantu Aeris kecuali Aiden dan Richard. Namun, keduanya pun terhalang oleh kekuasaan Arietta.

"Jangan khawatir. Mereka tidak akan mengganggu Aeris. Jika mereka mengganggu Aeris, maka Aeris harus mengadu pada ibu. Mengerti?" Tangan Arietta mengelus pucuk kepala Aeris dengan lembut.

"Baik, tapi ... saya sedikit takut," keluh Aeris.

Arietta merasa sedih. Ketakutan itu pastilah bentuk trauma Aeris atas segala yang terjadi padanya. Trauma itulah yang ingin Arietta hilangkan. Ia ingin Aeris hidup dengan baik tanpa rasa takut.

"Tidak perlu takut. Jika sesuatu terjadi, panggil ibu. Katakan semuanya dengan jujur. Ibu tidak akan tinggal diam jika ada yang mengganggumu," tutur Arietta. Dia membungkuk dan mengusap pipi Aeris pelan.

Aeris mengangguk. "Saya mengerti, Ibu."

"Ayo kita makan kue!" ajak Arietta.

"Baik!"

Arietta menggandeng Aeris. Mereka pergi ke taman untuk menikmati kue dan teh yang nikmat.

***

"Selamat pagi, Nyonya Britley." Aeris membungkuk, memberi hormat.

Wanita tersebut-yang dipanggil Nyonya Britley-juga membungkuk pada Aeris.

"Selamat pagi, Lady. Apakah Anda sudah siap untuk pelajaran etiket hari ini?" tanya wanita tersebut. Suaranya terdengar lembut saat berbicara.

"Tentu, Nyonya."

"Sudah lama tidak bertemu sejak pertengahan musim dingin. Anda tidak melupakan pelajarannya, 'kan?" ucap Nyonya Britley diiringi tawa kecil.

"Tidak. Saya terus mempelajarinya. Emily bahkan membantu saya," jawab Aeris.

Nyonya Britley tersenyum tipis. Karena Aeris juga terlihat bersemangat, dia pun segera menyiapkan materi yang akan disampaikan.

"Oh, Adik Kecil, sepertinya kau sangat sibuk di pagi hari!" Syarlene berdiri di ambang pintu. Memerhatikan Aeris yang berdiri di tengah ruangan bersama Nyonya Britley, dia tiba-tiba tersenyum.

"Saya sedang belajar etiket," ucap Aeris.

Syarlene memutar mata malas dan berjalan mendekat pada Aeris.

Melihat aksi Syarlene, Aeris spontan mundur, menghindari tatapan tajam Syarlene.

"Daripada belajar etiket bangsawan, bagaimana kalau kita bermain? Bukankah kita selalu bermain bersama?" Syarlene menepuk kedua bahu Aeris. Dia tersenyum, menyeringai.

Aeris tertunduk, merasa takut. Dia tahu maksud ucapan Syarlene. Dia tahu 'bermain' yang dimaksud tidaklah bermain layaknya para gadis bersenang-senang bersama. Namun, itu adalah saat di mana Syarlene akan menjadikan Aeris pelayan dan bonekanya.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang