DUA PULUH

7 2 0
                                    

"AAAAAAHK"

"Sttttt, Sha tenang hey" ucap Janeeta mengusap wajahnya yang terhalang oleh rambutnya yang berantakan.

"Kak..." Dengan mata yang berkaca-kaca Janeisha segera memeluk kakaknya dengan erat.

"Huek....dah....udah...Sha" Janeeta mencoba untuk menjauhkan diri saat merasa nafasnya sedikit sesak karena adeknya terlalu erat memeluk dirinya.

"Udah Sha ga usah nangis lagi ayo bangun, masuk kamar aja gih" titah Janeeta membantu adeknya berdiri, ia pun membantu adeknya berjalan menuju kamar karena tubuh Janeisha benar-benar lemah bisa jadi karena ia terus-terusan menangis hingga energinya banyak sekali yang terkuras. Janeisha, akhirnya merebahkan tubuhnya di atas ranjang miliknya yang empuk lalu Janeeta meninggalkannya dan menutup pintu kamar membiarkan ia beristirahat di kamar dengan tenang.

Janeeta berjalan menghampiri Ibunya yang tengah asik bermain ponselnya "Ma, Mama sadar ga sih? Mama itu udah keterlaluan!" Ucapan Janeeta seketika membuat Atika melirik ke arahnya dengan raut wajah yang tampak tidak suka.

"Diem deh, mending kamu belajar daripada sok-sok nasehati Mama yang lagi pusing, lama-lama nih gelas melayang ke kepala kamu" Atika menoleh lempeng.

Ketimbang harus bertengkar dengan ibunya sendiri lalu Janeeta pun pergi menuju kamarnya, betapa kagetnya ia melihat kamar seperti kapal pecah dan cewek itu juga tidak mendapati keberadaan adeknya tapi tampaknya Janeeta tidak kepanikan karena ia yakin bahwa adeknya pasti akan pulang lagi ke rumah ini.

"Nih kamar bentukan nya udah kayak gudang lagi, tu anak kabur bukannya ninggalin makanan malah berantakin kamar" omel Janeeta sembari membereskan kamarnya.

******

Janeisha pergi ke tempat dimana ia biasanya bertemu dengan Vanilla, tetapi sayangnya saat ia tiba di sana pohon beringin yang besar itu sudah tidak ada dan tempat itu juga sudah rata dengan tanah ini membuatnya bingung, bagaimana lagi agar ia bisa bertemu dengan Vanilla? Sungguh tampaknya cewek itu benar-benar merindukan kehadiran Vanilla yang biasanya datang untuk bermain dan menghibur nya tapi sekarang ia tak tahu kemana Vanilla berada. Janeisha, terduduk lemas di atas tanah merah yang gembur itu menatap kosong ke arah langit biru dengan awan putih yang lama-kelamaan semakin gelap.

Cewek itu mencoba bangkit perlahan lalu pergi meninggalkan tempat itu. Janeisha, pergi berjalan menuju pantai meski ia tahu hari sudah malam, sejuknya angin begitu menusuk ke setiap inci kulitnya hingga membuatnya menggigil,  Janeisha hanya menggosok kedua lengannya mencoba untuk menghangatkan diri.

Di malam gelap gulita yang hanya di terangi oleh sinarnya bulan purnama gadis itu begitu beraninya duduk di tepi pantai dengan berisiknya ombak lautan, ia mendongakkan kepalanya menatap langit malam yang gelap gulita "Bulan purnama" Janeisha tersenyum mengingatkan nya dengan Kavin  yang waktu itu bertemu dengannya yang ia tempati sekarang.

"Hei, kamu lagi?" Pekik Kavin.

Sedikit kecemasan Janeisha segera menoleh kebelakang "Kavin?" Wajahnya benar-benar berubah seketika tak di sangka cowok itu akan menghampiri nya lagi.

Cowok itu berjalan menghampiri Janeisha yang termenung di sana dan duduk disebelah gadis itu "Masalah apalagi yang membuat mu kesini Sha?" Tanya Kavin menatap bulan seakan tahu Janeisha saat ini memiliki  banyak masalah namun tak heran juga, karen...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cowok itu berjalan menghampiri Janeisha yang termenung di sana dan duduk disebelah gadis itu "Masalah apalagi yang membuat mu kesini Sha?" Tanya Kavin menatap bulan seakan tahu Janeisha saat ini memiliki  banyak masalah namun tak heran juga, karena jika ada masalah Janeisha selalu begini bukan? Tentu saja tidak menjadi hal yang aneh bagi Kavin bahkan lumrah baginya jika cewek itu melakukannya

"Tidak ada" singkat Janeisha.

"Serius?" Tanya Kavin mencoba meyakini.

"Iya"

Dengan menghela nafas berat Kavin mencoba untuk lebih tegar lagi.

"Sekarang dan seterusnya anggap saja aku adalah rumah mu Sha, dimana kamu bisa merasakan ketenangan, nyaman dan aman ingat? Ku harap kamu tidak melupakan setiap kata-kata ku" ucap Kavin menolehkan kepalanya menatap wajah Janeisha.

"Semua orang punya masalah, dengan aku bercerita juga akan menambah beban mu saja Vin, lagian... Aku pikir sekarang aku sudah cukup lega"

"Tidak ada rasa terbebani setiap cerita mu Sha" kembali menatap bulan.

"Apa modus mu sebenarnya?" Tanya Janeisha mengerutkan keningnya.

Kavin merasa terkejut dan tidak enak hati mendengarkan pertanyaan Janeisha itu "tidak ada"

"Lantas mengapa kamu terlihat begitu simpati padaku? Atau hanya perasaanku saja?" Tanya Janeisha.

"Karena aku mencintaimu, di malam ini dihadapan bulan purnama Kavin Taulany akui itu Janeisha Mahendra"

Deg.

Suasana hening seketika bahkan,  Kavin pun membeku setelah apa yang ia katakan barusan membuatnya merasa sedikit ada penyesalan setelah mengakui perasaannya pada cewek itu.

Kavin mencoba untuk mencairkan suasana "kenapa? Apa karena aku bukan mas-mas Jawa?" Tanya Kavin menaikkan satu alisnya.

"Ehm....ah, tidaklah bukan begitu" Janeisha tertawa kecil.

"T-tapi, apa yang kamu lihat dari ku VIN?! AKU JELEK"

"Kamu sempurna"

"Nggak! Aku bodoh"

"Kamu sempurna"

"Aku ceroboh"

"Kamu sempurna, sungguh sempurna JANEISHA MAHENDRA"

Mata gadis itu berbinar-binar setelah mendengar perkataan dari Kavin tapi itu tidak akan membuatnya percaya begitu saja.

"Sungguh, kamu tidak mempercayai ku Janeisha?" Tanya Kavin mencoba untuk meyakinkan.

"Kalau begitu lantas apa yang kamu inginkan Vin? Pacaran?" Tanya Janeisha kebingungan dan juga gugup. 

"Tidak, sekedar pengakuan saja dan aku ingin selalu bisa menjadi tempat yang nyaman untukmu" Kavin tersenyum.

"Membuat nyaman lalu meninggalkan ku ketika di ambang awang-awang?" Tanya Janeisha polosnya.

Kavin tertawa kecil "hahaha, tentu tidak aku harap itu tidak terjadi"

"Ehm.... Sha, apakah kita memiliki perasaan yang sama?"

"Aku tidak tahu ini cinta atau hanya sekedar menyukai mu, aku tidak tahu Vin" Janeisha tampak kebingungan.

"Vin"

"Iya?"

"Janji bakal sama-sama terus ya? Jangan tinggalin aku" ucap Janeisha tersenyum.

"Aku tidak berjanji, tapi akan diusahakan" Kavin tersenyum dan mengelus pundak kepala cewek itu.

Seketika senyuman itu menghilang ada rasa kegelisahan di hati Janeisha serta kekhawatiran karena takut kehilangannya.

"Sudah, jangan terlalu di pikirkan" dengan santainya ia mencoba tertawa kecil dihadapan Janeisha yang tampak cemas.

  ******


JANEISHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang