XIII

10K 397 0
                                    

Suasana kantin yang semula sunyi, kini kembali ramai.

Tak lama terlihat beberapa murid memasuki area kantin, suana yang tadinya ramai karena obrolan masing-masing kini berganti teriakan dan ocehan yang di tunjukan ke arah mereka.

"Aaa, Stefan makin ganteng aja."

"Hanss juga makin hari makin ganteng."

"Coba gue bisa jadi pacar dari salah satu di antara mereka. Tapi kalo bisa semua kenapa ngga?"

"Anjing, halunya yang waras-waras aja lu!"

"Liona makin cantik aja neng."

"Mita nikah sama Abang yokk."

"Sadar bego, pawangnya serem."

"Jesika ko makin imut sii"

Dan sebagainya.

Mereka berlima menatap ke arah penjuru kantin, dan tidak menemukan satu meja pun yang tersisa.

"Buset, dah penuh aja."

"Iya udah cari meja lah."

"Lu ngga liat mejanya dah penuh, ngga ada yang kosong."

"Ada, noh di nomor 16" Ucap salah satu wanita. Mereka langsung menatap ke arah meja nomor 16.

Meja itu tidak kosong, ayolah apa wanita ini buta?

"Liona, ada orangnya itu."

"Iya emang ada, siapa bilang ngga?"

"Iya terus?"

"Iya masa bodo, gue maunya duduk di meja itu. Dahlah ayok." Ucapnya dan berjalan ke arah meja bernomor 16.

Saat kelimanya berjalan ke meja itu, empat murid lainnya memasuki area kantin dan langsung ikut menghampiri kelima temannya.

"Aaaa, Noval ganteng banget!"

"Faris gue rela jadi selingkuhan lu"

"Berani lu sama Mita?"

"Nggak si"

"Neng Raysa makin cantik"

"William, walau sikapnya kulkas 10 pintu. Gue tetep cinta."

Sesampainya di meja nomor 16, salah satu dari mereka membuka suara.

"Lo berempat, silakan cari meja lain." Seketika ketiganya menunduk.

"Ta-tapi, kita duluan yang duduk sini." Ucap salah satu wanita yang masih dengan tatapan menunduk.

"Iya gue ngga perduli, yang penting gue mau lu berempat pindah."

"Ngga bisa gitu, a-aku sama temen-temen yang duluan." Mendengar itu liona menjadi kesal.

"Kalo gue mau duduk di sini, ya ngga ada bantahan. Enyah lu berempat dari pandangan gue!" Ketiga wanita itu langsung bangun dari posisi duduknya. Tapi satu suara membuat kantin hening kembali.

"Kenapa ngga lu yang enyah dari sini?" Ucap wanita yang ada di samping liona.

Wanita itu mengangkat wajahnya dan menatap Liona dan yang lainnya.

Seketika mereka terdiam.

Melihat kelima temannya terdiam, keempat murid tadi ikut menatap wanita yang masih duduk di kursinya.

"Lo-lo ngga mungkin masih hidup!" Mendengar apa yang liona katakan, tentu hanya di tanggapi senyuman.

"Kenapa gue ngga boleh hidup? Dan lagi, apa kita saling kenal?" Liona seketika terdiam.

Berbeda dengan teman-temannya, William menghela nafasnya. Inilah yang tak ingin ia katakan ke mereka.

Kenapa Wiliam ngga kaget kaya temen-temennya? Karena, pria yang satu kelas dengan wanita itu adalah Wiliam.

William menepuk salah satu pundak temannya.

"Dia Aura, bukan Aurel." Pria yang pundaknya di tepuk William, menaikan salah satu alisnya.

"Aurel, lu ngga mungkin masih hidup!"

"Aurel? Siapa?"

"Gue bingung sama ni sekolah, kenapa semuanya selalu manggil gue, Aurel?"

"Kalo lu bukan Aurel, terus-" Belum sempat selesai, wanita itu menyela.

"Gue Aura,"

Aura tersenyum kecil melihat wajah kaget semua murid yang berada di kantin saat ini, setelah itu pandangannya jatuh ke salah satu wanita di depannya.

"Mita, i think, you know who me" Mita menatap Aura.

Saat akan berkata, satu suara memecahkan keheningan.

"RARA!!" Mendengar panggilan itu, Aura langsung berdiri dari posisi duduknya.

"Who?"

Saat melihat seorang wanita berlari ke arahnya, Aura hanya bisa pasrah setelah melihat siapa yang memanggilnya.

"Anjing lu Ra, balik ke indo ngga ngabarin gue!" Aura memutar bola matanya malas.

"Pantesan gue telpon ngga pernah di angkat, terus si bocil bilang- eh, kenapa ni?" Ucapnya sembari menatap bingung situasi saat ini.

Ayolah, dia dari tadi memakai earphone, dan tentunya ngga dengar apa yang terjadi. Sampai, salah satu earphone di telinganya jatuh, saat akan mengambil earphone itu dia mendengar nama "Aura".

Aura memejamkan matanya, dan menghela nafas.

"Ngga pernah liat situasi." Setelah mengatakan itu, Aura pergi meninggalkan kantin.

Melihat kepergian Aura, wanita tadi mengejarnya.

"RA!! TUNGGUIN GUE!"

Setelah kepergian keduanya, suasana kantin kembali ramai dengan berbagai pembahasan yang tentunya berfokus ke murid baru itu.

Berbeda dengan murid lain dan teman-temannya.

Seorang wanita menatap ke arah perginya Aura.

"Rara? Dia, Rara?" Batin wanita itu, sampai lamunannya kembali di sadarkan saat sebuah tangan menepuk pundaknya.

"Mit, lu okey?"

"Eh, gue kenapa Jes?" Wanita yang tadi menepuk pundaknya menggeleng.

Keheningan melanda Liona dan teman-temannya, berbeda dengan seorang pria yang berada di salah satu ruangan berisikan berbagai layar yang menunjukkan aktifitas di sekolah itu.

"Jadi, dia benar-benar kembali? Dasar kucing nakal."

See you in the next chapter

BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang