24. Senyap

270 12 0
                                    

Malam semakin larut, cahaya gemerlap dari langit mulai terlihat. Lampu jalanan berwarna kuning oranye telah menyala menerangi jalanan desa. Gadis itu masih duduk di tepi pantai, sudah 30 menit lamanya ia berada disana. Angin malam mulai berhembus menyapu kulit Mahija yang saat ini masih duduk di tembok pembatas tepi pantai, tak dipungkiri lagi ia kedinginan saat ini hanya menggunakan baju berlengan pendek.

Lelaki itu berjalan mendekati gadis yang tengah duduk itu, dengan tidak yakin apakah ia telah selesai menangis ataukah belum. Mahija memberanikan dirinya untuk mencoba bertanya, apakah gadis yang bernama Mahika itu telah kembali tenang setelah menangis.

"Permisi,Sudah selesai menangis? "

"Sudah"

"Mau cerita? "

"Eng.. gak.. "jedanya. " Saya mau pulang kerumah, Hati-hati dijalan " ucap Mahika yang langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Saya akan datang beberapa hari lagi sesuai janji saya untuk mengkitbah kamu" ucapnya disaat Mahika yang sudah berjalan meninggalkan dirinya.

Ia berjalan meninggalkan Mahija yang hanya diam memandangi dirinya, tanpa menatap wajah Mahija yang selalu terpukau dengan dirinya. Mahija juga harus pulang saat ini, malam sudah semakin gelap dan ia hanya punya izin sementara saja.

"BANG!! " teriak seseorang dari kejauhan, siapa lagi kalau bukan adik kandung satu-satunya yang selalu ia banggakan didepan orang-orang namun jika berhadapan langsung dengannya enggan untuk memujinya.

Mahija hanya melambaikan tangannya, segera ia menghampiri Fian yang duduk di tepi tembok pembatas, menyantap makanan yang ia beli di perjalanan menjemput Mahija. Mulutnya penuh dengan pangsit goreng yang dilumuri dengan saos yang telah diracik oleh si penjual, bau wangi daun bawang serta daging bercampur menjadi satu.

"Makan mulu" cetus Mahija, mengambil kunci mobil yang sudah diletakkan di samping plastik bungkusan jajanan Fian.

Mahija berjalan meninggalkan Fian yang masih kerepotan mengunyah sambil membawa bungkusannya, ia mengikuti Mahija yang terus saja ngedumel pada Fian yang lama menjemput dirinya.

"BANG NANTI BELI JAJAN LAGI YA! "

"Astagfirullahalazim Ian!! mulutmu saja masih penuh, kenapa masih minta jajan lagi" jeda Mahija, tidak ada jawaban dari Fian yang malah berjalan melewati Mahija dengan kresek yang berisikan pangsit digenggaman tangannya. "Lu ya!! Lama-lama gua jual juga lu ke black market pasti mahal harganya"

"Lo tega ngejual adek sendiri? Dasar tidak berprikemanusiaan dan berperike-adik-an" eja Fian membalikkan tubuhnya menghadap Mahija.

"Soalnya lu kek Nu'aiman"

"Lu yang Nu'aiman, bukan gua. Agak lain emang abang gua, ada rada-rada nya. " ujar Fian memberikan fakta sebenarnya.

"Emang, gua titisannya" jelas Mahija. "Daripada lu ngejual komandan Sandryo ke biro jodoh, kek Abu Nawas jual rajanya"

"Lah gua bantu ndan dryo biar gak jomblo mulu, sekalian dapat uang tambahan juga wkwk. Kan bagus ndan Dryo ada pasangannya nanti biar gak gangguin anggota di barak terus" kekeh Fian yang tertawa saat mengingat hal tersebut.

"Ya tapi gak gitu konsep nya, pulang-pulang ndan Dryo langsung nyariin gua buat laporan tingkah lu yang diluar prediksi BMKG dan para penerawang dunia"

" HAHAHA" Tawa Fian pecah seketika saat mendengar jawaban dari Mahija. "Tapi pokoknya belikan jajan nanti di depan SD yang dilewati"

"GAK"

"Yasudah gua tinggal ngadu ke umma saja nanti, abang gak mau belikan jajan ian" yang sudah menggenggam kunci mobil ditangan kanannya.

Mahija tampak kebingungan, bagaimana bisa kunci mobil berada di tangan Fian. Fian hanya tersenyum dan langsung berlari meninggalkan Mahija, melihat itu Mahija juga mengejar Fian takut jika ia ditinggalkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Sandyakala" Aksa Dan Amerta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang