BAB 19

6.9K 219 7
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading

Setelah menyelesaikan sarapan, kini mereka tengah berada di ruang tamu. Hanya mengobrol ringan menceritakan masa kecil Amora.

"Waktu Amora berumur sepuluh tahun, saya tinggal di rumah neneknya yang berada di desa karena disini tidak ada yang menjaganya," ujar Edgar memulai pembicaraan karena sejak tadi hening.

Amora memutar bola matanya malas, ia sudah menebak arah pembicaraan ayahnya yang akan menceritakan masa kecilnya yang sangat menyebalkan jika diingat.

"Dia itu tipikal anak yang susah sekali di atur dan sangat ceroboh. Dia suka sekali dengan sungai kecil didepan rumah neneknya. Kata nenek, waktu itu dia lagi jalan-jalan di pinggir sungai sambil bernyanyi, tetapi karena licin Amora terpeleset lalu terjatuh dan luka di siku kanannya," lanjut Edgar dengan terkekeh membayangkan kejadian masa lampau.

"Apa sih, Yah! Ngapain coba di ceritaiin!?" dengusnya.

"Biar suamimu tahu seberapa nakalnya kamu dulu. Mungkin sampai sekarang masih," balas Edgar sambil terkekeh lalu menatap Javier yang tersenyum tipis menatap Amora.

"Ck!" decaknya sebal.

"Kata neneknya lagi, ada tukang sate keliling lihat Amora terjatuh. Bukannya menolong, tukang satenya cuma berhenti sebentar lalu pergi. Ternyata tukang satenya malah makan jambu di depan rumah nenek. Dan Amora pulang sambil nangis lalu nenek marahin tukang satenya," sambung Edgar sambil tertawa keras hingga mengeluarkan air mata di pelupuk matanya.

Lagi-lagi Amora mendengus "Ayah tuh asik! Asik sendiri maksudnya!" ucapnya tak terima.

Bukannya marah, Edgar malah semakin mengencangkan tawanya karena ucapannya.

Sedangkan Javier tetap mempertahankan senyum tipisnya melihat interaksi keduanya. Seseru inikah bercanda dengan Ayah? Ia bahkan belum pernah merasakannya. Yang ia rasakan hanyalah kekerasan fisik dan mental dari sang Ayah. Itu adalah makanannya sehari-hari selama di rumah.

"Sudah-sudah, Ayah mau berangkat ke kantor dulu. Kalian siap-siap, katanya hari ini mau pindah ke apart?" Edgar menghentikan tawanya lalu mengambil jas yang telah di siapkan oleh sang pelayan.

Amora menatap bingung dengan yang di ucapkan Ayahnya "Pindah?" beonya.

"Iya sayang. Yasudah, Ayah pamit dulu. Assalamualaikum," setelahnya Edgar menghilang dari pandangannya.

"Waalaikumsamalam," balas Javier.

"Waalaikumsalam," balas Amora cepat lalu menatap Javier penuh intimidasi "Maksud Ayah apa anjir?".

"Kita pindah."

"HAH?! GAK! GUE NGGAK MAU! GUE MAU DISINI SAMA AYAH!" tolaknya mentah-mentah.

"Nggak peduli," balas Javier acuh lalu pergi ke kamar Amora untuk menata Barang-barangnya dan tentunya barang Amora juga.

JAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang