BTP|20🕊

486 42 0
                                    

▪︎ 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ▪︎
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰, 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🤍

▪︎ ▪︎ ▪︎

Ziva memainkan botol kosong di hadapannya dengan netra tak lepas memperhatikan lapangan yang tengah ramai oleh beberapa siswa yang tengah bermain bola, menunggu Azka yang tengah memesan baso bersama Vino dan Geri.

Ziva memilih bersikap biasa saja pada Maura setelah kejadian tempo lalu, bahkan Ziva meminta pada teman barunya itu agar tidak terlalu bersikap berlebihan padanya. Ziva tau betul jika Maura takut padanya, terlihat dari cara gadis itu berbicara dan menatap padanya dengan penuh hati-hati.

"Ada niatan buat main ke rumah gua? Biar kenal sama keluarga gua," ajak Maura menatap Siska dan Ziva bergantian.

"Kapan?" Bukan Ziva yang bertanya, melainkan Siska.

"Pulang sekolah gimana? Besok libur, kalo perlu sekalian nginep di rumah gua. Mau?" Maura berbicara dengan semangat.

"Lo mau, Ziv?" Siska beralih pada Ziva, menatap temannya yang sedari tadi hanya diam menyimak.

"Ayo aja." Ziva yang semula menatap pada Siska, kini beralih pada Maura, "cuman bertiga atau anak cowok juga?" tanyanya.

"Bertiga aja, nyokap gua gak bakal kasih izin buat bawa cowok nginep," kata Maura yang dibalas anggukan paham oleh Ziva.

"Apa nih?" Geri datang bersama Vino dan Azka dengan nampan berisi pesanan di tangan mereka.

"Maura ngajak gua sama Ziva nginep di rumah dia," jelas Siska.

"Kita gak diajak?" Geri bertanya sambil menatap pada Maura.

Maura menggeleng pelan, "cuman boleh bawa temen cewek buat diajak nginep," jelasnya yang diberi helaan napas kecewa oleh Geri.

"Lo ikut?" Ziva yang semula asik memperhatikan Geri dan yang lain, kini beralih pada Azka yang duduk di sampingnya—bertanya padanya.

"Ikut," jawabnya.

"Tapi kalo buat sebatas untuk main, lo bertiga boleh kok ikut kita. Nyokap gua cuman larang buat ajak cowok nginep aja," kata Maura yang membuat raut wajah Geri berubah senang, bahkan sorot mata pemuda itu seketika berbinar.

"Mau ikut?" tanya Ziva kembali menatap pada Azka.

"Nemenin lo," sahut Azka sambil mengangguk pelan.

Ziva kembali menghadap ke depan, lalu netranya terfokus pada Siska, temannya itu terlihat murung—seperti ada sesuatu yang membuat raut wajah gadis itu berubah.

Ziva tak ambil pusing, nanti saja ia tanyakan langsung pada temannya itu, sekarang lebih baik dirinya mengisi perutnya yang sudah kelaparan.

▪︎▪︎▪︎

Setelah bertemu dan berbincang sesaat dengan orang tua Maura serta adik lelaki gadis itu, saat ini Ziva dan yang lain tengah berada di taman belakang—pada gajebo yang lumayan cukup luas dengan kolam renang di hadapan gajebo tersebut.

Keluarga Maura terbilang cukup terpandang dan juga berada, terlihat dari rumah besar yang saat ini tengah Ziva dan yang lainnya kunjungi.

"Lo gak bilang kalo punya Ade." Geri bersuara setelah mengubah posisi terlentangnya menjadi duduk menghadap Maura.

"Gua kira itu gak penting," sahut Maura sambil terkekeh pelan.

Geri mengangguk singkat, kemudian kembali membaringkan tubuhnya. Apa yang dikatakan oleh Maura memang ada benarnya juga, jadi tidak ada yang perlu untuk dipertanyakan atau diperjelas lagi.

"Ra, gua numpang ke toilet yah." Siska meminta izin pada Maura, membuat gadis itu tersenyum geli padanya.

"Pake aja, ngapain izin? Mau sekalian ngasih gua duit dua ribu buat bayar aernya?" Siska terkekeh pelan mendengar ejekan Maura, kemudian berlalu pergi setelah Maura kembali menyuruhnya untuk pergi dan memakainya.

"Siska, ikut!" Baru saja Ziva berdiri, satu tangannya tertahan oleh Azka. Pemuda itu menatapnya dengan sorot mata kesal.

"Pala gau kejedot, sialan!" Ziva meringis pelan ketika ingat jika Azka sempat menjadikan pahanya sebagai bantal untuk pemuda itu tidur.

"Maaf, gua gak sengaja." Dengan penuh rasa bersalah, Ziva mengusap pelan belakang kepala Azka, lalu setelahnya berlalu pergi menyusul Siska.

Tepat setelah Ziva masuk ke dalam kamar mandi, yang pertama kali dirinya lihat adalah Siska yang berdiri di depan wastafel—melamun dengan pandangan kosong.

"Siska," serunya dengan menepuk pelan pundak Siska, menyadarkan Siska dari lamunannya.

"Astaga! Ngagetin." Siska berpura-pura terkejut, bahkan raut wajah gadis itu dibuat seperti tengah merasa kesal.

"Kenapa?" Pertanyaan Ziva berhasil membuat Siska menghela napas, gadis itu membalikan tubuhnya—bersandar pada wastafel dengan pandangan lurus ke depan.

"Apanya yang kenapa, Ziv?" Siska balas bertanya.

"Gatau." Ziva acuh. Dirinya hendak pergi, tetapi tertahan oleh ucapan Siska.

"Gua ngerasa kalo Geri suka sama Maura."

"Kok bisa?" Ziva membalikan tubuhnya, mendekat pada Siska dan berdiri tepat di hadapannya.

Dengan menggeleng pelan, Siska menundukkan kepalanya. "Awalnya gua masa bodo tapi kalo dipikir lagi, dari awal Maura ada di kelas sampai sekarang—" Siska kembali mengangkat wajahnya, menoleh ke samping menatap pada Ziva, "Geri keliatan beda, dia kaya berusaha buat deketin Maura. Dia kaya lagi cari perhatian buat bisa bikin Maura suka sama dia," lanjutnya dengan tawa kecil di akhir ucapannya, sebuah tawa yang keluar dengan terpaksa.

"Dari dulu yang Geri suka itu lo, Siska. Masa iya dia berpindah hati sebelum milikin lo—"

"Gak ada yang gak mungkin, Zivanya." Siska menyela cepat ucapan Ziva.

"Lagian bukannya bagus kalo tujuan Geri udah bukan gua lagi? Selama ini gua ngegantungin dia, gua kaya phpin dia doang. Wajar kalo dia suka sama cewek lain, bisa jadi setelah ini cintanya gak bakal bertepuk sebelah tangan lagi, bisa jadi sama Maura dia bakal memiliki," tambah Siska tanpa mengalihkan pandangannya dari Ziva.

Ziva hendak kembali bersuara untuk membalas ucapan Siska, tapi ketukan pintu dengan suara Azka yang menyuruhnya untuk keluar itu membuat Ziva mengurungkan niatnya.

"Jangan terlalu dipikirin, ucapan lo itu belum tentu bener sebelum Geri sendiri yang bilang kalo dia suka sama Maura!" Setelah mengatakan itu Ziva langsung berlalu pergi, balas berteriak pada Azka yang sama sekali tidak memiliki kesabaran.

"Lama bener, ngapain aja di dalem?" Bukannya menjawab pertanyaan Azka, Ziva malah sibuk memperhatikan gajebo—mencari keberadaan Maura dan Geri.

"Zivanya!"

Zivanya mengeram kesal, menatap Azka dengan tatapan tajamnya. "Gak usah kepo, lo bukan dora!" dengkusnya dan berlalu pergi dengan kaki yang di hentakkan.

Azka menghela napas pelan, berusaha untuk tetap sabar pada Ziva yang malah mendadak kesal padanya itu. Berniat untuk menyusul kekasihnya, tapi pandangan Azka terhenti pada Siska yang tengah memperhatikannya. Memilih acuh, Azka berlalu pergi mengejar kekasihnya.

•••

|𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧|
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
---

𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang