Aura mendudukkan dirinya di salah satu kursi taman yang ada di belakang sekolah, menatap lurus ke arah seorang pria yang berjalan mendekat ke arahnya.
Saat pria itu tepat berdiri di depannya, Aura tersenyum kecil.
"Siapa lu sebenarnya?"
"Liat siapa gue? Lu tau jawabannya"
"Lu bukan Aura yang gue kenal" Mendengar apa yang di katakan pria itu, seketika tawa Aura lepas.
"Hahaha, ngomong apa si lu, Radit."
Radit, yah pria yang saat ini berdiri tepat di hadapan Aura.
"Aura yang gue kenal pasti bisa ngatur emosinya dan dia sama sekali ngga tau cara pakai gun weapon atau pistol lainnya"
Aura terkekeh.
"Seberapa dekat lu sama gue? Setelah kejadian itu, ngga semua orang akan tetap sama seperti dulu, Radit."
Aura berdiri dari posisi duduknya dan menepuk kedua pundak Radit.
"Orang yang lu kenal selama ini, ngga akan tetap sama seperti dulu setelah apa yang ia lalui. Semua manusia punya kepribadian yang ngga semua orang tau, begitu juga dengan gue. Mungkin, yang lu tau gue bisa ngatur emosi yang ada. Tapi nyatanya, emosi yang selama ini di tahan bisa meledak saat apa yang ia punya di renggut secara paksa."
Berjalan melewati Radit yang masih terdiam di tempatnya. "Gue punya banyak topeng yang ngga pernah lu tau."
Aura membawa langkahnya menjauh dari Radit.
Saat di jalan ke arah kelas, banyak pasang mata yang menatapnya takut.
Bagaimana tidak, Aura sudah beberapa kali menjatuhkan lawannya tanpa kata baik.
Kejadian di kantin saat Aura menembak salah satu guru sudah tersebar keseluruhan kelas. Meski sang guru tak terkena peluru tetap saja memakai senjata tajam adalah tindakan berbahaya.
Kenapa Aura tidak di tahan anggota OSIS ataupun guru BK? Jawabnya mudah, karena sebentar lagi aura akan mendapat surat panggilan orangtua dari pihak sekolah.
Sesampai di kelas, aura mendudukkan diri di meja duduknya dan memainkan ponsel.
Saat tengah membaca pesan dari bawahannya, matanya menangkap seorang wanita yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Aura," panggil wanita itu.
Aura menghela nafas, saat tau siapa yang memanggilnya.
"Why?"
"Lu udah gila? Kenapa harus ngelepas tembakan."
"Ngga mati"
Aluna menatap Aura tajam, apa yang tadi wanita itu bilang "ngga mati?".
Aluna tau betul, bahwa emosi sepupunya ini sedang tidak baik. Di tambah, ini masih tanggal di mana jadwal bulanannya datang. Semua emosi yang ada pasti akan meledak dalam waktu singkat, Aluna tau ini ngga akan pernah berakhir dengan baik, kalo bukan Abangnya yang ngatur Aura.
"Gue tau Ra. Emosi lu saat liat salah satu pelaku hidup dengan bebas, tanpa sedikit rasa bersalah setelah kematian dia, gue tau. Tapi ngga seharusnya lu bawa barang itu ke sekolah apa lagi sampai mau ngebunuh tu guru." Aura menatap Aluna tajam dan meletakan hpnya di atas meja dengan kasar.
Brakk
"Lu ngga akan pernah tau apa yang gue rasain, Luna! Ngebunuh tu guru? Hahaa, bahkan saat ini gue bisa musnahin semua yang ada di sekolah ini, tapi apa? Gue ngga bisa, sebelum gue buat mereka ngerasain apa yang keduanya alami."
"Maksud lu keduanya?"
"Hahh, bahkan lu ngga tau apapun tentang hidup dia"
"Maksud lu apa Aura?" Tanya kembali Aluna, sembari tangannya memegang pundak Aura.
"Pergi, gue ngga mau liat lu saat ini!"
"Ra!"
"Gue bilang pergi, Aluna!"
"Ngga, sebelum lu jelasin apa maksud ucapan tadi!"
BRAKK
"GUE BILANG PERGI, ALUNA!!"
Mereka yang saat ini berada di kelas menatap keduanya bingung, apa lagi setelah mendengar Aura yang menyuruh Aluna pergi.
Aluna menatap kedua mata Aura dalam.
Mata itu, bukan mata yang selama ini ia lihat.
Bukan mata yang selalu berbinar saat membicarakan hal random dulu, mata itu sangat asing untuk Aluna.
"Who are you?" Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Aluna, sudut bibir Aura melengkung kecil.
Seorang wanita menatap marah saat melihat layar ponsel yang menampilkan sebuah pesan.
"Mata di balas dengan mata, darah di balas dengan darah dan nyawa di balas dengan nyawa. Kita akhiri permainan ini dengan kematianmu."
Melempar ponselnya hingga ancur dan membanting semua benda yang ada di kamarnya.
"Arghhh sialan, siapa orang yang ngirim pesan itu?! Gue harus cari tau."
Wanita tadi mengambil sebuah laptop dari dalam laci yang berada di meja belajarnya dan mulai membuka sebuah situs yang sudah lama tidak ia kunjungi.
Setelah mencari beberapa menit, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia cari.
Mengetik beberapa pesan ke sebuah situs chat dan mengirimkannya.
Tak menunggu lama, pesannya langsung mendapat balasan dari pihak lain.
"Permintaan di terima Nona, tunggu dan lihat hasil yang akan kami dapatkan." Setelah membaca pesan balasan, wanita itu tersenyum.
Setelah mendapat apa yang dia mau, kembali meletakan laptopnya dan pergi meninggalkan kamar.
Berbeda dengan wanita tadi, seorang wanita lain terkekeh setelah melihat apa yang wanita itu rencanakan.
"Hehhh, jadi begini cara mainmu? Bodoh, kau pikir situs itu milik siapa? Hahaha."
Wanita itu tertawa kecil, seolah melihat drama menarik di layar laptopnya. Seorang pria yang sedari tadi duduk di depannya sembari makan menggeleng.
"Kak Aura kalo udah masuk mode gila ngga ketulung."
Ngga nyadar diri si Rion, hadehhh.
TBC.
Gimana gimana, masih bingung sama alurnya? Haha maapkuen ya gesss.
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN AND MASUKAN KE DAFTAR LIST BACAAN KALIAN.
SEE YOU IN NEXT CHAPTER.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK
Ficção AdolescenteRank: # 1 - bunuh diri (20 Desember 2023) # 1 - pembalasan (16 Mei 2024) # 2 - dendam (20 Mei 2024) # 3 - misteri (7 Juli 2024) Kedatangannya bagai bom waktu, terutama untuk mereka yang menjadi dalang dari kematian gadis itu. Aura Bercly Alexander...