21

759 137 12
                                    

Keesokan harinya, Chika sudah terbangun pagi sekali. Semalam sempat terjadi pertengkaran antara dirinya dan Aran hingga membangunkan bunda Shani dan Rain.

Semalam juga Aran sempat marah dan berniat mengusir Chika secara kasar agar wanita itu pergi, tetapi tak bisa karena bunda Shani menahannya dan juga Rain menolak dan meminta Chika untuk tinggal.

Chika tentu saja dengan senang hati untuk menginap, tapi di sisi lain ia juga tak enak hati dan merasa lancang karena datang ke rumah Aran tanpa rasa malu bahkan sampai menginap. Tujuannya masih sama, hanya saja Chika penasaran dengan hubungan Aran dan Anin yang sebenarnya, apa benar mereka suami istri atau bukan? tapi Chika tak melihat keberadaan Anin selama ia ada di rumah itu. Ia akan mencari tahu nanti.

Chika di persilahkan tidur di kamar tamu, awalnya Rain juga meminta Chika untuk tidur bersamanya, tapi lagi lagi Aran melarang. Mau tidak mau Rain tidur di kamarnya sendiri.

Setelah mencuci wajahnya dan gosok gigi, Chika berniat untuk pergi ke dapur karena tenggorokannya terasa kering. Ia perlu minuman dingin untuk melepas dahaganya.

Suasana rumah masih sepi, mungkin karena ini masih pagi sekali dan sekarang juga baru pukul 6. Sudah pasti orang orang rumah terutama Rain belum bangun sepagi itu.

Ketika ingin melangkah antara ruang tengah dan dapur, Chika melihat sosok tinggi Aran yang sedang berkutat di depan kompor. Chika mengurungkan niatnya yang ingin mengambil minuman dan berdiam di posisinya. Ia tidak ingin membuat Aran kesal pagi pagi karena kehadiran dirinya, dan ia juga tidak ingin di usir lagi seperti semalam. Jadilah Chika hanya berdiri sambil memperhatikan Aran yang sedang memasak.

Jika di lihat dan diingat lagi, Aran memang sosok lelaki yang pandai akan segala hal. Dia masih seperti dulu yang pintar memasak.
Andai Chika sedikit lebih bersyukur ketika memiliki Aran dulu, mungkin saja hidupnya sekarang jauh lebih bahagia dengan Aran dan juga Rain yang sangat ia yakini adalah anak kandungnya.

Andai beribu andai selalu Chika ucapkan dalam hatinya, tapi tak mampu merubah kenyataan yang ada bahwa sekarang hubungannya dengan Aran bukan lagi sebagai pasangan melainkan sudah menjadi mantan.

Saat asik melamun, Chika terperanjat ketika ada wajah yang memblokir pandangannya. Ia reflek mundur dua langkah ke belakang.

"Ngapain kamu?" Tanya Aran menelisik dengan tatapan tak biasa.

"A-aku c-cuma mau ambil minum. Iya mau minum" Chika dengan cepat mendorong tubuh Aran ke samping dan berjalan ke arah dapur.

Aran mengikuti, ia yang masih belum selesai memasak berdiri di depan kompor dan mengaduk masakannya.

Aroma harum tersebar dengan cepat di seluruh dapur ketika penutup wajan itu di buka. Chika mengintip sedikit melihat apa yang Aran masak dan ia merasa lapar setelah melihat masakan dan mencium aromanya.

Di dapur, kedua orang itu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Chika sengaja memperlambat minumnya sambil melirik sesekali pada Aran.

"Masak apa?" Tanya Chika memberanikan diri setelah mereka saling diam cukup lama. Sedetik kemudian ia tersenyum masam karna tak ada jawaban. Aran sibuk dengan kegiatannya tanpa melihat keberadaannya.

Bibir Chika terkatup rapat. Dia tak lagi mengeluarkan kata-kata atau pertanyaan yang dapat menggangu Aran. Takut Aran marah.

Melihat tangan lincah Aran yang sedang mengaduk dan menambahkan beberapa bumbu, Chika tersenyum tipis. Dari dulu Aran memang gemar di dapur.

"Keadaan sekarang buat aku jadi Dejavu deh, dulu aku sering liatin kamu masak gini" ucap Chika kembali bersuara.

"Senang bisa liat pemandangan gini lagi" lanjutnya lirih masih memperhatikan Aran.

Rasa 2; Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang