Karya : Lu'lu Azmi M
Matahari terbit dari ufuk timur, cahayanya menyentuh hangat kulit putih seorang gadis berambut panjang dengan manik mata berwarna cokelat. Aruna Nayyara namanya, ia sedang duduk termenung di depan meja belajar, sedang beradu dengan pikiran nya sendiri. Mungkin bagi orang, hidup itu hanya tentang bernafas, berjalan, tidur ataupun makan. Tapi bagi Aruna, hidup itu tentang melepaskan, mengikhlaskan dan juga menerima. Ketiga hal itu adalah hal yang paling susah Aruna terapkan, karena menurutnya hal itu sangat berat untuk di lakukan. Aruna sudah banyak mengalami kehilangan. Kehilangan ibu, kehilangan kakak laki lakinya, dan juga sahabat baik nya sejak kecil, bahkan setelah beberapa tahun pun ia masi susah menerima dan mengikhlaskan hal itu. Aruna seringkali marah mengapa ia harus merasakan hal yang menyakitkan. Tapi apa boleh buat, Aruna tak punya kuasa atas segalanya.
Alarm ponsel gadis itu berbunyi, menyadarkannya dari segala pikiran nya yang begitu rumit dan tak ada habisnya. Ia pun beranjak mengambil tas dan juga cardigan cokelat andalannya. Ia menuju ke sebuah Kafe yang sering ia kunjungi, Renjana namanya. Aruna adalah tipikal gadis yang tak terlalu suka hal yang berisik, menurutnya kafe ini tepat untuk dirinya. Setelah memesan minuman Lotus, ia beralih duduk di salah satu kursi yang di dekatnya terdapat rak buku berwarna kayu. Gadis itu membuka laptop dan mengeluarkan beberapa buku buku, jika kalian ingin tahu, Aruna adalah seorang penulis. Penulis yang tulisannya tak pernah mau ia publik. Menurutnya karya nya tak begitu penting untuk orang baca, itu hanya pelampiasannya saja.
Tak jauh di sebrang sana, seorang pria dengan rambut hitam legam, dengan mengenakan sweater berwarna krem sedang sibuk menulis sebuah surat, kertasnya berwarna beige. Hal itu menarik perhatian Aruna, ia terfokus kepada apa yang pria itu sedang lakukan. Saat sedang memperhatikan, pria itu menoleh ke arah Aruna, manik mata mereka bertemu tetapi Aruna cepat cepat membuang muka ke arah lain. Canggung. Aruna kembali melihat pria itu sambil tersenyum kaku. Tak ia sangka, pria tersebut membalas senyuman nya.
Jam menunjukkan pukul 5 sore, Aruna sudah sampai di rumah sejak 3 jam yang lalu. Ia beralih membersihkan rumah sambil memutar musik klasik khas Perancis. Aruna menyukai hal berbau klasik, sederhana namun tidak mewah, mungkin sulit untuk di deskripsikan. Tak lama setelah itu, ponsel nya berbunyi, menampilkan nomor yang tidak di kenal, Aruna pun menggeser tombol hijau.
"Halo?, " Sahutnya,
"Maaf, kamu perempuan yang tadi di kafe renjana itu bukan?," pria itu bersuara.
Dahi Aruna berkerut, ia bingung darimana pria ini mengetahui nomor nya.
"Ah maaf, tadi id card kamu ketinggalan di bawah meja, kayaknya jatuh deh. Maaf ya udah berani nelfon, kamu mau ambil atau saya antarkan?," ucap pria itu.
"Mmm, gue ambil sendiri aja ya? Nanti malam jam 7 di kafe tadi boleh gak?, " tanya Aruna,
"Boleh." Telpon itu di akhiri."Kok lo ceroboh banget sih runn? Astaga mana tadi gue perhatiin dia, tiba tiba id card gue ketinggalan, sial bangett," omel Aruna kepada dirinya sendiri.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 7 malam, itu artinya ia harus mengambil Id cardnya dari seorang pria asing itu. Suasana Bandung di malam hari cukup dingin, Aruna cepat cepat berjalan menuju kafe Renjana. Saat memasuki kafe tersebut, ia menemukan pria itu duduk di tempat yang Aruna duduki sebelumnya.
"Ehemm, maaf? gue mau ambil id card," ucap Aruna tanpa basa basi.
"Oh iya... ini, panggil aja Arshaka atau Shaka."
Aruna tersenyum sembari mengambil id card nya dari tangan Shaka, "Makasih, shaka, panggil aja gue Aruna." Percakapan singkat itu berakhir begitu saja, beberapa menit hanya keheningan yang mengisi kedua insan tersebut. Aruna merasa sangat canggung sekarang.
"Yaudah, gue balik duluan ya,"
"Mau saya antar? Udah malam loh Aruna, bahaya," tawar Shaka dengan ramah. Aruna pun hanya mengangguk.
Selama perjalanan, mereka hanya terdiam, hingga mobil berhenti tepat di halaman Aruna, Shaka bersuara.
"Rumah kamu lucu, kamu suka klasik ya?," Aruna mengangguk.
"Hehe... gue masuk ya, terimakasih banyak shakaa, hati hati di jalan,"
Setelah itu Aruna masuk ke dalam rumahnya sambil menahan senyum.