Bab 21

1K 93 0
                                    

Tok tok!

Aiden tersentak. Pemuda tersebut segera melihat ke arah pintu ruang kerjanya. Ini sudah hampir tengah malam, siapa yang datang?

"Siapa?"

"Ini ibu," jawab Arietta dari balik pintu.

Aiden meletakkan pena di tangannya. "Ini sudah malam, kenapa Anda datang?"

Aiden beranjak dari kursi dan berjalan buru-buru ke pintu. Ia membuka pintu, mendapati Arietta didampingi oleh dua orang gadis pelayan.

"Ini sudah malam, kenapa kau tidak tidur?" Arietta balik bertanya.

"Banyak pekerjaan yang belum selesai. Saya harus menyelesaikannya. Jika tidak, saya akan kesulitan nanti saat disibukkan dengan tugas akademi." Aiden membukakan pintu lebih lebar agar Arietta dapat masuk ke ruangannya.

"Beristirahatlah. Mungkin ibu sudah bisa duduk di ruang kerja lagi besok," ucap Arietta.

"Adler bilang setidaknya Anda harus beristirahat selama satu bulan. Ini bahkan belum genap satu bulan sesuai perintah Adler. Anda harus banyak beristirahat." Aiden duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Arietta.

Aiden hanya mengulangi apa yang dikatakan Adler. Karena benturan yang dialami Arietta cukup parah, Arietta harus beristirahat hingga benar-benar pulih. Memang benar jika Arietta sudah bisa berjalan tanpa hambatan, tapi bukan berarti jika dirinya sudah bisa kembali bekerja. Adler sudah memberi peringatan setiap kali pemeriksaan. Sayangnya, Arietta sedikit keras kepala.

"Pekerjaannya pasti menyulitkanmu. Beristirahatlah," pinta Arietta.

"Tidak!" jawab Aiden. Ini sudah yang ke dua kalinya Arietta datang malam-malam ke ruang kerjanya. Yang pertama adalah kemarin malam di waktu yang sama, dengan niat yang sama juga tentunya.

"Jika kau tidak mau beristirahat, maka ibu akan menemanimu."

Aiden menghela napas pelan. "Baiklah, saya akan beristirahat! Kalian berdua, antar Nyonya kembali ke kamar!"

Arietta tersenyum puas mendengar ucapan Aiden. Dia memang sengaja mengganggu Aiden agar pemuda tersebut mau beristirahat. Karena selama Arietta memulihkan diri, Aiden banyak menghabiskan waktu di ruang kerja. Bahkan untuk berlatih pedang pun kerap ia tunda.

Ia kembali ke kamar ditemani oleh kedua pelayan yang mengantarnya. Arietta langsung saja merebahkan diri dan tidur sesegera mungkin.

Keesokan harinya, Arietta terbangun lebih awal, bahkan sebelum matahari menunjukkan dirinya.

Arietta berdiam diri, duduk di atas tempat tidur dan mengamati ruangannya dalam diam. Terasa seperti deja vu. Saat pertama kali merasuki raga Arietta, dia kebingungan melihat betapa luas dan mewahnya kamarnya itu. Namun, kini dia sudah terbiasa dengan kamarnya yang mewah.

"Sebentar lagi ulang tahun Aeris, 'kan?" ia bergumam pelan.

Aeris akan berulang tahun. Tanggal ulang tahunnya cukup dekat dari sekarang sehingga Arietta takut jika tidak dapat menemukan hadiah yang cocok.

Aeris bukan tipe gadis pemilih yang manja. Apa pun yang diberikan sebagai hadiah akan diterima dengan senang hati olehnya. Hal-hal remeh seperti pita rambut kecil pun akan dia terima dengan penuh rasa syukur.

"Apa El akan datang?" Arietta ingat jika El-Azriel yang menyamar-akan datang menemui Aeris secara diam-diam dan memberinya hadiah kecil.

Pita rambut sederhana yang dapat dibeli di pedagang kecil di pinggir jalan. Namun, bagi Aeris kala itu, hadiah sederhana yang diberikan secara tulus oleh El sangat berarti baginya.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang