Bagian 24 : Terluka

0 0 0
                                    

“Lo serius, Langit?”

Bima mengawasi sahabatnya yang sudah terbakar oleh emosi, tapi masih cukup rasional untuk merespon. Langit hanya mengangguk dengan mata yang tetap terkunci ke arah Michael.

Rayna yang sumpalan mulutnya akhirnya dilepaskan langsung dengan lantang berteriak, “Langit, lo udah gila, ya?! Ngapain lo ikut campur pake taruhan segala?”

Langit menoleh ke arah Rayna. Wajahnya masih sangat serius, tapi sudah tidak terlihat bengis seperti awal ketika ia tiba.

“Lo adalah pacar gue, Rayn. Menjaga keselamatan lo adalah tanggung jawab gue, jadi gue berhak ikut campur,” jelasnya.
Terus terang ucapan Langit membuat Rayna lumayan tersentuh. Namun tetap saja, ia tidak ingin melibatkan masalahnya kepada orang lain, terutama mereka yang telah ia anggap sebagai teman. Rayna tidak ingin temannya, Langit—dan Bima, terluka karenanya.

“Michael itu jago bela diri, lo gak akan bisa menang lawan dia!” seru Rayna berusaha membujuk untuk menghentikan taruhan ini, meskipun kesannya seperti ia lebih mendukung lawan.

Michael pun mengulas senyum kecil saat mendengarnya.

“Jadi? Lo mau kami kabur seperti pengecut, lalu ninggalin lo diperkosa oleh mereka?”
Rayna terdiam.

Langit tersenyum kecut. “Lo terlalu meremehkan gue, Rayn. Mau dia ahli bela diri atau atlet profesional pun, semua yang jadi lawan gue akan gue hadang ampe ke titik darah penghabisan. Gue gak akan kabur.”

“Udah selesai pesan terakhir lo?” tanya Michael kemudian dia tertawa sendiri. “Gue jadi berasa seperti final boss. Pahlawan datang melawan boss jahat untuk menyelamatkan tuan putri.”

Langit mengabaikannya. Ia membunyikan buku-buku jari, dilanjut meregangkan kedua lengan dan kakinya, lalu memasang kuda-kuda.

“Gue udah siap.”

Di kala wajah Rayna dan Bima yang kembali menegang, Michael menyeringai sangat lebar kemudian mendekati Langit.

Ia berhenti tepat pada jarak antar petarung sebelum bertanding. Tak butuh waktu lama, Michael juga memasang kuda-kuda bela dirinya, dan pertarungan mereka pun resmi dimulai.

Pada beberapa detik awal, tidak ada yang bergerak maupun bersuara. Semua penonton menyaksikan dalam sunyi, begitu pun dengan Langit dan Michael yang kerap saling menatap dengan intens. Mereka berjaga jarak, mengamati gerak-gerik lawan sekecil apapun itu, mencari kesempatan untuk menyerang.

Bertepatan dengan tarikan napas yang kuat, Langit yang pertama melancarkan serangan. Bogem mentah ia layangkan dengan cepat ke arah wajah Michael, mengincar pelipisnya. Sayang sekali, gerakan pemula ini sudah dibaca oleh Michael, sehingga dengan mudahnya ia menepis dan mendorong kepalan tangan Langit, disusul segera dengan serangan balik dari Michael meninju telak ke ulu hati Langit. Oleh karena serangan kuat tersebut, Langit terhempas mundur beberapa langkah. Rasa sakit seolah menyebar melalui saraf ke seluruh tubuh, tapi ia abaikan. Pukulan ini masih belum apa-apa baginya.

Tanpa jeda, Langit menerjang lagi memberikan serangan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Berbagai pukulan, tendangan, siku, dan lutut semuanya ia kerahkan dengan kekuatan maksimal hanya untuk satu tujuan: menumbangkan lawan. Namun, alih-alih kewalahan dan babak belur oleh serangan bertubi-tubi, Michael dengan entengnya menghindari dan menepis segala serangan Langit tanpa kendala. Bahkan, setiap Michael berhasil menghindar, ia akan memberi counter attack yang semuanya mendarat mulus di sekujur tubuh Langit.

Alhasil, Langitlah yang terluka dan kesakitan setiap dirinya menyerang, sedangkan lawannya masih bersih tanpa keringat.

“Langit benar-benar dipermainkan ...,” gumam Bima dengan pelan di samping dengan gelisah.

Baru sekitar beberapa menit pertarungan ini dimulai, tapi Bima sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Langitlah yang kalah. Andromeda, sekolah yang selama ini mereka anggap remeh dan lemah—juga licik, ternyata tersembunyi petarung sejati seperti Michael di dalamnya. Langit yang selama ini selalu menang mudah pada setiap perkelahian, baru kali inilah terlihat sungguh tidak berdaya. Di atas langit masih ada langit, pepatah yang sangat cocok untuk mereka yang terlalu percaya diri.

Tak menyadari sahabatnya yang sudah patah semangat, Langit masih belum menyerah. Dari posisinya yang cukup jauh karena baru saja terdorong mundur, Langit meloncat mendekat, dan dalam hitungan detik ia mengayunkan kakinya lurus, mengerahkan tendangan samping ke tulang rusuk Michael.

Tendangan ini berhasil. Langit berhasil menyerang Michael untuk pertama kalinya. Tendangan yang lolos dari pertahanannya membuat Michael meringis dan refleks mundur, menciptakan ruang untuk Langit melancarkan serangan lagi. Kali ini Langit memajukan badannya lalu melancarkan bogem mentah andalannya ke pelipis Michael, yang ternyata berhasil lagi. Langit tersenyum tanpa sadar, melihat ada harapan menang. Namun, kesenangan ini tidak bertahan lama.

Mengira tendangan kick boxing-nya adalah senjata pamungkasnya yang berguna, Langit mengeluarkan lagi tendangan yang sama. Tak ia sangka, kali ini Michael menangkapnya alih-alih menghindar atau menahan. Seolah tidak ingin memberikan barang sesaat untuk Langit merespon, dalam satu gerakan Michael mengunci kaki Langit, memelintir, lalu mengangkat, diakhiri dengan tubuh Langit dihempaskan dengan kuat ke tanah.

“Langit!” Rayna berteriak ngeri. Jurus itu. Barusan adalah serangan mematikan yang paling dikuasai Michael, serangan yang dulu menjadikannya juara bela diri tingkat nasional.

Langit tidak bersuara, tetapi wajahnya terlihat sungguh kesakitan. Rasanya seperti seluruh tulang rusuknya remuk dan semua organ tubuh telah hancur dan pecah bercampur menjadi satu. Sangat sakit, sangat menyiksa.

Michael tersenyum miring. “Permainan kita sudah selesai?” tanyanya.

Bima yang tentunya sangat khawatir—Rayna masih ditahan—segera berlari menghampiri. “Langit, lo baik-baik saj—”
Suara Bima terpotong.

Rain(a) between Sky & Space Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang