III

15.4K 602 3
                                    

Langit malam kini berganti dengan langit pagi, begitu juga dengan tugas sang bulan yang telah di ambil alih sang matahari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit malam kini berganti dengan langit pagi, begitu juga dengan tugas sang bulan yang telah di ambil alih sang matahari.

Di sebuah mansion mewah, tepatnya di ruang makan terlihat sepasang suami istri yang tengah menunggu kedatangan ketiga anaknya untuk sarapan bersama.

Setelah para maid selesai menyajikan sarapan, dua dari tiga bersaudara sudah duduk di kursinya masing-masing, tinggal menunggu princess kesayangan mereka.

Tak selang berapa lama, seorang gadis berjalan keluar dari lift sembari memainkan ponselnya.

"Morning everyone" Gadis itu menarik satu kursi dan mendudukkan dirinya, meletakan ponselnya di samping kanan tempat ia duduk.

"Morning too, anak mama/papah" Saut sepasang suami istri itu.

"Too princess, Abang."

"Hemm." Gapapa dah biasa, Abang pertamanya ini emang ngga pernah kapok di gebug.

"Ck, ngga usah irit kalo jawab sapaan. Jatah ngomong Lo di kurangin modyar kau bang." Ucapnya asal, sembari mengoleskan selai cokelat dan strawberry ke dua lembar roti panggang.

Dan tentu saja, tanggapan dari mereka hanya menggelengkan kepala.

"Udah-udah, sekarang lanjutkan sarapan kalian." Lerai sang papah.

Mereka pun menikmati sarapan pagi ini seperti hari biasanya. Jika sang kepala keluarga sudah berkata, maka tak ada yang bisa merusuh.

Setelah menyelesaikan sarapannya, gadis itu menatap ke arah papahnya.

"Pah,"

"Iya sayang"

"Pah" Panggil nya lagi

"Iya princess" Dan tentu, sang papah menyautnya lagi.

"Pah, Aura ma-" Belum selesai ngomong, eh si abang kedua menyambar baikan kabel putus.

"Dek, lo kalo mau ngomong todep aja. Jangan malah bikin orang greget." Tentu saja mendapat tatapan maut dari adik perempuannya itu.

"Ck, sensi amat lo bang. Ada problematika apa sama gue?" Ucap gadis itu sembari mengacungkan garpu ke arah abang keduanya itu.

"Heh, yang bener itu garpu tajem. Kalo ada setan lewat apa ngga manteb tu" Jelas saja ia ngeri, adiknya ini emang agak gila kalo udah kesel.

Pernah sekali ia, menjaili mainan adik perempuannya itu dan alhasil, gadis itu membalasnya dengan melempar batu. Mending kalo batu seukuran kerikil, lah ini gede cuyy.

Hasilnya? Jelas berdarah dong belakang kepala si Abang. Kalo keinget itu, si abang ngeri-ngeri sedap deh.

"Brian, kamu ini suka banget goda Aura." Ucap sang mamah, sembari membereskan bekas makannya dan sang suami.

"Ehhehe, habis Aura-"

"Gue, apa!!" Potong sang gadis, dan sekali lagi mengarahkan garpu itu ke arahnya.

"Dih, lo mah baperan."

"Bodo."

"Aura, tadi mau ngomong apa?" Mendengar pertanyaan dari sang papah, tentu saja membuatnya kembali berpikir. Dia tadi mau ngomong apa ya sama papahnya?

Lah kan mendadak pikun dia, salahkan saja Brian yang memotong ucapannya tadi.

"Aura, mau pindah ke Indonesia." Mendengar itu, tentu saja membuat mereka yang berada di ruang makan kaget. Pasalnya anak perempuannya ini tidak pernah menginjakan kaki ke Indonesia.

"Mau ngapain?" Tanya abang pertama. Tumben si human es kepo.

Setelahnya Aura menjelaskan alasan kenapa ia ingin pindah ke Indonesia.

Mereka benar-benar mendengarkan penjelasan Aura dengan serius. Hingga, salah satu dari penjelasannya berhasil membuat kedua abang, dan sang papah terlihat menahan emosi.

"Kapan?" Tanya abang pertamanya.

"Emmm, gue udah pesan tiket pesawat semalem dan jam 9 nanti jadwal penerbangannya."

"Udah bilang ke mamah?" Pertanyaan sang papah, hanya di tanggapi gelengan kepala.

"Jadi, mau bilang kapan?"

"Gue cuma mau nyari tau apa yang sebenarnya terjadi bang, kalo gue udah dapet dan nemuin mereka. Gue pasti bakal jelasin ke mamah."

"Pergi, nanti papah yang jelaskan ke mamah." Ucap sang papah, setelah itu ia meninggalkan meja makan.

Kini tersisa ketiga bersaudara itu.

Terkadang Aura bingung dengan kedua abangnya ini. Yang satu misterius, yang satunya lagi udah kaya kemasukan setan, belum lagi si bungsu yang tingkahnya bagai bunglon.

Fyi, Aura kalo sama abangnya itu emang pake "Lo-Gue" meski di depan orangtua mereka.

"Kalo ada apa-apa, telpon abang." Perkataan itu tentu saja membuat Aura menaikkan satu alisnya.

Woyy, dia ngga mimpi kan? Abang pertamanya loh yang bilang. Langka banget, Adrian peduli ke Aura.

Lebay, Adrian emang peduli. Aura nya aja yang ngga pernah liat situasi.

"Iya udah, kalo dah sampe Indonesia kabarin rumah dek. Oh iya satu lagi." Perkataan terakhir abang keduanya ini benar-benar menyebalkan.

"Why?"

"Main aman dek, bang Adrian pasti bakal tau kalo lo bikin masalah." Aura mengernyit heran, lah emang dia bakal ngapain?

"Hemmm," Setelahnya mereka berdua juga ikut meninggalkan meja makan.

"Hemmm," Setelahnya mereka berdua juga ikut meninggalkan meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC!

Jangan lupa vote, komen and follow

See you next chapter.

BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang