SEPULUH

10 3 0
                                    

Halooo Sengkuuu 👋🏻
Akhirnya bisa up lagi ya sengg
Jangan lupa vote nya ya biar tambah semangat up nya
Thanks udah baca sampai siniii❤️🌷

DISCLAIMER ⚠️
KOREKSI JIKA ADA TYPO
• JANGAN BAHAS CERITA SEBELAH
• CERITA INI NO COPAS DAN DILARANG UNTUK MENGCOPY PASTE
• CERITA HANYA SEBATAS FIKSI

.
.
.
.
.

Seorang gadis terlihat sedang fokus membaca novel di perpustakaan ia duduk di bangku panjang, sorot matanya menatap kosong keluar jendela hembusan angin membuat matanya sedikit kering hingga harus mengalihkan pandangan

Aca melamun beberapa saat dan menyadari beberapa hal "selama aku hidup jangankan pacaran, dengar ada yang suka sama aku aja ga pernah" batin Aca

Padahal bukan tak pernah hanya saja cewek ini tidak percaya jika ada seseorang yang menyukainya

"Tuhan, seburuk itukah aku? Hingga tak ada dari hamba mu yang tertarik padaku?"

Bahkan, kening cewek ini mengerut benar-benar terlihat seperti memikirkan banyak masalah

PAKKK

Tiba-tiba saja Aca menampar pipi nya sendiri, dengan harapan menyadarinya akan sesuatu

"Tapi setidaknya—" Aca refleks menggelengkan kepalanya

"Ah sudahlah, cowok fiksi ku banyak" ucapnya menutup buku tersebut dan membusung dadanya dengan bangga

Deg.

Bayangan seorang pria bahkan menutupi dirinya sehingga jantungnya berdegup kencang

"Tas gue"

Aca terpaku kaku kebingungan "ini bukannya temennya Kavin yang waktu kejadian kuah bakso itu ya" batin Aca

"Tas gue" Ujar Gavie menatap sendu

"Hooh, maaf" ucap Aca salah tingkah dan bangkit dari duduknya baru menyadari ia memunggungi tas cowok itu

"Ga usah, gua cuma mau ambil tas" ucap Gavie dengan ekspresi wajahnya datar

Gavie segera pergi setelah mengambil tasnya tanpa sepatah katapun dan Aca masih saja terpaku ditempatnya menatap kepergian Gavie

"Indah" batin Aca

*****

Sudah tak dapat lagi untuk menahan bendungan besar di kedua matanya, air mata mengalir membasahi pipinya. Ia menangis di hadapan cermin menatap rambutnya yang ia genggam, begitu banyak beban yang ia pikul, begitu banyak teriakan dalam isi kepala.

Akankah ini berakhir? Tentu saja ada, tapi kapan?. Kesakitan ini bukan yang  pertama kalinya namun, sedari kecil penderitaan ini sudah ia rasa

"Ayah, maafkan aku jika aku pergi lebih dulu" batin Janeisha

Cewek itu mengeluarkan semacam pecahan kaca kecil dari dalam sakunya

"Ayah..."

Ia mengarahkannya tepat pada urat nadinya sambil menangis sesenggukan

Aca terkejut saat membuka pintu melihat Janeisha ingin memutuskan urat nadinya

Dengan cepat Aca merebut kaca itu dari tangan Janeisha meskipun tangannya yang menjadi sasarannya

Janeisha hanya diam, dengan mata sembab menatap kedua manik milik Aca dengan pandangan kosong

"JANEISHA KAMU APA-APAAN SIH??" pekik Aca histeris

JANEISHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang