PH34

20K 1.6K 75
                                    

Tiffany menoleh saat mendengar derap langkah kaki, di lihatnya sang putra masuk dengan wajah murung lalu mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Wanita itu meninggalkan pekerjaannya membuat kue dan menyerahkan semuanya pada Bibi untuk menghampiri putranya.

“Kau sudah makan?” Tanya Tiffany mendudukkan tubuhnya di sebelah sang putra.

“Sudah, Bu.” Jawab Jeno lesu.

“Ada apa?” tanya sang Ibu melihat putranya tak bersemangat dan tampak gusar.

Jeno tak tahu apakah dia harus menceritakan permasalahan rumah tangganya pada sang Ibu atau tidak. Tapi mungkin, dia butuh saran dari sang Ibu yang lebih dulu merasakan asam garam pernikahan.

Bibir wanita penyuka warna merah muda itu melengkungkan senyum selama mendengar cerita putranya, satu tangannya kemudian bergerak mengusap surai hitam Jeno dengan sayang.

“Kau kan dominan, tugasmu melindungi submissivenya, kau harus menurunkan ego dan keras kepalamu, karena tanggung jawab rumah tangga itu memang di pikul lebih berat oleh dominan. Kau juga tahu Jaemin memang memiliki sikap yang keras...” Tiffany mulai menasihati putranya.

“Jika dua orang saling keras dan tidak ada yang mau mengalah, bisa hancur rumah tangganya. Tidak ada yang salah dengan menjadi orang pertama yang menurunkan ego demi kebaikan bersama. Dengan kau yang menurunkan egomu, Jaemin pasti akan sadar dan melakukan hal yang sama juga...”

“... Dan lagi, pernikahan kalian belum lama, kalian sedang ada di fase memahami watak satu sama lain dan menyesuaikan diri dengan sikap satu sama lain. Terjadi pertengkaran, perdebatan, itu adalah hal yang wajar. Jadi, jangan terlalu terburu-buru jika kau memiliki sebuah kesimpulan, pernikahan itu sakral, sekali seumur hidup dan untuk waktu yang lama. Jangan gegabah.”

Jeno menghela nafas mendengar nasihat sang Ibu, jika saja sang Ibu tahu apa yang mendasari pernikahan mereka, reaksinya pasti akan berbeda. Jeno tak minta di kasihani, tapi ini benar-benar berat baginya.

Apakah Jeno lantas menyalahkan dirinya sendiri, dia yang lebih dulu memutuskan membawa hati dalam pernikahan mereka, tapi sang Ibu benar.

Pernikahan itu sakral, pandangan Jeno berubah terlepas dari wasiat Ayah Jaemin. Dia bertekad bahwa menikah sekali untuk seumur hidup, maka dia memutuskan untuk mencintai Jaemin. Dengan waktu yang mereka lewati bersama, pasti suatu saat akan tumbuh perasaan cinta. Itulah pikir Jeno dulu.

Jeno memang tidak berpikir untuk menyerah, karena meski pun dia ingin, Jaemin tak akan melepaskannya mengingat Jaemin masih minta di puaskan meski mereka tak saling bicara.

Jeno pusing memikirkan masalahnya dengan Jaemin.

“Jeno, ini ibu membuat kue beras, nanti bawakan untuk Jaemin.” Ucap Tiffany.

Jeno menoleh ke arah dapur, melihat kotak berisi kue beras buatan Ibunya. Pria itu hanya mengangguk dan kembali menyandarkan tubuhnya, dia perlu suasana yang tenang untuk mendinginkan kepalanya.


‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙


Jeno keluar dari mobilnya yang terparkir di garasi rumah mewah Jaemin, sudah ada mobil sang suami di sebelah mobilnya yang artinya suaminya sudah pulang.

Ia memilih mandi lebih dulu, setelah penampilannya rapi, dia menuju dapur, menyiapkan kue beras buatan Ibunya dan membuat segelas teh lalu membawanya ke ruangan sang suami.

Jaemin menoleh saat mengetahui pintu ruangannya terbuka.

“Kau harus mengetuk dulu sebelum masuk. Itu adalah dasar kesopanan.” Ucap Jaemin dengan wajah dingin, namun matanya tetap fokus pada pekerjaannya.

Partner or Husband [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang