XVIII

8.8K 336 1
                                    

"Hah," Aluna membuang nafasnya kasar, ayolah siapapun yang berani tolong pukul kepala Aura biar otaknya kembali normal.

Ingin sekali Aluna berteriak bahwasanya sepupunya ini tidak waras.

Suasana UKS hanya di isi dengan keheningan, Aluna yang sibuk membersihkan darah di telapak tangan Aura dan oknum yang membuat tangannya seperti itu tidak sedikitpun menunjukkan raut wajah kesakitan atau perih, malahan sibuk memainkan ponselnya dengan tangan sebelah kanan.

"Ra, gue boleh ngga mukul kepala lu sekali aja biar tu otak normal lagi."

"Boleh, kalo lu bosen hidup" Saut Aura tersenyum  dan kembali memainkan ponselnya.

"Iya gue bosen hidup, capek gue Ra ngurusin tingkah gila lu."

"Jangan ngurusin dong, kan gue ngga minta." Ucap Aura beranjak dari posisi duduknya.

"Hah, bentar Ra belum selesai itu perban nya"

Aura melihat telapak tangan kirinya yang terbalut perban "Besok juga sembuh, kaya ngga pernah kejadian aja"

Aura berjalan ke arah pintu dan menatap kembali Aluna "Jangan sampe lu bilang ke Abang gue, awas aja!" Mendengar itu, Aluna memutar bola matanya malas.

Melihat Aura dan Aluna, membuat dua wanita yang ada di dalam UKS bingung.

"Jadi, dia beneran bukan Aurel?"

"Gila aja lu, Aurel itu lemah lembut beda jauh sama si Aura."

"Tapi mereka ibarat pinang di belah dua, mereka kembar?" Aluna menatap ke arah dua wanita yang sialnya adalah temannya.

"Bodoh, kalo udah tau jawabannya kenapa nanya?" Kedua wanita itu saling menatap satu sama lain.

"Maksudnya Lun?"

"Kelas, bentar lagi bell."

Aura terus membawa langkahnya sembari memainkan ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aura terus membawa langkahnya sembari memainkan ponsel.

Banyak pasang mata yang menatap penasaran ke arah Aura dan berbagai bisikan tentunya.

"Kalo gue bilang dia bukan Aurel, tapi gak mungkin."

"Gila, kalo emang dia punya kembaran sih"

"Kalo bener dia kembaran Aurel, ko di data siswanya dia anak tunggal?"

"Bener juga,"

"Kejadian di kantin tadi udah ngebuktiin, ko dia bukan Aurel."

"Beda jauh bet sama si Aurel gila, secara tu anak bagai pahlawan kesiangan."

"Huss, orangnya udah ngga ada jangan di omongin."

"Kadang kasian sama Aurel, cuma ya gimana lagi gue juga anak beasiswa."

Mendengar itu Aura menghentikan langkahnya "Aurel, beasiswa?"

Sial, apa lagi ini.

Mencoba untuk tenang, Aura kembali membawa langkahnya, sampai di persimpangan kelas tanpa sengaja Aura menabrak seseorang dengan posisi tidak siap Aura terhuyung kebelakang.

Sebelum tubuhnya benar-benar terjatuh ke lantai, seseorang lebih dulu menahannya.

Menyadari itu, Aura menatap ke arah kedua mata cokelat itu.

Mencoba untuk tenang, Aura segera membenarkan posisi tubuhnya yang semula berada di pelukan pria itu.

"Eh sorry,"

"Gapapa gue yang salah."

"Nih." Ucap pria itu sembari memegang ponsel Aura yang terjatuh.

"Thanks, William." Setelahnya, Aura meninggalkan William yang masih terdiam di tempat sembari menatap ke arah Aura.

"Cantik." Ucapnya pelan, tapi masih bisa di dengar salah satu temannya.

"Hah, lu ngomong apa Will?" William berjalan menjauh dari temanya tanpa menjawab pertanyaan temannya.

"Yeuhh si kulkas, gue nanya malah di tinggal pergi."

"Tandanya pertanyaan lu ngga penting, dah yok."

Sesampainya di kelas, Aura segera menuju ke arah kursi duduknya.

Melihat Aura yang sudah duduk di kursinya, tanpa sadar William tersenyum.

Menyadari tingkahnya William menggelengkan kepala "Gue kenapa?"

Tak lama seorang guru wanita masuk, dan jam pelajaran pun di mulai.

Berbeda dengan mereka yang fokus dengan pelajarannya, Aura malah sibuk dengan dunianya.

Hingga ucapan sang guru berhasil membuatnya menatap ke arah depan.

"Baik karena kemungkinan sulit untuk di terangkan semuanya, ibu akan membuat beberapa kelompok, tugas kalian menyalin dan menyimpulkan apa yang di dapat dari materi kali ini."

"Ibu sudah mengacak kalian jadi 8 kelompok dari 40 siswa, nama-nama yang ada di papan tulis adalah anggota kelompoknya. Ibu tidak menerima penukaran anggota di materi kali ini, jadi sebisa mungkin kerjasama dengan adil dan tidak saling membeda-bedakan anggota yang lain, paham?"

"Paham ibu." Saut serempak semua murid.

"Sampai di sini saja materi kali ini. Untuk tugas kelompok ibu minta Senin depan sudah siap di presentasikan." Setelahnya guru itu keluar dari kelas, dan para murid bersiap untuk jam pulang.

Aura mengernyitkan dahi melihat namanya ada di kelompok 4 Aura, Cakra, Fika, Lira, Nita, Rena, Roni, William.

Saat tengah sibuk menatap papan tulis, seseorang menghampirinya.

"Aura?"

"Why?"

"Boleh minta nomor wa nya? Buat ngabarin kapan kita ngerjain tugas kelompoknya." Ucap seorang wanita, Aura melirik nametag yang tertera di rompi almamater seragam sekolah 'Rena'.

"Lira, dia punya nomor gue." Setelahnya Aura beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kelas.

BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang