Season 2: CHAPTER 55

1.9K 285 69
                                    

Aku lupa kalo udah janji bakal double up🧍‍♀️🧍‍♀️. Author ada janji tuh diingetin lah, aku yang pelupa ini kan jd gaenak gini😔. Sorry yaa. But happy readingg! Untuk chapter 56 nunggu chapter 54 vomentnya 200, hehe🥰

∘₊✧──────✧₊∘

.

"Sepertinya Anda berpikir dapat berbuat semakin kurang ajar di kediaman ini, Tuan." Ujarku dengan senyuman sinis setelah kecanggungan di antara kami menggangguku.

Pria berambut pirang kusam dengan bermanik mata biru. Klasik. Berpenampilan formal dengan begitu rapi dan tertata, rambutnya ditarik ke belakang. Terlihat klimis. Dia memang tampan dan raut wajahnya tegas menunjukkan bahwa ia seorang pebisnis ulung, sayangnya tidak semulus dan seindah lukisan di novel-novel. Masih terlihat guratan-guratan manusia biasa padanya.

Meski tidak seindah deskripsi novel-novel dan lukisan ternama, dia memiliki sesuatu yang seakan dapat membuat seseorang betah menatapnya lama-lama.

Alis tebal yang rapi, mata tajam bak pemburu handal, dan rambut rapi yang sangat jelas bahwa ia memerhatikan penampilan. Dia seorang pria tampan yang tertata, postur tubuhnya pun sempurna. Tipe orang yang sesuai dengan kriteria Haemal — sesuai etiket dan elok dipandang.

"Maaf atas ketidaksopanan saya. Siapakah Anda?" tanyanya penuh kewaspadaan. Matanya sedikit menipis kala melontarkannya.

Jemariku mengarahkan pinggiran teh menuju mulut, kusesap pelan nan anggun teh hangat dengan wangi semerbak.

"Orang yang Anda cari," jawabku sekenanya.

Pria di hadapanku mengernyit dalam, namun sedetik kemudian menetralkan mimik wajahnya. "Anda ... Dea?" tanyanya memastikan.

Tangannya — yang di atas paha — mengepal singkat seakan menjadi tempat tersalurnya keterkejutan. Aku yang melirik pergerakan tipis itu mengangguk singkat dengan senyuman tipis terpatri.

"Anda buta??" tanyanya lagi dengan kecurigaan jelas. Dia sungguh tidak berniat untuk mempercayaiku.

Aku tertegun sejenak. Sebenarnya imej seperti apa yang ada di pikiran orang-orang mengenai Dea?

"Seperti buta," koreksiku. "Jangan pedulikan penutup mata ini, Tuan ... " kalimatku menggantung di ujung untuk menariknya menyebutkan nama.

"Ian."

"Tuan Ian."

"Maaf. Saya hanya tidak menyangka. Anda begitu muda jika dibandingkan dengan kabar yang beredar."

Aku terkekeh pelan dengan mulut terkatup. Sejujurnya sedari tadi pandanganku memerhatikan setiap detail, setiap guratan, setiap pergerakan yang ada padanya. Memastikan.

Jujur saja aku merasa tidak memiliki ketertarikan apapun padanya, hanya saja perutku benar-benar terasa tidak enak sampai aku memiliki firasat yang sama tak enaknya. Perasaan di mana perutku terus berputar-putar dan ulu hatiku serasa dimainkan, tidak nyaman. Aku merasa seperti gelisah.

Aneh.

Sehingga untuk meredakan perasaan aneh dan perut yang berputar-putar, aku memutuskan untuk memastikan sendiri apakah pria ini sebuah gangguan berarti atau bukan.

Berbanding terbalik dengan diriku yang menunjukkan keramahan sebagai 'wajah bisnis', dia menunjukkan wajah datar penuh pertahanan. Bak tembok pertahanan paling kokoh se-benua, wajahnya sungguh mengeras sedari kami duduk berseberangan seperti ini.

Pria ini sama sekali tidak ramah. Dia kaku dan aura pebisnisnya begitu kental. Dia nampak bukan lawan yang bisa mudah dihadapi. Pebisnis yang rela memaksa seperti dia ini selalu memiliki agenda tersembunyi, dan bagian itulah yang membuat aku dan Cordelia setuju untuk menolaknya. Mencurigakan.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang