Setelah melakukan konsultasi dengan dosen, kini dia berpisah dengan rekan lainnya. Gadis itu melangkah sempoyongan, langkahnya terasa berat. Tiap hari rasa lelah itu menghantui. Namun, ketika mengingat mimpinya akan terwujud sebentar lagi, dia berusaha bangkit walau tak menepis rasa lelah itu selalu mengikuti. Lelah boleh karena itu manusiawi, namun untuk menyerah itu merupakan hal tabu yang harus ditanamkan dalam diri.
Gelar S.Ked sebentar lagi berada dalam genggaman. Walau setelah mendapat gelar dia harus menempuh jalan panjang lagi untuk bisa mengucapkan sumpah dokter dengan bangga. Sumpah yang menjadi tanda bahwa dirinya sudah seutuhnya menjadi dokter. Impian yang sejak kecil diidamkannya. Impian dari gadis yang bernama Hirwad Elnicha Violan.
Bahu itu kian merosot seiring langkah yang ia tempuh. Kini dia menyandarkan tubuhnya, menunggu lift untuk berhenti di lantai tempatnya berpijak.
Lift pun tiba, pintu terbuka dan menampilkan sosok pemuda tengah berdiri di dalam lift itu. Senyum Violan pun mengembang ketika melihat sosok tersebut. Langsung saja dia menghamburkan tubuhnya ke pemuda itu yang dengan sigap menangkap tubuh Violan kedalam rangkulannya.
"Capek" keluh Violan dengan nada manja.
"Mau aku gendong?" tanya pemuda itu.
"Emang sanggup?" goda Violan.
Tanpa menjawab, pemuda itu langsung membawa Violan ke dalam gendongannya. Menggendongnya ala bridal style. Lantas Violan pun dengan cepat mengalungkan tangannya ke pemuda itu. Dia mengecup pipi lalu beralih menciumi leher pemuda itu.
"Violan, hentikan. Aku nggak tanggung jawab ya kalau nanti kita melewati batas" Larang pemuda itu akan tindakan Violan yang menurutnya sangat berbahaya.
"Kamu gak mau?" Dengan mata yang sengaja dikedipkan, Violan menatap ke arah wajah pemuda itu yang masih setia menggendongnya hingga pintu lift itu terbuka.
"Aku ngikut"
"Jawaban apaan tuh? Harusnya kamu jawab iya atau tidak"
"Yaudah lakuin sekarang yuk" ajak pemuda itu sembari meletakkan tubuh Violan kedalam kursi belakang mobilnya. Tanpa terasa mereka telah tiba di parkiran.
Pemuda itu ikut memasukkan dirinya dan menindih tubuh mungil Violan. Untung saja sekarang hari sudah gelap sehingga mereka tak perlu takut ketahuan ketika melakukan hal lebih.
"Aku bercanda" ujar Violan dengan tangan yang mendorong tubuh kekar pemuda itu namun ternyata tenaganya tak sebanding dengan pemuda itu. Posisi pemuda itu tak bergeming sedikitpun. Membuat Violan sedikit was-was.
"Kamu gak serius kan?" tanya Violan tergagap.
"Bukannya kamu yang lebih dulu ngajakin?"
"A-aku hanya bercanda"
"Just play. Tak akan lewat batas" bujuk pemuda itu. Jujur dia sangat menginginkan Violan.
Kini pemuda itu semakin mengikis jarak diantara mereka. Deru nafas yang kian beradu menyeruak di telinga. Hembusan nafas panas terasa menyapu permukaan kulit mereka. Hingga bibir itu pun saling menyambut dalam dambaan.
Tautan bibir dan bunyi kecupan kian memanas seiring pergerakan bibir yang saling melumat dengan kuat. Sangat ganas, dan tanpa jeda. Mereka hanya memberi jeda sebentar untuk menghirup oksigen untuk di supply kemudian kembali melanjutkan ciuman mereka yang tertunda beberapa saat.
"Cukup" sahut pemuda itu lalu merapikan rambut serta liptint Violan yang berantakan akibat ulahnya. Hal inilah yang membuat Violan terkadang kagum dengan sikap pemuda itu. Dia tidak pernah main-main dengan perkataannya, terlihat dari pemuda itu yang benar-benar berhenti sebelum mereka melewati batas sesuai perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Waktu Bermain
Romantizm"Aku mencintaimu" Kalimat yang aku ucapkan dengan harapan membuahkan hasil yang aku mau. Namun, semua ternyata hanya tipuan, nyatanya kau tak mencintai diriku. Hingga semuanya berubah. Seakan waktu merestui, memutar balikkan keadaan. Kini kau mendam...