Bel tanda masuk kelas sudah berbunyi sekitar sepuluh menit lalu. Seluruh penjuru sekolah SMA Galaksi Biru yang tadinya ramai dengan orang lalu lalang kini sepi dan sunyi. Semua murid dengan taat telah memasuki kelas masing-masing untuk lanjut mengikuti pelajaran, terkecuali Langit.
Dengan mimik wajah yang cukup gusar ia berdiri tepat di samping toilet dekat lapangan basket, tengah menunggu sambil beberapa kali menendang udara. Tak lama kemudian, seseorang berjalan keluar.
"Udah selesai?" tanya Langit langsung.
Orang itu, Rayna, yang sudah berganti pakaian olahraganya berhenti berjalan dan menoleh. "Ngapain lo di sini?" balasnya bertanya.
Langit memberengut. "Apanya yang ngapain? Ya gue nungguin elo lah!"
"Gue gak perlu lo tungguin."
"Tapi gue-Rayn!"
Tidak ingin menggubris Langit, Rayna melengos dan berjalan cepat. Sebaliknya Langit yang menyadari kepergiannya segera mengejar dan sekali lagi mencengkram lengan gadis itu dengan kuat.
"Lepasin!" seru Rayna sembari menghempas jauh tangan Langit, yang anehnya kali ini berhasil terlepas begitu saja. Gadis itu hendak melangkah, tapi lagi-lagi pemuda yang keras kepala itu menahannya.
"Lo marah?"
Perlawanan Rayna mengendur, tapi kepalan tangannya masih digenggam kuat. Ia menghindari tatapan Langit. "Enggak," jawabnya kemudian.
"Kalo lo gak marah kenapa bertingkah seperti ini? Gue salah apa?"
"Enggak, lo nggak salah. Seorang Langit gak akan mungkin salah. Gue yang salah sudah berharap sama lo."
"Maksud lo?"
"Maksud gue, gue mau keluar dari geng lo."
Oleh pernyataan yang begitu mendadak ini membuat Langit tercengang untuk sesaat. Rayna menggunakan kesempatan ini untuk melanjutkan perjalanannya kembali ke kelas, tapi ucapan Langit berikutnya ternyata membuatnya berhenti.
"Apa sih yang lo mau?!"
Rayna diam di tempat, tidak bersuara, tidak pula menoleh. Langit yang kesal pun mendekatinya, bahkan membalikkan badan Rayna dengan paksa.
"Beberapa hari ini lo udah akrab dengan yang lain. Lo bersenang-senang, lo bermain, juga gak ada yang mengganggu lo lagi. Apalagi yang kurang dari Helios?"
"Gak ada yang ganggu?" Rayna menyeringai. "Ketua Helios, lo dah buta?"
"Kan lo lihat tadi gue dah beri peringatan? Mereka gak akan berani macam-macam lagi, gue jamin!"
"Lo udah beri jaminan kemarin, tapi buktinya apa? Lo gak bisa jamin apa-apa sama gue."
Langit tanpa sadar menggigit bibirnya. "Kali ini serius, Rayn, gue yakin!"
"Dan lo,"-Rayna menunjuk Langit-"lo lah sumber masalahnya, Langit. Gara-gara lo, semua orang memandang gue dan mencari kelemahan gue. Untuk apa? Untuk gue menjauh dari lo, sang idola semua orang!"
Rayna tersenyum getir. "Lagipula gue gak pernah mau bergabung dengan kalian. Gue hanyalah butiran debu yang akan mengotori kalian para mutiara. Jadi sesuai keinginan semua orang, gue akan keluar dan menjadi bayangan yang tenang di sudut seperti yang gue harapkan."
Sama sekali tidak ingin melihat ataupun menunggu respon dari Langit, Rayna benar-benar berjalan pergi. Hatinya terasa lega. Jawaban yang dia cari selama ini ternyata begitu sederhana, tidak terlibat dengan Langit sama dengan tidak akan ada masalah lagi. Kehidupan tenangnya akan ia dapatkan. Namun di lain sisi, ada sedikit rasa perih yang menyusul terasa di dalam hati. Kekecewaan, kehilangan ... apakah itu?
Jika direnungkan lebih dalam, Rayna mungkin akan memahami perasaannya ini kemudian melupakannya seiring waktu berjalan. Sayang sekali, rasa penasaran kecil ini dengan cepatnya pupus. Sebab, Rayna yang masih berjalan tiba-tiba dihentikan, gerakannya terkunci. Langit memeluk gadis itu dari belakang, mengagetkannya.
"Langit! Lepasin gue!" Rayna memberontak.
Tetapi, pelukan Langit semakin erat, seolah Rayna akan menghilang kalau dilepaskan. Berbeda dengan Rayna yang tegas tapi diam-diam merasa bimbang dalam hati, pikiran Langit kosong. Ia tidak tahu apa dan kenapa ia bertingkah seperti ini. Kalau memang Rayna ingin keluar ya keluar saja, Langit tidak ada kerugian apapun. Alih-alih biarkan dan pasrah, kenapa dia sangat menentang dan tidak rela?
"Kalo lo gak mau lepas, gue akan tendang lo lagi, Langit!" seru gadis itu mulai mengancam. Dia serius, tidak main-main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain(a) between Sky & Space
RomanceDi dalam persahabatan antar tiga orang dengan jenis kelamin yang berbeda, sudah menjadi hal yang wajar jika terjadinya saling jatuh cinta. Begitupun dengan dua orang yang sama-sama mencintai satu orang, yang biasa kita sebut dengan Cinta Segitiga. ...