Chapter 22

108 18 16
                                        


"Ah sial, sakit banget"

Kreettt...

Pintu itu terbuka menampilkan sosok pemuda yang kian mendekat. Wajahnya yang babak belur tak membuat gadis itu prihatin. Sebaliknya,  dia memandang tak suka akan kehadiran pemuda tersebut. 

"Ngapain kamu kesini? Bukannya aku udah nyuruh kak Varrel buat ngelarang orang asing datang temuin aku?" Kelakar gadis itu.

Pemuda itu tidak menjawab. Dia terus menunduk. Sakit. Sangat sakit ketika dia mendengar secara langsung penolakan gadis itu akan presensinya. Sedari awal dia sudah tau jikalau gadis ini menolak kehadirannya. Namun, saat mendengar secara langsung nyatanya sangat sakit. Hatinya perih dibuatnya.

Pemuda itu mendekat. Merengkuh tubuh gadis itu dalam dekapnya. Sangat kuat dan dalam hingga tubuh gadis itu tenggelam dalam rengkuhannya. Walau gadis itu menolak dan memberontak  melepas pelukan itu namun tak ubahnya membuat pemuda itu untuk terus mendekapnya "Violan, aku takut" lirihnya.

Violan yang mendengarnya merasa sesak kian menghujam dadanya. Sekeras apapun dia berusaha menampik kehadiran pemuda itu, Violan tidak akan bisa mengubah perasaannya.  Nyatanya hingga detik ini, Violan masih mencintai sosok Geodicky Prafinkan Galvin. Sosok yang tengah mendekapnya sekarang. Sosok yang diam-diam menangisinya saat ini namun berusaha disembunyikan. Sosok yang takut kehilangan dirinya.

Violan akhirnya membalas pelukan Dicky.  Dia menepuk pelan punggung kekar pemuda itu. Harapnya dengan hal ini dapat mengurangi rasa takut pemuda itu. Walau Violan merasa bahagia karena dikhawatirkan oleh pemuda itu namun disatu sisi dia juga ingin tertawa. Lucu saja baginya, bagaimana bisa pemuda ini tetap ketakutan setelah melihat secara langsung keadaan violan yang sudah dalam keadaan baik ini. Apa yang harus ditakutkan? Hahaha... sangat menggemaskan. Boleh tidak jika Violan mencubit gemas pipi pemuda berwajah seram ini?

Dicky yang masih diam-diam terisak itu memutar kembali kejadian beberapa jam lalu ketika Violan sadar. Dia mencampurkan ingatannya dengan cerita Varrel.  Merangkai kepingan agar dia tidak kehilangan satu momen pun.


*FLASHBACK ON*

Setelah empat jam lamanya dokter yang menangani Violan pun keluar dari ruang operasi. Para pihak keluarga pun beranjak dengan harap dapat mendengar kabar baik dari pria bersetelan hijau itu. Dengan senyum mengembang sang dokter menuturkan kalimat yang sangat dinantikan oleh semua pihak disana. Violan berhasil diselamatkan. 

Walau banyak drama yang harus dilalui untungnya membawa mereka menemui kabar baik ini. Drama yang membuat beberapa dari mereka harus turun langsung mendonorkan darah kepada Violan hingga drama dimana pasien mengalami shock yang membuat detak jantungnya melemah sehingga membuat dokter harus bekerja ekstra.

Namun akhirnya pasien berhasil diselamatkan.  Sekali lagi gadis itu selamat. Hirwad Elnicha Violan berhasil melalui masa kritisnya dan menyambut dunianya lagi.

Sehari telah berlalu semenjak waktu Violan selesai di operasi.  Kini pihak keluarga berbondong-bondong menemui putri bungsu keluarga Hirwad tersebut.  Mereka terlihat antusias, begitupun dengan sosok pemuda yang tak hentinya berusaha menahan senyum bahagianya. 

Ketika sanak keluarga telah keluar, kini hanya tersisa Violan dan sang kakak serta dirinya di dalam ruangan tersebut. Dengan hati yang berbunga dia mendekat dan merengkuh tubuh Violan. Dia sangat bahagia.

Biarkan Waktu BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang