BTP|19🕊

304 41 0
                                    

▪︎ 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ▪︎
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰, 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🤍

▪︎ ▪︎ ▪︎

Entah untuk kali keberapa Azka memperhatikan pintu Apartement Vino, menunggu kekasihnya yang belum juga kembali dari minimarket.

Azka takut Ziva akan kembali mencari masalah di luar sana, apalagi kekasihnya itu pergi bersama Geri.

"Azka! Coba lo cari bagian ini di google, gua cari di buku paket kagak ada," titah Maura tanpa mengalihkan pandangannya dari buku paket.

Azka hanya mengangguk singkat dan fokus pada laptop—mencari yang diminta oleh Maura.

Saat ini mereka tengah mengerjakan tugas bersama, tentu saja dengan paksaan Ziva yang meminta mereka untuk mengerjakannya di Apartement Vino. Awalnya si pemilik menolak, tapi paksaan dari Ziva dan ancaman dari Azka, mau tidak mau Vino pasrah—mengiyakan kemauan Ziva.

Padahal masih banyak tempat yang bisa mereka gunakan, mengapa harus Apartementnya yang selalu menjadi sasaran? Menyebalkan memang.

"Yang ini bukan, sih?" tanya Azka. Dirinya dibuat terkejut saat Maura tiba-tiba berada di sampingnya sambil mendekatkan wajahnya pada layar laptop, membuat wajahnya dengan wajah gadis itu begitu dekat.

Dengan cepat Azka menjauhkan wajahnya, bisa bahaya jika Ziva datang dan berakhir mencurigainnya.

"Ini kurang lengkap, bisa lo cari lagi?" Maura bertanya sembari menoleh pada Azka—membuat wajah keduanya kembali menjadi dekat.

"Minggir dulu, bisa?" pinta Azka, demi tuhan dirinya merasa tak nyaman sekaligus takut jika Ziva mendadak datang.

"Eh? Oh, maaf." Maura berniat untuk berpindah tempat, tapi dobrakan pintu yang cukup keras membuatnya terkejut dan refleks memeluk tubuh Azka.

Azka ikut terkejut, bahkan kini jauh lebih terkejut. Bukan hanya karna Maura yang memeluknya saja, tapi juga saat ia menoleh ke arah pintu—di depan sana ada Ziva, si pelaku yang telah mendobrak pintu Apartement.

"Ziva—" Suara Azka tercekik, dirinya langsung melepas paksa Maura yang memeluknya saat raut wajah Ziva yang semula terlihat senang berubah datar.

Azka yakin jika kekasihnya itu akan berpikir yang tidak-tidak, marah padanya dan mungkin akan berakhir mendiaminya.

"Ziv-ziva ... lo-lo salah paham, gu-gua gak sengaja peluk Azka, gua refleks karna kaget." Dengan gugup Maura berusaha menjelaskan pada Ziva, dirinya takut teman barunya itu akan marah dan berakhir melakukan sesuatu yang menyakitinya.

Maura sempat diberi tahu oleh Vino tentang Ziva, katanya tidak ada yang berani untuk mendekati Azka atau sekedar untuk tebar pesona pada kekasih dari gadis itu, Zivanya tidak akan segan-segan untuk memberi pelajaran pada orang yang berani mengusik hubungannya, apalagi jika berani untuk merebut Azka darinya.

Maura tidak ingin mencari gara-gara pada Ziva, apalagi kepindahannya untuk mencari teman, bukan mencari musuh.

"Sis, bantu gua bikin mie," pinta Ziva sambil berlalu pergi ke dapur.

Siska hendak mengekor Ziva, tapi isyarat dari Azka membuatnya memilih untuk bergabung dengan Maura yang yang kini terlihat ketakutan.

Biarkan saja Azka yang mengurus Ziva, berharap saja Ziva tidak membuat hancur dapur Vino.

"Gua sama sekali gak ada niatan buat modus ke Azka—"

"Gua percaya, tenang aja. Ziva gak akan macem-macem ke lo, jangan takut." Siska mengusap pelan pundak Maura, dirinya bisa melihat jelas ketakutan dalam sorot mata temannya ini.

▪︎
▪︎
▪︎

Segala cara sudah Azka lakukan agar Ziva berhenti untuk mendiaminya, bahkan Azka terus saja menjelaskan pada Ziva jika apa yang gadis itu lihat hanya salah paham saja, tidak ada sesuatu di antara pemuda itu dengan Maura.

Namun tetap saja Ziva memilih acuh, tetap mendiami Azka dan meniadakan kehadiran Azka yang sedari tadi terus saja berbicara tanpa henti.

"Vin! Suruh yang lain ambil mie," suruh Ziva pada Vino yang sedari tadi bersandar di ambang pintu, memantau sekaligus berjaga-jaga, takut nantinya Ziva mengamuk dan malah dapurnya yang jadi korban.

"Lo berdua keluar gih, makan barengan di balkon," balas Vino yang langsung berlalu pergi.

Ziva mau pun Azka paham pada ucapan Vino barusan, pemuda itu menyuruh mereka untuk memisahkan diri—hanya berdua untuk menyelesaikan kesalahpahaman bagi Azka dan kecurigaan bagi Ziva.

"Yank—" seru Azka dengan suara pelan.

Ziva menghela napas, menatap malas pada Azka yang tengah memelas padanya itu. "Ambil mie lo," suruhnya dan langsung berlalu pergi menuju balkon Apartement, duduk di salah satu kursi sambil menunggu kedatangan Azka.

Ziva tidak terlalu mempermasalahkan kejadian tadi, dirinya hanya binggung saja. Pertanyaan apa yang harus memenuhi isi kepalanya? Kecurigaan apa yang tepat untuk ia rasakan tentang kejadian tadi? Kemungkinan-kemungkinan apa yang harus ia pikirkan setelah ini?

Helaan napas kasar lolos dari belah bibir Ziva, terdengar begitu keras hingga membuat Azka yang baru saja meletakan dua mangkuk mie pada meja itu menoleh pada Ziva.

"Lo beneran gak percaya sama gua?" Azka berjongkok di hadapan Ziva, menggenggam kedua tangan kekasihnya dengan pandangan tak lepas dari Ziva yang menatap datar padanya.

"Demi tuhan, Yank! Gua gak ada niatan buat macem-macem di belakang lo. Gak ada apa-apa antara gua sama Maura, gak ada yang perlu lo curigai," jelasnya dengan terus terang, berharap kekasihnya percaya dan tidak lagi mencurigainnya.

"Kalo lo masih curiga, lo boleh tanya ke Vino—" Azka menghentikan ucapannya saat pemuda itu mengingat sesuatu.

Ah, sialan! Mengapa Azka melupakan temannya itu? Saat kejadian tadi ada Vino yang duduk tak jauh darinya.

"Vin! Vino!" panggil Azka yang kini sudah berdiri di ambang pintu, memanggil Vino dengan penuh paksaan.

"Apaan sih, anjing!" Vino melepas paksa tangan Azka yang menariknya paksa hingga berada di hadapan Ziva.

"Lo, sialan! Kasih tau Ziva tentang kejadian tadi. Jangan ngelak atau pun bohong, lo ada di belakang gua dari awal sampai Ziva dateng!" tegas Azka dengan menatap tajam pada temannya itu.

Vino mendengkus kasar, mengalihkam pandangannya pada Ziva yang tengah memperhatikannya. "Apa yang udah Azka jelasin ke lo itu bener, Ziva. Gak ada apa-apa di antara dia sama Maura, lo salah paham. Maura juga tadi udah jelasin kalo dia kaget dan refleks peluk cowok lo. Udah gak usah dibikin ribet, cuman hal sepele doang." Setelah menjelaskan, Vino kembali masuk ke dalam. Masa bodo pada Azka yang sempat menahannya itu.

"Zivanya—" seru Azka kembali berjongkok di hadapan Ziva.

"Makan mie lo. Gua cuman kesel aja, bukan curiga," katanya yang membuat Azka tersenyum senang. Berdiri dan duduk di samping Ziva.

"Gak ada yang perlu lo curigai, yang gua cinta itu lo, Zivanya. Bukan orang lain," ucap Azka.

"Serah lo."

▪︎▪︎▪︎

|𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧|
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
---

𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang