▪︎ 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ▪︎
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰, 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🤍▪︎▪︎▪︎
Pukul 01.00
Saat ini mereka—Ziva dan yang lain tengah duduk melingkar pada karpet yang sengaja di gelar untuk menonton film. Setelah cukup puas menonton beberapa film horor, kini mereka memutuskan untuk bermain game dengan botol kosong di tengah. Mereka akan bermain game truth or dare—permainan yang sengaja diusulkan oleh Ziva.
Kini permainan pun dimulai dengan botol yang diputar oleh Vino, lalu berhenti pada Geri.
"Jujur atau tantangan?" tanya Vino.
"Jujur!" kata Geri dengan percaya dirinya.
"Siapa yang lo cinta?" Bukan Vino yang bertanya, melainkan siska.
"Udah pasti bukan lo lagi." Geri menggenggam tangan Maura yang duduk di sampingnya, pandangannya yang semula pada Siska kini ia fokuskan pada Maura, "Maura yang gua cinta, bahkan kalo dia mau—saat ini juga gua bakal ngajak dia pacaran!" lanjutnya dengan penuh keseriusan. Berhasil membuat Maura merasa malu dan Siska yang berubah kesal.
"Lanjut!"
Botol kembali diputar, permainan kembali berlanjut dengan botol yang sempat Ziva putar itu berhenti tepat pada Siska.
Ziva tersenyum puas, ini yang sedari tadi dirinya tunggu, targetnya sedari tadi antara Azka dan Siska.
"Jujur atau tantangan, Sis?" tanya Ziva sambil tersenyum tipis.
"Tantangan," jawab Siska dengan cepat, semakin membuat Ziva merasa semakin puas.
"Kayanya lo suka yang menantang yah." Ziva menyindir Siska lewat candaanya.
"Dari tadi gua udah jujur mulu, kali-kali ambil tantangan," kata Siska memberi alasan.
"Oke!" Ziva menegakkan tubuhnya, melepaskan tangannya yang sedari tadi terus saja digenggam oleh Azka dan berucap, "cium Azka di depan kita semua!" Tepat setelah ucapan Ziva selesai, mereka yang sempat terlihat santai—kini berubah menegang, terutama Azka dan Siska, reaksi keduanya yang sedari tadi Ziva tunggu.
"Jangan becanda! Gua gak suka." Ziva menoleh ke samping, menatap santai pada Azka yang menatap tajam padanya. Memilih acuh, Ziva kembali menatap pada Siska, menunggu gadis itu untuk menerima tantangannya.
"Ganti tantangan lo! Gua bukan mainan lo, Zivanya!" gertak Azka saat perkataanya tak dihiraukan oleh Ziva.
"Lo gak berani?" tanya Ziva tanpa mengalihkan pandangannya dari Siska, dirinya tetap masa bodo pada Azka yang kembai mengamuk itu.
"Ziva ganti!" Vino ikut bersuara, ia tidak ingin ada keributan antara Azka dan Ziva, dirinya pun tidak ingin momen liburannya menjadi hancur berantakan oleh kelakuan gila Ziva.
"Kenapa? Ciuman sebagai sahabat, apa salah—"
"Lo gila—ah, sialan! Persetan dengan otak gila lo itu, lo bener-bener kelewatan!" Azka menyela cepat ucapan Ziva dengan marah, rahangnya mengeras dengan tatapan tajam yang dilayangkan pada Ziva.
"Sialan!" Azka kembali mengumpat, melempar kasar botol di tangannya dan beranjak meninggalkan mereka yang masih berada dalam ketegangan.
"Maksud lo apa kaya gitu, Ziv?" Ziva tersenyum kecil, netranya yang semula memperhatikan kepergian Azka kini beralih pada Siska, gadis itu bertanya dengan raut wajah kecewa.
Astaga, ingin rasanya Ziva tertawa dan meludahi wajah Siska.
"Apa? 'Kan lo sendiri yang pilih tantangan," kata Ziva sambil terkekeh pelan.
"Terserah!" balas Siska yang ikut berlalu pergi.
"Lo waras!" Vino memaki dengan penuh rasa kesal.
"Kalo di belakang gua bisa, kenapa di depan gua gak bisa?" tanya Ziva dengan santainnya, kembali tertawa hingga membuat Vino dan Geri merasa tak habis pikir pada kegilaan Ziva.
"Gu-gua sama Ken ke dalem duluan yah," pamit Maura sambil berdiri, dirinya dan Ken tidak perlu ikut campur pada masalah itu.
"Tapi Kak—"
"Ikut gua!" paksa Maura yang membuat Ken dengan pasrah menurut. Padahal Ken ingin tetap di sana, mencari tau apa yang sebenernya telah terjadi—siapa tau ia bisa membantu Ziva.
"Lo terlalu berani! Gimana kalo mereka mikir kalo lo tau tentang mereka?" tanya Vino.
"Lebih cepat lebih baik! Tangan gua udah gatel banget buat tampar mereka," kesal Ziva dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
"Kalo gitu, selesain semuanya! Gak usah so-soan ikut serta atau ambil alih permainan mereka," titah Vino, mengangkat wajahnya saat Ziva berdiri dari duduknya.
"Ini urusan gua, jangan ikut campur!" Ziva berlalu pergi meninggalkan Vino yang kini tengah mendumel tanpa suara.
Tujuan Ziva saat ini adalah mencari Azka, entah ada di mana pemuda itu saat ini.
"Kak!"
Langkah Ziva terhenti saat namanya dipanggil. Ziva berbalik, menatap binggung pada Ken yang tengah terlihat gelisah.
"Kenapa?" Ziva bertanya saat Ken tak kunjung bersuara.
"I-ikut gua!" pinta Ken—lebih tepatnya memaksa Ziva untuk ikut dengan pemuda itu.
Ziva yang binggung memilih menurut saja, membiarkan Ken membawanya dengan satu tangannya yang pemuda itu tarik.
"Liat Kak!"
Ziva mengikuti arah yang di tunjuk oleh Ken. Kini pandangannya terfokus pada dua orang yang tengah berciuman di depan sana—Azka dan Siska.
Ziva tersenyum sinis dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Kini ia bisa melihatnya secara langsung—raut wajah penuh napsu keduanya, serta tangan mereka yang ikut mencari kepuasan. Apalagi posisi mereka saat ini—Siska yang duduk pada pangkuan Azka, Ziva yakin jika mereka sudah benar-benar hanyut oleh napsu.
"Padahal gua nyuruh mereka ciuman di depan semua orang, kenapa malah ciuman di belakang kita?" gumam Ziva dengan tawa kecil yang terdengar begitu sakit.
Ken yang mendengarnya langsung menggenggam tangan Ziva, berniat untuk menguatkan Kakak kelasnya yang mungkin saat ini tengah merasa begitu hancur.
Ziva beralih pada Ken, tersenyum sinis dan berkata, "kalo lo ngiranya gua bakal nangis dan ngerasa hancur lo salah besar, Ken. Gua sama sekali gak ngerasa apa pun!" katanya sambil kembali tertawa.
"Kak—"
"Tunggu!" Ziva mengeluarkan ponselnya, ia harus merekamnya untuk ia jadikan momen terindah untuk Siska dan Azka.
Setelah puas merekam dan mengambil beberapa poto, Ziva kembali menatap pada Ken. "Balik ke Vila yok, makin malem makin dingin udaranya," ajak Ziva yang dituruti oleh Ken.
Sudah cukup Ziva menonton mereka, biarkan mereka semakin hanyut dalam napsu keduanya, melakukan sesuatu yang lebih tanpa mau ia tonton.
Untuk saat ini dan entah sampai kapan, Ziva membiarkan mereka merasa senang dan aman, dirinya mengizinkan keduanya untuk berbahagia dengan kegilaan mereka. Hingga nanti saat waktunya tiba, Ziva akan menyudahi semuanya, memberi sesuatu yang tidak akan dilupakan oleh mereka. Untuk saat ini, Ziva hanya perlu memaksa diri untuk bertahan sampai perasaanya benar-benar selesai hingga tidak meninggalkan apa pun.
▪︎▪︎▪︎
|𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧|
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
---
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧.✔
Teen Fiction• 𝐁𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧𝐦𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫-𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫 𝐬𝐞𝐥𝐞𝐬𝐚𝐢. • • • Ziva dan Azka adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan untuk waktu yang cukup lama. Hubungan keduanya juga tak serta-merta s...