Chapter 7

106 20 0
                                    


Hari ini Sisca berjalan di koridor fakultas ekonomi dan bisnis. Dari raut wajahnya dapat ditebak bahwa dia telah melalui hari yang cukup berat. Tatapan mata serta raut wajah yang terkesan menakutkan tidak membuat para mahasiswi lainnya berhenti menatap takjub kearahnya.

Sosok yang mendapatkan julukan dewi FEB, dikarenakan memiliki visual yang sangat luar biasa dan juga memiliki banyak pengagum rahasia dibalik kepribadiannya yang sangat tidak ramah. Tidak sedikit orang yang mengagumi walau hanya dari jauh karena merasa takut duluan sebelum memulai. Padahal faktanya, Sisca ini hanya terlihat judes di luar, namun dibalik itu dia adalah sosok yang sangat hangat dan pengertian.

Dia adalah sosok yang sangat loyal dan rela mengorbankan apapun demi orang yang disayanginya. Jadi beruntunglah mereka yang berhasil berteman dengan Sisca.

Kembali kepada Sisca, dia terus berjalan menyusuri koridor menuju ke parkiran tempat mobilnya terparkir. Hari ini dia telah menyelesaikan kuliahnya. Walau merasa risih dengan tatapan yang terarah kepadanya, dia tetap memilih tak memperdulikan hal tersebut. Beginilah resiko jika memiliki wajah cantik.

Dia terus melangkah hingga terlihat seorang pemuda dengan gagah berjalan ke arahnya. Secara otomatis, langkah kakinya pun terhenti bersamaan dengan pemuda tersebut berdiri tepat di hadapannya.

"Sisca, boleh kita bicara sebentar?" tanya pemuda itu berharap Sisca akan meluangkan sedikit waktunya. Namun, hal yang tak terduga justru ia dapati, gadis tersebut berjalan meninggalkannya.

Pemuda tersebut pun segera berlari ke arah Sisca dan mencekal tangan gadis itu. "Aku mohon bentar aja Sis" bujuk pemuda itu kembali.

Sisca yang merasa jengah pun hanya bisa menghela nafas berat. Mau tak mau dia menuruti permintaan pemuda itu. Pikirnya jika dia terus menghindar maka ini tidak akan selesai sehingga dia memilih untuk mempertegas hal ini sekarang.

Sisca yang telah menyetujui hal tersebut pun membuat sang pemuda menarik pelan Sisca ke tempat yang lebih sepi. Kini mereka berdua saling bersitatap. Namun, pemuda tersebut menatap Sisca dengan sorot mata yang sedikit gugup sementara Sisca menatapnya dengan tatapan yang tak pernah lepas darinya, sorot mata yang sangat tajam.

"Sis, kenalin gue Tio" ucap pria tersebut sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan sosok dihadapannya saat ini.

"Iya tau" jawab Sisca. Tentu saja Sisca tau siapa sosok pemuda di hadapannya saat ini. Mantan ketua Himpunan jurusan FEB di kampusnya. Sosok pemuda idaman para kaum.

"Kak Tio ada perlu apa ya?" tanya Sisca tak berniat basa-basi sama sekali. Dia sudah merasa lelah dengan jadwal kuliahnya hari ini.

"Mungkin ini agak membingungkan bagi kamu, tapi jujur aku sudah memperhatikan kamu dari lama. Bahkan aku yang merekomendasikan kamu masuk Hima waktu itu"

Sisca hanya mengangguk mendengarkan hal tersebut sembari memutar kembali ingatannya menuju peristiwa yang dimaksud kakak tingkatnya ini. Memang benar waktu itu dia sempat mendapat tawaran untuk menjadi sekretaris Hima fakultasnya namun dia tolak karena menurutnya itu hanya buang waktu. Lagipula poin keaktifannya juga sudah terpenuhi.

"Terus mau kak Tio gimana? Langsung inti aja, aku capek karena jadwal kuliah yang padat" ujar Sisca.

Tangan pemuda itu otomatis terulur mengenggam kedua tangan Sisca hangat "Aku ingin ngungkapin perasaan aku sama kamu. Aku sudah suka kamu dari lama, mau gak jadi pacar aku?"

'Yang kedelapan' batin Sisca.

Sisca sebenarnya sudah muak mendengar kalimat yang mengajaknya pacaran. Hari ini dia sudah menerima pengakuan sebanyak delapan kali termasuk pengakuan dari seseorang yang saat ini berhadapan dengannya.

Biarkan Waktu BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang