Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, tak terasa juga sudah selama itu Chika berada di kediaman Aran. Bahkan ia juga ikut makan malam bersama mereka. Awalnya Chika sungkan, ia hanya tak nyaman karena Aran selalu menatapnya dengan tatapan datar seakan menunjukkan bahwa dia tidak menyukai keberadaannya di sini.
Tapi karena Rain yang memintanya tetap tinggal dan tak mengizinkannya untuk pulang, terpaksa Chika menemani anak itu sampai malam hari. Meskipun beberapa kali terdengar kalimat Aran yang seperti sebuah perintah untuk ia segera pergi dari rumah itu.
Ini adalah waktu yang cukup lama bagi Chika bisa berdekatan dengan Rain. Biasanya ia hanya bisa menemaninya sebentar dan waktu mereka cukup terbatas karena hanya bisa bertemu di sekolah Rain saja. Tapi hari ini, Chika senang bisa menemani Rain melakukan banyak hal, bermain, belajar, bercerita, dan makan malam bersama anak itu.
"Mama Chika sering sering temenin Rain yah? Rain seneng" pintanya.
"Iya sayang" sahut Chika tersenyum sambil mengusap lembut pipi Rain penuh sayang.
Sedari tadi juga Aran tak pernah jauh dari Chika dan Rain. Ia selalu memantau mereka, terutama memantau Chika, takut takut jika Chika akan berbuat nekat dan menculik anaknya.
Meski begitu, Chika tak terganggu sama sekali. Ia tak keberatan dengan keberadaan Aran yang selalu mengawasinya. Tentu saja Chika sadar jika Aran sedang mengawasinya, siapa yang tak sadar jika diperhatikan dan di tatap setiap waktu seperti yang Aran lakukan.
"Rain, kayanya mama mau pulang dulu deh, nanti mama bakal sering sering main kesini ya" ucap Chika tersenyum dan sedikit melirik pada Aran.
Aran mengalihkan pandangannya, ia tak bisa mencegah Rain untuk tidak memanggil Chika dengan sebutan 'mama' karna itu kemauan anaknya sendiri. Jika ia menentang pun Rain akan marah dan mendiaminya nanti.
"Yahhh mama, aku kan masih mau main" cemberut anak itu.
"Kan udah malem sayang, nanti mamanya pulang kemaleman" timpal Shani.
"Iyaa, nanti mama main main lagi ke sini ya? Temenin kamu" bujuk chika
Rain memajukan bibirnya dan bersidekap dada sembari menghadap ke arah lain. Wajahnya yang cemberut dan tak mau menatap lawan bicaranya menandakan kalau dia sedang merajuk.
"Gak boleh gitu Rain" tegur Aran.
Rain tidak bergeming. Dia diam, dan semakin menunjukkan wajah cemberutnya.
Tidak lama setelah itu, terdengar isakan kecil yang membuat tiga orang dewasa lainnya terkejut. Anak itu menangis.
"Loh kok adek nangis?" Tanya Shani.
"Rain kenapa? Jangan nangis sayang" Chika menurunkan tangan kecil yang menutupi wajahnya itu. Rain benar-benar menangis saat itu juga.
"Cup cup cup, anak ganteng ga boleh nangis, nanti gantengnya ilang" ucap Chika yang mengangkat Rain ke pangkuannya sembari mengusap lembut punggungnya yang bergetar.
"M-mama j-jangan tinggal Rain, hikss"
"Rain jangan gitu, biarin aja mama kamu pulang" ucap Aran menimpali.
Chika seketika menatap Aran yang ikut memanggilnya dengan sebutan 'mama', tentu itu sangat amat membuatnya terkejut sekaligus senang, karna ia merasa di akui menjadi mamanya Rain oleh Aran.
"Gimana kalo kamu ikut ke rumah mama aja?"
"Ga ada! Ga saya izinin" jawab Aran dengan cepat. Yang benar saja Chika akan membawa anaknya pergi. Tidak akan ia izinkan!.
"Mau, mama" ucap Rain.
"Engga Rain. Papa ga izinin"
"Tapi anaknya mau"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa 2; Hujan
Historia CortaHidup tidak selalu berjalan dengan mulus dan sesuai keinginan. Apalagi kehidupan setelah pernikahan, banyak hal yang telah dilalui oleh pasangan pasangan yang baru saja menikah. Salah satunya adalah perbedaan pendapat dan pemikiran yang tidak sejala...