Season 2: CHAPTER 47

2.8K 411 41
                                    

Rembulan telah melambung tinggi di langit, angin malam pun berhembus dengan begitu dingin, meremang sudah permukaan kulitku setiap bersentuhan dengan angin itu, bunyi-bunyi hewan malam yang sangat ramai itu menjadi lagu tidur malam ini, tanaman-tanaman nampak turun dedaunnya seakan tertidur. Tengah malam datang dengan cepat.

Diriku terduduk di sofa tunggal yang sengaja Haemal letakkan di dekat jendela supaya aku bisa memandangi gemerlap bintang-bintang.

Tangan kanan yang menopang daguku bersandar pada bingkai jendela, mataku kubiarkan telanjang tanpa penutup mata, pandanganku kosong menatap rembulan yang sebenarnya agak membuatku silau.

Rutinitas yang selalu kulakukan saat Roux seharusnya mengajariku mengenai elemen Kegelapan atau semacamnya. Setiap tengah malam memandangi langit dan sepinya jalanan, kurasa ada baiknya Haemal menempatkan sofa ini.

Aku jadi merindukan penginapan itu.

Malam ini sepi sekali sampai aku bisa merasakan tusukan bertubi-tubi yang diberikan Haemal dari tatapannya itu. Saat ini aku baru dapat berbicara dengan benar bersama para bawahanku, dan telah satu jam lebih Haemal terdiam sedari tadi. Terutama Roux sedang pergi ke tempat di mana Cordelia menginap untuk mengambil berkas yang entah apa, suasananya menjadi canggung sekali.

Bicara soal Cordelia, bagaimana kabar wanita itu? Aku tidak sempat melihat hasil dari ujian yang kuberikan. Apakah dia bisa melakukannya dengan baik? Yah, pasti 'kan? Mau bagaimanapun dia itu Cordelia. Apalagi ada Sonia yang pastinya membantu wanita itu, lalu ada juga asisten pribadinya.

"Bagaimana dengan asisten Cordelia? Kau menemukan orang yang tepat?" diriku bertanya tanpa memutar kepala, masih menatap ke luar.

"Ya, Nona. Sesuai dengan perintah Anda. Saya merekrut rakyat biasa dengan nilai akademik yang baik dan juga sifat yang ambisius, terutama Sian merupakan lelaki yang tidak memedulikan kehidupan percintaannya dan hanya mengejar uang." Haemal menjawab dengan kaku sampai aku sendiri merasa ada yang aneh.

Meski begitu aku tetap tidak menghiraukan perubahannya. "Hmm~... Kau menemukan orang yang mudah untuk dibeli kesetiannya, huh? Menarik sekali pilihanmu."

"Terima kasih, Nona."

Keheningan sekali lagi menyerang ruangan ini berkali-kali lebih terasa berat dari sebelumnya. Lagi-lagi itu membebaniku. Semenjak keberadaan Roux telah ketahuan oleh bawahanku, aku tidak pernah benar-benar sendiri dengan Haemal. Kurasa itulah yang menjadi alasan mengapa aku merasa sangat canggung.

Empat tahun tanpa kabar dan perpisahan yang baik, aku tidak bisa berekspektasi suasananya akan bagus.

"Ada apa dengan sikapmu?" Tanyaku yang mulai risih dengan perubahan sikap mendadaknya.

Dengan wajah datar bak patung itu dia menjawab, "saya tidak mengerti apa yang Anda katakan."

Aku berdecak. "Kau ingin bicara jujur atau kusuruh Roux menggali otakmu?"

Masih dengan wajah yang sama, dia membalas, "silakan saja."

"Aku sedang tidak bercanda, Haemal. Sungguh, katakan saja apa maumu. Kau pikir kau bisa seenaknya mengangguku dengan perubahan sikapmu yang seperti anak kecil? Aku ini majikanmu, Haemal. Di mana sopan santunmu di saat pertama kali kau melayaniku?"

"Akhir-akhir ini aku membiarkanmu bersikap sekenanya, tapi sepertinya kau kelewatan kali ini." Pungkasku menatap tajam Haemal yang mengerutkan keningnya.

Beberapa detik diriku menunggunya menjawab, hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak menghiraukan perkataanku. Diriku sungguh merasa geram, entah karena dia semakin kurang ajar atau karna diriku tak lagi merasakan keakraban dengannya.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang