Bagian 4

2.2K 127 2
                                    

"Kata bu Biah, kamu ada pratikum kampus?" tanyaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kata bu Biah, kamu ada pratikum kampus?" tanyaku

Aira menautkan jari, menggerak-gerakan, pertanda bahwa ia sangat gelisah? Gadis itu sempat menengok ke arah sang ibu dengan raut takut... ya ku rasa seperti itu.

"Kenapa Aira, bicaralah" gerak-gerik Aira kentara sekali bahwa dirinya sangat gelisah dan takut. Raut-nya pun tidak bisa ditutupi.

"Bapak tahu nama anak saya? Padahal saya belum memberitahu."

"Aira teman adik saya Bu, kadang-kadang kami bertemu secara tidak langsung."

Dunia memang sempit, aku tidak menyangka Aira adalah anak dari orang yang aku kenal. Terkejut pasti, tapi otak ku dengan cepat menyusun rencana, bagaimana jika aku mendekati Aira lewat ibunya, bukankah perempuan suka dengan pria yang dapat mengambil hati orang tuanya? Akan aku buktikan haha.

"Emm..-"

"Ayo cepat bilang, tadi kamu minta duit sama ibu berani, ga ada takut-takutnya!"

Aku cukup kaget mendengar penuturan bu Biah. Belum pernah aku mendengar paruh baya itu meninggikan suaranya apalagi sampai membentak, berselisih paham dengan karyawan lainpun bu Biah tidak pernah aku melihatnya semarah ini.

Kepalaku menengok langsung kearah Aira yang sedang menunduk, tangan yang tadi menggerakan jari gelisah, terkepal kuat. Hati ku bener-benar sakit melihatnya, terutama ketika air matanya jatuh. Tunggu... Aira menangis?

"Maaf Pak, saya sebaiknya pulang." Aira langsung berdiri, membukuk sebentar sebagai tanda hormat.

Bu Biah yang melihat itu tambah marah, emosinya sampai tidak terkendali, beliau menarik tangan Aira, mencengkram dengan kuat.

Situasi macam apa ini. Bathinku berbicara.

"Mau kabur kemana, malu kamu? Ibu juga malu!" aduh aku makin ketar-ketir.

"Kamu minta duit, Ibu lagi kerja, coba kamu pikir, apa ga malu?"

"Aku cuman minta izin sama Ibu, ga minta uang bu." Aira menjawab dengan suara bergetar.

Ini pertama kalinya aku melihat Aira seperti itu. Aira adalah gadis pendiam, jarang banyak omong, tapi wajah dan matanya selalu berbinar. Aira tidak pernah menempikan wajah tertekuk sedih atau marah. Saat menjemput Aira tempo hari, aku melihat wajah kelelahan pada gadis itu, tapi sinar di wajahnya tidak padam sama sekali, malah menguar semakin cantik.

"Kamu tuh nyusahin, ga pernah ngertiin Ibu. Harusnya kamu kerja bukan kuliah!"

Sumpah aku tidak bohong, mata bu Biah seakan mau keluar saat mengatakan itu pada Aira. Beliau tampak orang yang berbeda dari yang selama ini aku kenal.

Karena situasi semakin memanas sepertinya aku harus turun tangan. Tidak tega juga Aira dibentak seperti itu, terlebih dihadapanku, dan mungkin saja Aira tidak nyaman dimana notabennya aku bukan siapa-siapa. Aku harus realistis soal itu.

Mengejar Cinta IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang