9. Pertemuan

849 146 4
                                        

"A-aran.."

Waktu seakan berhenti saat itu juga, dimana saat Chika membalikkan badannya dan kata yang pertama kali ia ucap adalah nama Aran.

Kerinduan yang dalam terpancar dari bola mata Chika. Matanya berkaca-kaca saat menatap Aran yang berdiri di depannya hanya berjarak beberapa langkah. Nafasnya memburu dan sesak secara bersamaan.

Aran di depannya sangat berbeda dengan Aran di 5 tahun yang lalu, hanya saja badannya yang sedikit kurus. Meski begitu tapi tidak merubah apapun, tetap tampan seperti pada awalnya.

Bibir Chika bergetar ketika mata cokelatnya menatap bola mata Aran. Ingin mengeluarkan kata sapaan lebih dulu tapi tak mampu karena sesak yang dalam hingga suaranya hilang.

Aran disisi lain juga tak kalah terkejutnya. Melihat wanita yang ia tidak pernah harapkan lagi kehadirannya sekarang berada tepat di depannya dengan mata yang memerah. Aran diam, tapi matanya tak lepas menatap Chika yang berdiri disana.

Sudah hampir 5 tahun, tapi rasa itu selalu saja membebaninya. Ia membenci wanita ini, tapi juga merindukannya.

Rain yang melihat semua orang hanya diam menggerakkan tangannya yang memegang telunjuk Chika. Ia menatap papanya dan Chika bergantian.

"Papa, ini Tante aku.." suara renyah Rain terdengar memberitahu.

Belum ada sahutan, baik dari Chika ataupun Aran.

Rain menatap pada seseorang yang tadi datang bersama Aran. Ia belum menyapanya sejak tadi.

"Bunda Anin, ini Tante aku.. Tante cantik" ucapnya menghampiri Anin lalu menunjuk pada Chika.

Anin masih sama terkejutnya dengan Aran, ia juga tak kalah terkejut melihat kehadiran Chika yang sekarang berada di depannya.

Chika tertegun mendengar ucapan Rain barusan. Ia menatap Anin yang juga menatap kepadanya. Apa ia tidak salah dengar? Bunda? Jadi maksudnya Anin adalah bundanya Rain?. Chika bergeming, kepalanya mendadak berisik dengan berbagai pertanyaan yang muncul.

"Jauhi anak saya" Aran yang semula diam mulai berbicara. Nada bicaranya seperti sebuah perintah.

Chika tersadar, ia mengalihkan pandangannya. Ketika matanya kembali menatap Aran, sesak itu kembali terasa.

"Jangan pernah temui anak saya lagi" Lagi, Aran membuka suara.

Tatapan Aran tajam dan menusuk, seperti sebuah belati yang siap menusuk ke dalam mata Chika. Wajahnya datar serta intonasi suaranya terdengar tegas.

"A-aku.." Chika bingung ingin mengatakan apa. Gugup dan rasa takut itu muncul bersamaan.

"Papa, Tante kasih aku hadiah. Tante gak jahat" Rain mendongak menatap wajah papanya. Seperti meyakinkan bahwa Chika bukan orang jahat.

"Sebaiknya kamu pergi" Aran menarik Rain agar mendekat kepadanya. Matanya menatap nyalang ke arah Chika.

"Papa, no! Tante mau temenin aku" Rain bersikeras melepaskan diri dari Aran lalu ia berlari pada Chika dan bersembunyi di belakangnya. Ia tidak akan membiarkan tantenya itu pergi.

"Rain!" Panggil Aran sedikit tegas.

Sedangkan Rain semakin bersembunyi dan memegang ujung baju Chika.

"Sini Rain!"

Anin menahan Aran yang ingin menarik tangan Rain. Emosi Aran mulai tidak stabil, ia hanya takut Aran malah menakuti anak anak disekitarnya dan juga Rain.

"Tenang dulu, disini banyak anak-anak" ucap Anin pelan. Ia mengusap pergelangan tangan Aran untuk menenangkannya.

Chika yang melihat itu semakin sakit. Melihat bagaimana cara Anin menenangkan Aran hingga Aran terdiam. Meski emosi itu sangat jelas terlihat di wajah Aran.

Rasa 2; Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang