Jam pelajaran terakhir, Pelajaran Olahraga.
Semua murid kelas 11 IPS 2 kini sudah berganti pakaian olahraga dan berkumpul di lapangan basket, membagi kelompok sesuai instruksi. Ya, hari ini Pak Dimas selaku guru Penjas akan mengajari olahraga basket kepada murid-muridnya yang pemula, terutama murid perempuan. Sementara di lapangan basket sebelah, kebanyakan murid laki-laki yang sudah mahir bermain basket—diberikan jam bebas di lapangan—malah saling beradu tanding basket kecil-kecilan.
Selain latihan secara perorangan yang baru saja selesai, ternyata Pak Dimas juga meminta muridnya saling berpasangan untuk latihan gerakan penyerangan dan pertahanan. Rata-rata murid dengan mudahnya sudah mendapatkan pasangan mereka, terkecuali Rayna.
Karena insiden yang terjadi di kelas tadi, mereka yang masih kesal dan marah memilih untuk menjauh. Setiap Rayna ingin berbicara, kebanyakan akan acuh tak acuh, cuek.
“Sorry, kami gak sudi berpasangan sama cewek yang suka cari perhatian kaya lo,” ucap salah seorang perempuan yang mau berbicara, tetapi untuk menolak dan mengejeknya.
“Bukan gue yang bawa kodok ke sekolah,” kilah Rayna entah sudah keberapa kalinya hari ini.
“Lalu siapa? Kodoknya masuk sendiri ke dalam tas lo, gitu?”
Rayna berdecak kesal. “Ya mana gue tahu. Bisa jadi ada orang yang usil mau ngerjain gue dan naruh kodok itu di tas gue,” terkanya.
Beberapa murid perempuan di dekat Rayna tertawa sinis mendengarnya.
“Please, deh. Lo kira lo tuh siapa? Ngerjain anak baru? Emangnya standard sekolah kami sudah serendah itu, ya, sekarang? Lo tuh gak level, tau gak?”
“Kemarin gue lihat si Anak Baru meluk-meluk Langit!” seru seseorang tiba-tiba, seketika membuat mereka—terutama fans Helios—yang baru tahu hal ini terkejut.
“Jadi ini cara lo caper, pura-pura kena bully jadi bisa dapat perhatian Langit?”
“Jangan-jangan itu perban di tangan dia juga bukan luka sungguhan, hanya bergaya seolah kena bully. Munafik banget, sih. Jijik.”
Rayna membisu. Dia hanya ingin mendapatkan pasangan latihan sesuai perintah guru, tapi kenapa mereka malah mengungkit masalah lain yang tidak ada hubungannya, sembarangan mengatakan yang tidak-tidak?
Tidak mendapatkan jawaban dari Rayna, perempuan yang berdiri paling dekat dengannya pun tanpa segan mendorong sebelah pundak gadis itu dengan kuat, lalu mendekat ke telinganya dan mengancam.
“Hei, asal lo tahu, ya, Anak Baru. Langit itu ketua geng Helios, dan Helios adalah milik bersama. Jangan lo coba-coba berani caper ataupun dekatin mereka pake trik-trik murahan lo. Kalau lo masih mau aman di sekolah ini, mendingan gak usah cari masalah.”
Cari masalah? Rayna? Yang benar saja, justru masalahlah yang mencarinya selama ini. Ia sama sekali tak ada niatan cari muka atau cari perhatian di sekolah barunya. Ia hanya ingin jadi murid biasa yang baik tanpa ada panggilan dari guru BK lagi, hanya itu saja.
“Udah, ah, capek berurusan sama lo. Jangan bilang gue gak peringatin lo ya.”
Ibarat Rayna adalah seonggok sampah, sekelompok perempuan yang ada di sekitar pun serentak menyingkir, tak menghiraukan Rayna lagi, lalu memulai latihan mereka masing-masing tanpa ada satupun yang berniat menawarkan diri sebagai pasangan gadis malang itu.
Diam sejenak, Rayna lantas membuang napas dengan resah. Terjadi lagi. Ingin sekali dirinya menikmati hidup tenang di sekolah. Ia berpikir kalau berada di lingkungan baru mungkin bisa membuatnya nyaman, tapi rupanya impian itu hanya angan. Tidak di sekolah lamanya, tidak disini, semua sama saja. Menyebalkan.
“Apa gue pura-pura sakit saja, ya?” usulnya pada diri sendiri.
Seumur hidup, Rayna tidak pernah begitu peduli dengan nilai akademiknya di sekolah. Sebab, mau dia juara satu atau juara terakhir, Rayna tetap harus menjalani kehidupannya yang begitu keras. Dan, dia juga tidak punya siapa pun yang akan bangga padanya jika dirinya berprestasi. Bahkan lebih baik Rayna putus seko—
“Aduh!”
Rayna yang sedang melamun tiba-tiba terbuyar oleh lemparan bola yang mengenai kepalanya. Ia oleng dan hampir terjatuh jika tidak segera memindahkan beban berat ke kakinya, menahan keseimbangan, mencegah dirinya terjerembab. Sontak dia menoleh secepat kilat mengedarkan pandangan, tapi tidak menemukan gelagat aneh dari siapa pun. Ada yang mengerjainya lagi.
Karena sudah mencurigai seseorang, mata Rayna seketika mengerling dengan ganas ke arah Langit. Pemuda itu sedang berdiri di tepi lapangan sebelah dan membelakanginya, sama sekali tidak melihat ke arah Rayna.
Apa gue keliru?
Tidak berhasil menemukan pelaku, Rayna mendengus kasar lalu membalikkan badan ke posisi semula. Ternyata setelah itu, Langit, Topan, dan Orion yang pura-pura berlagak acuh pun terkikik. Rayna tidak menyadari bahwa lemparan tadi adalah ulah mereka.
“Entar sekali lagi, Bos,” bisik Topan.
Namun, mereka salah sangka. Bukan pasrah, tapi yang barusan itu hanyalah trik yang Rayna lakukan supaya pelaku lengah. Sebab, tepat setelah bisikan Topan, gadis itu menoleh lagi dengan cepat ke belakang, dan memergoki mereka bertiga yang masih tertawa.
“Eh, buset. Dia lihat kita!” seru Orion yang menyadarinya.
Peringatan dari Orion terlambat. Bola basket yang memang sedari tadi berada di pelukan Rayna dalam sekejap itu dilempar sekuat tenaga penuh rasa kesal. Tidak ada yang sempat bergerak, dan korban malang yang terkena serangan bola itu adalah Langit. Beberapa lelaki di sekitar—termasuk Bima yang menonton tanpa ikutan—langsung membelalak kaget.
Sunyi. Lima detik. Bermula dari syok, muka Langit berangsur merah padam.
“SIALAN!”
Dengan penuh emosi Langit memungut beberapa bola basket terdekat lalu melempar secara bertubi-tubi. Rayna yang sudah berantisipasti pun dengan lincah menghindari serangan. Tidak hanya itu, dia juga mulai menangkap beberapa bola dan balas melempar juga dengan ganas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain(a) between Sky & Space
RomanceDi dalam persahabatan antar tiga orang dengan jenis kelamin yang berbeda, sudah menjadi hal yang wajar jika terjadinya saling jatuh cinta. Begitupun dengan dua orang yang sama-sama mencintai satu orang, yang biasa kita sebut dengan Cinta Segitiga. ...