"Aran jawab!"
"Rain anak aku kan?!" Tanya Chika lagi.
"Kamu apa apaan sih?! Rain itu anak saya, bukan anak kamu!"
"Jangan bohong Aran!"
"Sebelum aku pergi ninggalin kamu, aku juga meninggalkan seorang anak laki-laki, yaitu Rain! Benar kan?!" Tanya Chika yang sudah emosi. Matanya berkaca-kaca menahan marah.
Untungnya Rain tidak mendengar pertengkaran mereka karena tadi Aran menyuruhnya untuk bermain ke tempat lain.
"Jangan seenaknya ya kamu mengklaim anak saya adalah anak kamu!"
"Itu kenyataan Aran! Aku ibunya! Aku berhak untuk tau anak aku!"
"Sejak kapan kamu menjadi ibu Chika?! Bahkan setelah kamu melahirkan kamu ga pernah lihat wajah anak kamu sedikitpun! Lalu kenapa sekarang kamu mempertanyakan hal itu hah?!"
"Apa pentingnya dia buat kamu?! Apa pentingnya anak itu buat kamu?! JAWAB!!" Aran mengerang marah sampai meninju dinding disampingnya. Ia sudah cukup sabar menghadapi Chika selama ini.
Chika semakin menangis terisak. Sakit dan sesak itu ia rasakan bersamaan. Kenapa Aran tidak mau jujur padanya? Kenapa Aran seolah ingin menjauhkan Rain darinya?. Ia yakin Rain anak kandungnya.
Chika mengusap kasar air matanya, meski sia-sia karna air mata itu terus berjatuhan di pipi mulusnya. Ia menatap Aran dengan samar, emosi, kebencian, semuanya sangat jelas terlihat dari mata Aran.
"Sekarang aku tanya sama kamu Aran, kamu yakin dia anak kamu?!" Tanya Chika menantang.
"Jelas saya yakin, karna dia memang anak saya!"
"Jangan membual Aran! Aku juga sangat yakin dia anak aku. Dan pertanyaannya sekarang adalah seyakin apa kamu kalau dia adalah anak kandung kamu? Kamu tau di masa lalu aku kaya gimana kan?" Tanya Chika seakan-akan meyakinkan Aran atas pertanyaannya. Ia menatap Aran dengan penuh keberanian meski seluruh tubuhnya bergetar takut.
Aran menatap Chika dengan tatapan meruncing, mendengar apa yang dikatakan wanita itu membuat emosinya semakin naik.
Sekarang Chika berjalan mendekat, berdiri dihadapan Aran dan menunggu jawabannya. Ia balas tatapan tajam Aran dengan tatapannya yang tak kalah tajam. Ia tak takut sama sekali dengan tatapan itu, untuk mencari kejelasan dari Aran agar dia jujur dan mengatakan Rain adalah anak kandungnya, Chika harus berani. Meski disisi lain ia juga takut melihat amarah yang besar di mata Aran.
"Kamu!" Aran mencengkram lengan atas Chika dengan kuat hingga wanita itu meringis.
Tatapan Aran semakin tajam, matanya memerah menatap Chika. Apa yang dikatakan Chika tadi membuat emosinya memuncak. Apa Chika sengaja mempermainkannya dengan pertanyaan itu?.
"Kita lakukan tes DNA" Olla berbalik menatap Chika yang terlihat berantakan.
Ia tidak tega melihat temannya itu pulang dengan keadaan menangis dan berantakan seperti ini. Ia juga sudah mendengar apa yang terjadi pada Chika. Menurutnya, Aran sangat egois, memisahkan seorang anak dari ibunya.
"Gue setuju, ga ada cara lain untuk ini selain Lo tes DNA" Ashel menyetujui ucapan Olla. Ia mendekap tubuh Chika dari samping untuk menguatkannya.
"Lo gak di apa-apain kan sama dia?" Tanya Ashel setelah Chika mulai tenang.
Chika hanya menggeleng. Ia masih menangkupkan kedua tangannya di wajah.
"Syukurlah, gue liat liat sekarang Aran sangat arogan" ucap Ashel
"Lo hati-hati aja kalo deket dia Chik, takut dia nyakitin Lo"
"Gue pantes dapetin itu" sahut Chika.
"Dia bukan Aran yang dulu lagi, gue tau penyebabnya pasti karna gue juga. Aran banyak berubah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa 2; Hujan
Short StoryHidup tidak selalu berjalan dengan mulus dan sesuai keinginan. Apalagi kehidupan setelah pernikahan, banyak hal yang telah dilalui oleh pasangan pasangan yang baru saja menikah. Salah satunya adalah perbedaan pendapat dan pemikiran yang tidak sejala...