DUA PULUH ENAM

2 1 0
                                    


Ketika semua orang telah pergi hanya Janeisha yang masih menetap disana walaupun, sudah beberapa kali Arunika mengajaknya pulang karena hari sudah hujan tidak membuatnya berubah pikiran untuk pulang ke rumah. Rumah? Sepertinya kuburan Ayahnya lebih dari sebuah kata 'Rumah' bagi Janeisha.

Tangisannya lebih dari derasnya hujan yang menerpa begitu juga dengan suara isak tangisnya yang lebih kencang daripada suara gemuruh langit.

"Ayah, jangan lupa temui aku di mimpi setiap malam ya, karena aku pasti merindukanmu di setiap malam"

"Tetaplah disini, jika aku pergi dari dunia ini kita bisa bersama-sama di kehidupan lainnya"

"Terimakasih gitarnya Yah, aku suka apalagi jika memainkan gitarnya bersama Ayah"

"Maaf, ini gara-gara aku kan Yah? Harusnya Ayah nggak usah nolongin aku soalnya yang bosan hidup itu aku Yah"

"Aku pamit Yah, aku bakal ke sini lagi dan cerita banyak hal sama Ayah, wassalamu'alaikum"

Dengan berat langkah Janeisha memantapkan diri untuk pergi meninggalkan pemakaman, ia pulang berjalan kaki karena semua keluarganya benar-benar sudah pergi dari sana. Janeisha menghirup nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan-lahan merasakan sejuknya angin, mendengar merdunya rintikan hujan dan bau tanah yang becek karena di guyuran air hujan.

Tak berselang lama sebelum persimpangan jalan ke rumahnya ia melihat seorang gadis tergeletak di pinggir jalan, posisinya di jalan itu benar-benar sepi jadi tak ada yang menolongnya karena rasa penasaran Janeisha bergegas menghampirinya, ia benar-benar tercengang saat melihat gadis itu adalah Vanilla.

  ******

Gavie mencium kening ibunya lalu mencium tangannya sebelum pergi meninggalkan tempat itu, baru saja keluar dari ruangan dihadapannya terlihat seorang wanita berjalan sambil menangis di sebelah brankar dorong pasien.

"Ini bukannya cewek yang kena kuah bakso waktu itu?" Batin Gavie.

Karena rasa penasaran Gavie pun  mengikuti mereka pergi, melihat Janeisha yang telah duduk di bangku depan ruangan UGD itu cowok itu menghampirinya.

"Siapa yang lo tangisin itu?" Tanya Gavie.

"Vanilla, dia temenku" ucap Janeisha sambil menangis sesenggukan.

"Vanilla?" Batin Gavie.

"Vanilla kakaknya Kavin?" Tanya Gavie.

"Heum?" Janeisha kebingungan.

"Ckk elah" Gavie berdecak sebal menggaruk kepala belakang nya yang tidak gatal.

"Bukannya kakaknya Raisa?" Tanya Janeisha.

"Kakaknya ada dua"

"Nggak tau, tapi kayaknya bukan deh"

"Gak usah nangis lo, doain biar ga kenapa-kenapa"

"Heem"

Sekitar 30 menit lamanya dokter pun akhirnya keluar dari ruangan tersebut dan menghampiri mereka berdua saat itu juga Janeisha dan Gavie segera berdiri.

"Bagaimana kondisi teman saya dok?" Tanya Janeisha.

"Ehm begini jadi pasien mengalami Leukopenia dan kondisinya sekarang tubuhnya masih terus melemah takutnya jika tidak langsung di tangani akan komplikasi dan tidak dapat tertolong nantinya" ucap Dokter.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JANEISHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang