28 End

300 112 12
                                    

Keputusannya yang memilih untuk berdamai dengan masa lalunya dan menata kembali hidupnya adalah pilihan yang tepat. Kini Aran menjalani hari harinya dengan semestinya lagi, tidak ada yang ia khawatirkan, tidak ada keresahan yang ia rasakan. Semua karena ia memilih untuk menerima yang telah terjadi.

Aran dan Chika juga sudah berbaikan, hubungan mereka juga semakin membaik. Mereka berdua juga semakin kompak dalam mengurus Rain.

Chika tetap pulang ke rumahnya, tidak lagi tinggal bersama Aran. Tapi sekarang ia tidak sendiri, ada Rain yang juga tinggal di sana. Meskipun tidak lama dan hanya satu Minggu, tapi Chika senang karena rumahnya terasa lebih terang karena adanya Rain.

Ya, Chika dan Aran membuat jadwal untuk mengasuh Rain. Di mana Aran dan Chika akan bergantian mengurus Rain setiap satu Minggu. Jadi, Rain akan tinggal dengan mama papanya satu Minggu sekali. Satu Minggu bersama Aran dan satu Minggu bersama Chika. Begitu sampai seterusnya.

Hari ini Rain libur sekolah, anak itu pandai sekali beralasan kakinya sakit dan meminta izin pada Chika untuk tidak pergi sekolah. Chika tentu saja percaya dan mengiyakan, ia juga sempat khawatir tadi, takut jika kaki Rain benar kenapa-kenapa.

Tapi lihat saja sekarang, anak itu berdiri di atas kursi menunggu rotinya selesai di panggang, tidak ada masalah sama sekali pada kakinya. Rain bisa berjalan dengan normal.

"Mamaa, udahh bunyiii" teriaknya karena ovennya sudah berbunyi.

"Sebentar sayang" Chika memasang sarung tangan tebal dan membuka oven itu. Ia dan Rain terbelalak kaget melihat roti yang ia keluarkan dari dalam oven berubah gosong.

"Mama kok item?"

"Aduh gosong ini sayang, gak bisa di makan deh" Chika membuang roti gosong itu ke dalam bak sampah.

"Mama, Rain laperrr"

"Yahhh maaf ya sayang mama ga jago masak"

"Kita beli bubur aja ya?"

Setelah Rain mengangguk, mereka berdua pun langsung pergi ke depan rumah menunggu tukang bubur lewat.

Kedua ibu dan anak itu menunggu tukang bubur di depan pagar, sambil duduk memegang 1 buah mangkok di tangannya masing-masing.

"Lamaaa"

"Sabar ya dek, bentar lagi kayanya"

Lama menunggu membuat Rain bosan. Anak itu mengeluh lapar pada Chika, sedangkan Chika di buat bingung jadinya. Pasalnya Chika jarang sarapan pagi, ia lebih sering makan agak siang sekitar jam 9 lebih, sedang Rain terbiasa makan pagi karena harus berangkat sekolah.

Tin tin

Bunyi klakson mobil membuat kedua ibu dan anak itu kaget dan reflek berdiri. Tak lama dari sana keluarlah si pemilik mobil, itu Aran dan bunda Shani.

"Ini kenapa pada di luar?"

"Adek, tadi katanya kakinya lagi sakit? Terus ini kenapa kalian megang mangkok? Mau ngemis?" Tanya Aran.

"Papaaa" Rain berlari kecil ke arah Aran.

"Ngaco banget ngemis! Kita tuh lagi nungguin tukang bubur, tapi dari tadi belum lewat juga" sahut Chika.

"Beli bubur buat sarapan? Jadi Rain belum sarapan?!" Lagi, Aran bertanya dengan intonasi yang cukup keras.

Chika dan Rain kompak menggeleng.

"Astagaaa, kamu gimana sih?! Rain tuh gak boleh telat sarapan, sarapannya harus tepat waktu"

"Ya tadi aku udah coba buatin dia roti dulu, tapi gosong. Makanya kita mau beli bubur aja"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa 2; Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang