BTP|23🕊

439 49 0
                                    

▪︎ 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ▪︎
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰, 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🤍

▪︎▪︎▪︎

Tujuan Azka saat ini adalah rooftop, di mana Siska tengah menunggunya di sana. Semuanya harus selesai dengan cepat sebelum Ziva curiga akan kepergiannya.

Azka sempat berbohong pada gadis itu, dirinya mengatakan akan pergi ke toilet dan menyuruh Ziva untuk lebih dulu pergi ke kantin bersama yang lain.

Setelah sampai di rooftop, Azka tak lupa menutup pintu, lalu berjalan mendekat pada Siska yang sudah menunggunya itu.

"Apa yang mau lo omongin?" tanya Siska tanpa menunggu kekasih dari temannya itu duduk terlebih dahulu.

"Masalah lo sama Geri," jawab Azka yang malah membuat Siska tertawa setelah mendengarnya.

"Harus banget lo ikut campur?" Tawa Siska mereda, gadis itu kembali memasang wajah datarnya.

"Waktu kita gak banyak, jadi tolong—"

"Kenapa gak ngajak Ziva aja sekalian? Takut?" Siska kembali tertawa, sengaja menyela Azka untuk mengejek pemuda itu.

"Siska!" seru Azka dengan menatap tajam gadis di sampingnya ini.

"Cepet! Apa yang mau lo omongin?" tanya Siska.

"Sebenernya apa mau lo? Lo gak nerima ajakan Geri buat pacaran, tapi lo juga gak terima kalo Geri suka sama Maura," kata Azka.

"Gua gak terima aja kalo dia secepat itu berpindah hati." Siska menghela napas, mengalihkan pandangannya pada langit yang tidak terlalu terik itu.

"Kalo emang lo gak mau Geri suka ke yang lain, kenapa gak lo terima dia—"

"Sebenernya bukan Geri yang gua mau." Siska kembali menatap Azka, tertawa pelan saat wajah pemuda di sampingnya ini berubah terkejut.

"Maksud lo?"

"Maksud gua ... selama ini gua gak pernah cinta sama Geri, gua cuman nyaman sama perhatian yang dia kasih ke gua. Alasan gak terimanya gua kalo Geri suka ke yang lain itu ... karna gua pengen, cuman gua yang ngerasain perhatian dia, gua gak mau ada cewek lain yang Geri buat nyaman selain gua!"

Apa yang dijelaskan oleh Siska itu berhasil membuat Azka tak habis pikir, bagaimana bisa gadis itu bisa sekejam itu mempermainkan perasaan seseorang. "Lo waras?" tanyanya.

Dengan santainnya, Siska menggeleng pelan. "Gua gila, puas?"

"Biarin Geri deket sama Maura sampai mereka jadian! Lo gak ada hak untuk ngelarangnya. Udah cukup selama ini lo nyiksa dia dengan kasih harapan yang gak ada ujungnya! Lo gila, bikin temen gua berharap tapi gak lo kasih kepastian!" Azka mengatakannya dengan penuh emosi, bahkan sorot matanya pun kini berubah penuh kekesalan.

"Sialan! Lo kira gua mau bikin dia berharap tanpa gua kasih kepastian? Asal lo tau, azkano! Gua ngelakuin itu karna terpaksa," sahut Siska yang ikut emosi.

"Terpaksa di bagian mananya? Bukannya tadi lo bilang—"

"Gua ngelakuin itu karna gua suka sama lo, Azkano!" Pengakuan dari Siska itu berhasil membuat Azka membeku, dirinya mendadak dibuat bungkam oleh keterkejutannya.

"Ais, sialan! Lo kira gua gak kasian dengan apa yang gua lakuin ke Geri? Lo salah. Demi tuhan, gua ngelakuinnya karna terpaksa, karna cuman Geri yang bisa bikin mood gua kembali membaik setelah ngeliat kebucinan lo sama Ziva! Cuman Geri yang bisa bikin sakit hati gua membaik setelah gua liat lo sama Ziva bermesraan dan umbar cinta di depan gua—"

"Gua pacar temen lo sendiri, sialan!" Suara Azka meninggi, pandangannya pada Siska kini berubah tajam.

Untuknya ini gila, bahkan sungguh gila! Selama ini dirinya tak pernah melakukan sesuatu yang berakhir membuat Siska tersentuh dan menaruh hati padanya. Apa yang ia lakukan tidak pernah berlebihan.

"Ini bukan kemauan gua, bahkan gua gak pernah nyuruh hati gua buat suka ke lo." Siska berniat untuk menggenggam tangan Azka, tetapi pemuda itu lebih dulu menepisnya dengan kasar.

"Berani macem-macem di hubungan gua sama Ziva, lo bakal abis!" ancam Azka.

"Azka ... gua bisa jadi yang kedua, bahkan gua gak masalah kalo lo jadiin pelampiasan kalo lo lagi ada masalah atau bosen sama Ziva," kata Siska dengan tatapan memohon.

"Lo emang gila, Siska! Secara gak langsung lo nyakitin temen lo sendiri."

"Gua gak peduli! Cinta gua ke lo bener-bener serius. Yang hati gua mau itu lo, Azkano! Gua mohon jadiin gua yang kedua, gua rela ngelakuin apa pun—bahkan gua bakal kasih tubuh gua ke lo, asalkan lo mau terima gua."

"Kalo Ziva tau, lo bakal mati!" Azka beranjak dari tempatnya, berlalu pergi tanpa memperdulikan teriakan Siska yang terus saja memohon padanya.

Gadis itu benar-benar telah kehilangan akal, bahkan begitu gila—rela memberi tubuh hanya karna cinta.

Astaga! Bagaimana bisa gadis itu menyakiti temannya sendiri dengan menusuknya dari belakang? Teman macam apa dia yang malah memiliki niat untuk menghancurkan hubungan temannya sendiri.

Tak lama setelah kepergian Azka, dua orang muncul dari balik lemari yang tak jauh dari posisi pintu rooftop.

"Menurut lo gimana?" tanya Vino pada Geri masih dalam keterkejutannya.

Vino paham bagaiman perasaan temannya ini, apalagi Geri sudah cukup lama menaruh hati dan berharap pada Siska. Namun, nyatanya selama ini pemuda itu malah diberi harapan palsu saja—lebih jahatnya lagi dijadikan pelampiasan.

"Apanya?" tanya Geri setelah cukup lama terdiam.

"Perasaan lo setelah denger semuanya," ucap Vino dengan sesekali menoleh pada pintu rooftop, jaga-jaga takut Siska muncul.

"Perasaan gua gak penting. Masalah sekarang adalah Ziva, lo tau 'kan gimana tuh lonte kalo tau tentang ini? Secara Siska temen dia, bahkan dipercaya banget. jadi—mau diem atau cepu?"

"Apa yang kudu dicepuin? Mereka gak selingkuh. Lo denger 'kan apa yang diomongin sama Azka tadi?" Geri mengangguk paham, apa yang dikatakan oleh Vino ada benarnya juga.

"Gini aja, untuk sekarang kita bersikap kaya biasa aja, pura-pura kalo tadi kita gak denger pembicaran mereka. Tapi kita tetep pantau mereka, kita liat gerak-gerik mereka setelah ini, terutama Azka—gua takutnya tuh bocah bakal berubah pikiran dan nekat main gila sama Siska!" tambah Vino yang hanya diberi anggukan pelan oleh Geri.

"Tapi, Ger. Lo gak mau ngelakuin sesuatu, gitu? Secara lo baru aja tau kalo selama ini cinta lo bertepuk sebelah tangan, coy! Perasaan lo dimainin dan semua perjuangan lo selama ini malah berakhir sia-sia." Di akhir ucapannya, Vino tertawa pelan—merasa lucu akan kisah menggenaskan temannya ini.

"Gua belum kepikiran mau ngelakuin apa. Niat awal gua yah itu, ngasih tau Ziva biar tuh jelmaan kuyang habis diamuk sama Ziva." Bukannya kesal atau pun merasa tersindir, Geri malah balas tertawa.

"Ada saatnya Ziva tau, tapi jangan sekarang. Lagian kita gak tau 'kan apa yang akan dilakuin sama Siska setelah ini," ujar Vino.

Mendengat pintu rooftop terbuka, keduanya kembali bersembunyi di balik lemari. Mereka bisa melihat kepergian Siska dari sela-sela lemari.

"Ger, kalo lo serius sama Maura, fokus ke dia aja. Bikin cinta lo terbalaskan, oke?" Vino menepuk pelan pundak Geri saat pemuda itu mengangguk mengerti.

▪︎▪︎▪︎▪︎

|𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧|
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
---

𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐟𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang