Kebiasaan.

3.9K 107 6
                                    


"Azizah mana, han ?" Tanya Umi, saat melihat menantunya duduk sendirian di ruang makan.

Dari pagi, sampai matahari sudah naik ke atas peradabannya, umi belum melihat anaknya. Yang baru Umi lihat, hanya menantunya dan juga cucunya, yang dari pagi sudah hilir mudik.

"Ada, di kamar mi" balas arhan.

"Pasti masih tidur ya ?" Todong Umi.

Arhan mengangguk, mengiyakan "kayanya dia kecapean deh mi, udah arhan bangun sih, tapi nggak bangun bangun"

Umi berdecak "ck. Anak itu, masih aja sama ya, nggak pernah berubah" kata Umi gereget.

"Udah deh, biar umi bangunin ya, sudah siang masih aja tidur" sewot Umi.

"Jangan deh mi, kasian" cegah arhan, saat ibu mertuanya akan melangkah meninggalkannya.

"Nih kamu kebiasaan deh, han. Kalau umi mau ngasih tau, pasti jangan. Makanya, dia selalu seenaknya aja" jawab Umi.

Mau tidak mau, Umi mengurungkan niat nya. Karena yang lebih berhak atas anaknya, saat ini ya suaminya. Ya kalau suaminya melarang Umi tidak bisa membantah "kamu itu terlalu memanjakan dia, jadinya zizah suka suka deh" sambung Umi, tak habis pikir dengan kelakuan anaknya yang tidak kunjung berbuah, padahal dia sudah memiliki anak yang beranjak besar.

"Kasian mi, kayanya dia kecapean deh, apalagi selama disana, dia sibuk ngurusin Shaka yang super aktif kan" ujar arhan, pastinya membela istrinya.

"Iya juga sih, ya tapi disana aja dia tidur mulu kan ? Banyaknya, kamu yang ngurusin Shaka" todong Umi lagi.

Arhan yang memang sangatlah pengertian, ya seburuk apapun istrinya, pasti akan membela "enggak kok, mi. Malahan arhan yang jarang sekali ngurus Shaka. Apalagi akhir akhir ini, arhan selalu pulang malam, untuk selesaikan semua pekerjaan arhan disana"

"Beneran ? Kok tiap Umi telepon, Azizah pasti lagi tidur, dan katanya Shaka lagi sama kamu" kata Umi yang membuat arhan skakmat "Nih kamu gak usah nutupin keburukan istri kamu deh, umi tau kok" sambung arhan.

Arhan ingin menimpal, tapi ia tidak tau harus bicara apa, akhirnya ia bungkam.

"Maaf ya kalau Azizah belum bisa jadi istri dan ibu yang baik" sambung Umi, ia sedikit merasa cemas dan juga bersalah, ya karena umi belum bisa mencontohkan kepada anaknya untuk jadi istri yang baik untuk suaminya.

Arhan sedikit terkekeh, ia menerima segala hal tentang istrinya, baik dan buruknya. Tapi ibu mertuanya, selalu saja meminta maaf padanya. Sungguh, arhan jadi merasa tak enak hati "umi nggak perlu minta maaf, atau merasa bersalah, arhan tidak apa apa kok. Bagi arhan, Azizah itu istri serta ibu yang baik, untuk arhan dan juga Shaka. Jadi Umi jangan cemas ya" jawab arhan menengkan kecemasan mertuanya.

Umi tenang mendengarnya, putrinya berada di tangan laki laki yang tepat "makasih ya, kamu sudah mencintai dan menyanyangi anak Umi" ujar Umi, menyunggingkan senyumnya, seraya tangannya mengelus lengan arhan lembut.

Arhan ikut menyunggikan senyumnya, lantas mengangguk. Insyallah, sampai kapanpun ia akan selalu menjaga, melindungi, mencintai, dan menyanyangi istrinya. Mertuanya sudah begitu percaya padanya, ia tidak akan menyia- nyiakannya.

"Oh iya, mi. Shaka dimana ya ? Suaranya kok nggak kedengaran ya dari tadi, tumben"

"Oh itu, Umi mau bilang sampai lupa. Shaka pergi sama abi, mau beli ikan yang kecil kecil katanya"

"Duh, jangan di turut in harusnya mi. Anak itu suka ngubek, nanti ujungnya ikannya mati sia sia deh, kan sayang, jadi mubazir"

"Udah nggak apa apa, namanya juga anak kecil han. Jadi wajar lah, amar, alfatih, dan ata juga gitu kok, sama" sahut Umi.

Teman Hidup. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang