Bab 09

1.7K 119 0
                                    

Kejadian penculikan itu berakhir dengan baik. Aeris dan Emily berhasil pulang dengan selamat, begitu pula dengan anak-anak lain menjadi korban, mereka dikembalikan ke keluarga mereka.

Dua hari berlalu sejak kejadian itu. Untuk sementara Emily dibiarkan beristirahat karena pasti dirinya mengalami syok setelah penculikan. Sebagaimana yang Aeris rasakan, Arietta tahu mereka berdua masih mengalami kekhawatiran terhadap orang asing. Aeris bahkan tidak ingin berbicara dalam kurun waktu itu, membuat Arietta dan Aiden merasa khawatir.

Prang!

“Oh, astaga!” Arietta mundur beberapa langkah, tidak bisa menahan rasa kagetnya.

“Nyonya, sepertinya Anda harus beristirahat ... atau meluangkan waktu untuk bersantai sejenak,” saran Richard.

“Maaf, Richard, aku tidak fokus akhir-akhir ini. Aku khawatir pada Aeris.”

Arietta berniat mengambil pecahan cangkir di lantai, tapi Richard dengan segera menghalanginya. “Biarkan saya yang melakukannya.”

Tangan Arietta mengusap wajahnya pelan, berusaha menenangkan diri. Entah kenapa setelah kejadian itu dia pun selalu merasa waswas. Dia tidak bisa mengurangi kewaspadaannya. Rasanya seperti semua orang di sekitarnya kini memiliki ancaman yang jelas padanya. Namun, Arietta sadar jika itu hanya perasaannya saja.

“Richard, apakah Adler memiliki obat penenang atau sejenisnya? Mungkin itu bisa membantu.” Arietta meletakkan pena ke atas meja. Matanya mengerling, mengamati ruang kerjanya.

“Tentu ada, tapi itu bukan pilihan yang baik, Nyonya. Saya akan menyiapkan teh lain yang lebih cocok untuk menenangkan pikiran.” Richard pamit undur diri sebelum meninggalkan ruang kerja milik Arietta.

Arietta memejamkan matanya sejenak. Kenapa dia merasa khawatir? Arietta selalu bertanya-tanya dalam hatinya. Jujur saja, dia takut kejadian yang sama terulang lagi. Dia tidak ingin kehilangan sosok yang sama seperti seseorang dia kenal dengan baik.

Baik Aeris maupun Aiden, Arietta ingin melindungi mereka berdua. Terlepas dengan misi yang ditanggungnya, Arietta benar-benar ingin menyayangi mereka berdua dengan tulus.

Tok tok!

“Ibu, ini saya.”

Lamunan Arietta buyar saat pintu ruangannya diketuk. Itu adalah suara Aeris. Apa dia sudah mau keluar kamar sekarang?

“Aeris sayang, masuklah,” sahut Arietta dari dalam.

“Baik ... umm, tolong bukakan pintunya....”

Suara berbisik terdengar. Pintu kemudian dibuka oleh Richard. Aeris mengintip sebentar dari balik punggung Richard sebelum berjalan masuk dengan nampan berisi seteko teh hangat.

“Ada apa? Kenapa kau yang membawanya?” Arietta bertanya, bibirnya tertarik menunjukkan senyuman.

“Saya bertemu dengan Paman Richard. Paman Richard mengatakan jika Ibu sedang kurang sehat karena memikirkan saya. Jadi, saya merasa khawatir dan memutuskan untuk menemui Ibu.” Tangan Aeris dengan hati-hati meletakkan nampan di atas meja.

Arietta melirik Richard, menatapnya dalam-dalam sebagai sebuah isyarat. Richard hanya tersenyum. Lagi pula, semuanya sudah telanjur terjadi. Aeris sudah berada di depan Arietta sekarang.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang