CHAPTER 21

10.4K 1.1K 39
                                    

Aku memuaskan diri untuk beristirahat. Lendir-lendir Ahmya yang terpecah ke mana-mana perlahan menjadi abu dan terbawa oleh angin lewat.

Begitulah iblis, mereka yang mati tak akan meninggalkan mayat, melainkan abu.

Area pembasmiannya menjadi terang karena terpancar sinar matahari, dedaunan yang menghalangi hancur terkena sihirku. Dedaunan dan ranting basah pun berserakan di area ini. Area pembasmian begitu kontras dengan sekitarnya yang tidak terkena sinar matahari sama sekali.

Aku memungut pecahan-pecahan jantung Ahmya yang ku lempar ke pohon. Sayang sekali membiarkannya pecah begini, tapi aku tak punya pilihan lain selain memecahkannya sebelum lendir menyentuh jantung ini.

Tanganku menyentuh tanah. Bagai kilat yang menyambar, aku menyadari perbedaan yang aneh. Diriku mengusap tanah. Tanah ini kering. Benar-benar kering seperti tanah biasa yang terkena sinar matahari. Bagaimana bisa?

Sebelumnya tanah ini begitu lembab sampai aku takut tanah ini ternyata lumpur, tanahnya basah seperti terkena hujan, entah karena subur atau tidak ada sinar matahari. Sebelumnya terasa empuk dan tak sekeras sekarang. Yang kering pun hanya sekitar pembasmian Ahmya saja.

Aku mengambil sejumput tanah, menggosoknya, memeriksa teksturnya untuk memastikan. Benar-benar kering.

Aku mengerutkan dahi sebagai tanda bertanya-tanya sekaligus terkagum-kagum. Apakah karena Ahmya lenyap? Tanah ini mengering tak lama setelah Ahmya terkalahkan. Apakah karena sihirku? Bagaimana tanahnya menjadi sekering ini?

Aku masih terus menatap tanah kering itu bagai melihat keajaiban dunia.

Sudahlah. Aneh sekali menatap tanah sampai sebegitunya.

Aku menjilat bibir yang kering, berkacak pinggang dengan menggenggam sekantong pecahan jantung Ahmya. Melihat sekitar hutan yang benar-benar gelap suram. Aku bertanya-tanya apa yang ada di dalam sana. Dengan hutan seluas ini, mungkin ada Ahmya lain.

Diriku berdiri di tempat yang sama, dengan postur tubuh yang sama, menatap ke kedalaman hutan yang hampir tak terlihat apa isinya. Di siang hari saja segelap ini, bagaimana dengan malam hari?

Aura mencekam yang membuatmu ragu untuk masuk lebih dalam, suara binatang bersahutan yang meneror, hutan gelap mengerikan layaknya kegelapan malam. Entah kenapa aku merasa familiar dengan deskripsi ini.

Intinya untuk sekarang kembali terlebih dahulu ke kuda, tak mungkin aku masuk ke hutan dengan berjalan kaki.

.

.

___o0o___

CTARRR!! Aku menepuk debu dari tangan. Ikan sungai mengambang dengan bau gosong terkena petir, hanya satu namun cukup untukku seorang.

Seminggu berlalu begitu saja setelah pembasmian Ahmya. Aku menemukan dua Ahmya lagi setelah berlari dengan kuda masing-masing selama satu jam dan setengah jam, tak sekuat yang pertama sehingga pembasmiannya lebih cepat. Untungnya, karena diriku tak seburu-buru dan gegabah seperti yang pertama kali, aku tak menghancurkan kedua jantung Ahmya itu.

Tentu saja jantung yang kuberikan hanyalah jantung yang tak beraturan bentukannya, berikan yang memiliki kualitas biasa saja daripada yang bagus. Toh, tidak ada spesifikasi harus yang bulat sempurna atau tidak.

Seminggu telah berlalu dan aku masih tak memiliki keinginan untuk kembali, entah kenapa rasanya aku lebih senang berada di sini, seperti liburan dari keluarga sampah itu.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang