BTP|06🕊

665 113 2
                                    

▪︎ 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ▪︎
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰, 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🤍

▪︎ ▪︎ ▪︎

Nyatanya ucapan Ziva semalam benar-benar dianggap serius oleh Nisa, karna pagi ini wanita itu kembali memarahi Ziva tepat setelah gadis itu duduk di antara Raka dan Tasya.

Berhasil membuat pagi Ziva terasa begitu memuakkan, bahkan selera untuk sarapan mendadak menghilang, apapun yang masuk dalam mulutnya akan terasa hambar tanpa rasa.

"Ternyata kamu gak dengerin apa yang Mamah ucapin semalem yah!" geram Nisa di sela-sela wanita itu membantu Bi Inah menyiapkan sarapan.

"Zivanya! Kamu mau sekolah, seharusnya kamu pakai seragam yang layak seperti Tasya, bukan malah pakai seragam kurang bahan kaya gini! Kamu kira semua orang bakal natap kagum dengan tubuh kamu itu? Engga! Yang ada mereka natap kamu rendah, mereka bakal natap kamu sebagai cewek murahan dan—"

"Mah! Udah, ini masih pagi," bentak Raka menyela ucapan sang Mamah dengan sorot mata tajamnya, sedangkan satu tangannya menggenggam tangan Ziva yang tengah terkepal kuat.

Raka tau adiknya itu tengah menahan emosi agar tidak meledak.

"Kamu diam! Kamu juga sama. Harusnya kamu fokus kuliah, bukan malah sibuk main cewek sana-sini! Ini nih yang bikin Mamah marah, harusnya kalian berdua fokus belajar kaya Tasya, bukan malah main-main terus! Punya tiga anak harusnya semuanya bikin bangga, bukan malah satu yang bikin bangga sedangkan dua yang lainnya malah terus nyari masalah, bikin mamah kecewa aja!"

"Tasya emang hebat banget yah Mah, bikin aku iri banget, wow!" Ziva menatap sinis pada Tasya yang sedari tadi hanya diam menikmati sarapan. Sudah Ziva tebak pasti gadis di sampingnya ini tengah merasa senang karna terus saja mendapatkan pujian, sedangkan dirinya terus saja dimarahi.

"Ziva! Jadiin Tasya contoh, jangan malah kamu iriin!" tegas Nisa.

"Ziva sama Tasya udah jelas beda, Mah! Baik buruknya Tasya akan tetap Mamah puji, sedangkan baik buruknya Ziva akan tetap jadi beban buat Mamah!"

"Bukan itu maksud Mamah, Zivanya!"

"Terus apa Mah? Ziva gak terlalu bodoh tentang pelajaran, bahkan selama ini Ziva gak pernah dapet nilai di bawah delapan puluh, tapi apa Mamah pernah bangga sama Ziva? Apa pernah Mamah ngehargai perjuangan Ziva? Enggak pernah Mah! Ziva di mata Mamah selalu buruk, jangan karna pakaian Ziva yang beda dari Tasya, bukan berarti Ziva—"

"Cukup! Gak usah dilanjut. Percuma lo koar-koar sampe mulut lo berbusah juga gak bakal bikin Mamah kagum sama lo! Gak usah sarapan, kita berangkat sekarang aja!" Raka menyela ucapan Ziva dengan sarkas, bahkan ia tak peduli dengan sang Mamah yang kini menatap marah padanya.

Perdebatan antara sang Mamah dengan Ziva tidak akan selesai jika tidak ia hentikan. Keduanya keras kepala dengan kepribadian yang sama-sama tidak mau kalah.

"Bang—"

"Ambil tas lo, gua anter lo ke sekolah!" Raka melotot pada Ziva, menegaskan nada bicaranya agar Ziva menurut dan tak lagi protes.

"Kak! Gua gimana?" tanya Tasya setelah sedari tadi diam.

"Lo? Minta anter ke Mamah, lo anak kesayangannya, sedangkan gua sama Ziva anak bebannya!"

"Raka! Jaga bicara kamu—"

"Assalamuallaikum, Mah!" pamit Raka yang langsung menarik pergi Ziva dari sana.

𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang