Bagian 17

2.7K 138 2
                                    

Malam hari, pukul 22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari, pukul 22.30 aku terbangun, tiba-tiba perut lapar dan menginginkan sesuatu. Saat ini kami sedang di dapur, Aira memasak sop iga sapi, menu yang membuatku ngiler. Haha sepertinya yang ngidam kebalik, dulu-dulu suka aneh kalau Echa ngidam sesuatu tapi mintanya bukan ke suami, aneh juga ngeselin. Sekarang diri sendiri yang kena. Kalau kepingin sesuatu tapi ga diturutin kesel aja gitu.

"Mas udah jadi." Aira menempatkan mangkok berisi sop iga ke hadapanku di atas meja makan. Dengan antusias, langsung ku cicipi.

"Eumm, enak! Makasih sayang, sudah buatkan makanan enak buat Mas." Aira tersenyum ke arahku.

Aduhh, kenapa harus ngasih Mas senyuman sih, sayang. Hati Mas keluar percikan kembang api wkwk

Aira menemani aku makan, dia duduk berhadapan denganku dengan menelungkupkan wajah di lipatan tangan. Sepertinya istriku masih ngantuk. Ya iyalah Brian, dasar kau ini. Lihatlah jam, jelas Aira masih ngantuk!

"Sayang?"

Aira membuka matanya dan menatap kearahku. Sebagian wajahnya masih terendam lipatan tangan, hanya mata saja yang terlihat.

"Udah satu minggu, kamu ga mau balik kuliah?" tiba-tiba saja aku ingin menanyakan hal ini.

Selama seminggu Aira tidak pernah membahas kejadian tempo hari. Aku berfikir Aira masih trauma, makannya tidak di bahas. Tapi selama disini, Mamah dan Elsa kerap kali bertanya terkait luka yang Aira dapat, Aira menjawab seadanya dan tidak lagi menyinggung soal itu. Waktu Aira lebih banyak di gunakan untuk pacaran denganku, hem apa boleh aku mengartikan seperti itu?

"Memangnya gapapa?"

"Gapapa, Mas kan udah janji, jika sesuatu terjadi soal kuliah kamu, Mas akan membiayai."

"Tapi sekarang aku hamil."

"Sekarangkan tidak terikat beasiswa, kampus juga tidak melarang Mahasiswinya menikah dan hamil. Tidak perlu risau soal biaya, sayang. Mas akan selalu dukung kamu, kejar cita-cita kamu."

"Terima kasih, Mas udah ngertiin dan dukung aku."

"Kembali kasih. Tapi kamu juga harus inget, jangan cape-cape, soalnya kamu ga sendiri. Ada baby yang akan ikut beberapa bulan ke depan."

"Tapi Mas, ko bisa ada baby. Padahal aku ga ngerasain apapun loh."

"Bagus dong, baby mengerti Mami, soalnya sedang kuliah, ngurus Mas, ngurus rumah juga."

"Mami?"

"Iya, kamu mau di panggil selain itu, bubuy, mamay, ibun?" tanyaku serius menawarkan, tapi Aira malah tertawa, bahkan sampai memegang perutnya.

"Hahaha...aduh perut aku sakit, ketawa mulu."

Aira tertawa?

Aira tertawa karena diriku?

Tangan yang tadi menyendok sop terhenti, mataku menatap wajahnya yang tertawa dengan intens.

"Kamu bahagia hidup bersama, Mas?" ujarku dalam hati.

Mengejar Cinta IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang