PH17

17.8K 1.6K 115
                                    

Netra pria dominan yang fokus menyetir itu sesekali menoleh ke arah suaminya yang hanya melamun dengan kepala bersandar pada jendela mobil. Sesungguhnya, dia merasa iba karena Jaemin sering melamun dan benar-benar kehilangan semangat hidup.

Meski begitu, dia masih berusaha untuk membantu suaminya agar kembali bangkit.

Jaemin tersentak dari lamunannya saat menyadari salju turun, dia menarik kepalanya lalu menatap keluar jendela, memandangi langit yang tampak mendung.

“Uhm? Salju pertama?” Jaemin bertanya-tanya.

“Salju pertama tanpa Ayah.” Gumamnya dengan senyum kecut.

Jaemin menurunkan kaca jendela lalu mengulurkan satu tangannya keluar, bibirnya mengulum senyum saat butiran salju jatuh ke telapak tangannya. Jeno yang sempat melihat itu, ikut tersenyum.

Pria itu menambah laju mobilnya agar segera tiba di rumah. Begitu mobil Mercedes Benz itu memasuki garasi dan mesin mobil mati, Jaemin lekas turun kemudian Jeno menyusul.

Baru saja melangkahkan kaki untuk masuk ke rumah, ponselnya di saku celana berdering.

Ada sebuah panggilan masuk dari Lino membuat wajah itu berubah murung. Sudah lama dia tidak masuk kantor, hanya berdiam diri di rumah, melamun dan merindukan sang Ayah.

Jeno yang melihat dari kejauhan pun hanya bisa menghela nafas. Dia mengekori sang suami yang masuk ke dalam rumah dan memutuskan untuk membersihkan diri.

Jaemin hanya duduk di sofa kamar setelah kembali dari ruangan sang Ayah membawa bola kristal, dia tersenyum memandangi bola kristal yang memainkan musik itu. Namun baru saja beberapa detik, musik berhenti menyala membuat alis Jaemin bertaut.

Pria itu meletakkan bola kristal itu dengan sebal, bahkan pemberian sang Ayah juga sudah usang, rasanya seperti kenangan dengan sang Ayah tak berpihak padanya. 

Ia hanya bisa mengembuskan nafas dengan memandangi bola kristal itu.

Sementara Jeno di kamar mandi masih mencukur janggutnya yang baru saja tumbuh, di tengah kegiatannya, dia memikirkan sang suami yang terus menerus murung. Pria itu menggeleng lalu meletakkan alat pencukurnya. Dia melangkahkan kakinya membuka pintu kamar mandi.

“Sayang...” Panggil Jeno.

Merasa di panggil, Jaemin lantas menoleh.

Alangkah terkejutnya dia melihat suaminya berdiri di ambang pintu dengan kondisi telanjang bulat.

Ya, telanjang bulat.

Sesuatu yang tak pernah Jaemin lihat. Melihat suaminya tanpa balutan kain, berdiri dengan satu tangan bertumpu di pintu.

“Hei... Lihat Daddy.” Panggilnya dengan senyum miring serta menaikkan kedua alisnya menggoda Jaemin.

“Tidak mau coba Sayang?” Goda Jeno seraya mengayunkan penisnya.

Jaemin mengulum senyum miring lalu menggeleng, entah mengapa rasanya dia tak tertarik untuk bercinta meski Jeno sudah menggodanya seperti itu.

Melihat suaminya tak bergeming, Jeno pun melangkahkan kakinya menghampiri sang suami, dia langsung memeluk Jaemin lalu menggendong suaminya dan menjatuhkannya ke ranjang, dia langsung mengukung tubuh Jaemin, menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher suaminya.

Jaemin mendengus saat Jeno mengecupi perpotongan lehernya, dia mendorong pundak sang suami di atasnya membuat alis Jeno bertaut. Ke mana sang suami yang gila sex itu?

“Aku sedang tidak ingin.” Ucapnya dengan suara serak.

Ia mendorong Jeno membuat pria itu terduduk di ranjang, yang bisa Jeno lakukan hanya memandangi sang suami lalu melihat penampilannya dengan pilu. Jeno lantas menyambar bathdrobe di lemari lalu duduk di samping sang suami yang sibuk mengotak-atik bola kristal di tangannya.

Partner or Husband [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang