23. Ruang dan Waktu yang Tertutup

1K 199 47
                                    

Hyunseo ingat pria ini. Dia pria yang dulu mengantarkan gaun pesanan Jungkook untuknya di malam itu, malam di mana mereka terpaksa menetap di satu kamar hotel tua yang suram. Malam di mana Jungkook menyeretnnya ke dalam permainan yang berakhir jauh lebih serius dan tenggelam lebih dalam dari seharusnya.

"Kau sekretaris Jungkook. Aku ingat," sebut Hyunseo pada pemuda yang kini berdiri saling berhadapan di batas pintu terluar kontrakan sederhananya.

"Ya. Aku Choi Soobin, sekretaris sajangnim," balas si pemuda.

Hyunseo memutar pergelangan tangannya dan melirik pada penanda waktu bertali kecil di sana. "Aku harus berangkat bekerja dalam lima belas menit lagi," sebutnya tanpa sungkan. Dia tak punya waktu untuk berbasa-basi. Dua hari lalu, dia baru saja diterima bekerja pada sebuah gerai cepat saji lokal. Demi kesan yang baik, dia tidak ingin terlambat walau satu menit. "Apa keperluanmu kemari, Tuan Choi? Jika ada apa pun itu yang berkaitan dengan Jugkook, lakukan dengan cepat."

Choi Soobin terlihat sedikit kesal tapi tahu bahwa tak ada yang dapat dia lakukan, jadi dia hanya tersenyum dengan sedikit paksaan, "Bagian keuangan kesusahan untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening Anda, Nyonya Park, apa ada kesulitan yang bisa kubantu?"

"Tidak ada. Sekarang, pergilah," jawab Hyunseo cepat lalu sesegera mungkin menutup pintu. Sialnya, pintu itu gagal menutup sempurna saat tangan Soobin menahannya. "Tuan Choi, kecuali kiamat datang dan kau penyelamat kami, aku akan membuka pintu ini lebih lama untukmu. Tapi kau bukan penyelamat kiamat, dan aku harus pergi bekerja lima belas menit lagi," sarkas Hyunseo. Dia melirik jamnya lagi, "Empat belas menit kalau sekarang."

"Beri aku waktu lima menit saja, Nyonya Park. Itu cukup, kan?"

Mereka berdua hanya saling menatap--Hyunseo dengan lirikan malasnya.

"Aku akan mengantar Anda bekerja, jadi Anda tidak perlu menghemat waktu demi menunggu bus di halte," ujar Soobin. Di balik senyum terpaksanya dia bersumpah, jika nanti Jungkook mengadakan makan malam bersama karyawan lagi (yang tidak tahu kapan karena bosnya itu pergi tanpa memberi kepastian kembali), dia akan melayangkan protes. Soobin kesal karena Jungkook membuatnya harus terlihat seperti sales keliling demi meyakinkan seorang ibu rumah tangga agar mau mendengarkannya. Sekretaris dirut mana yang harus membujuk sampai begini padahal sudah berpakaian perlente?

"Tuan Choi ..." Hyunseo menyela lagi, namun Soobin lekas memotong.

"Aku juga bisa menjaga Woojin untukmu selama kau bekerja, jadi kau tidak perlu membayar pengasuh."

"Ayahnya sudah membayar penuh biaya daycare."

"Oh."

"Lagipula aku tidak akan membiarkan anakku diasuh oleh seseorang yang tidak kompeten."

Soobin tersenyum lagi walau terpaksa. Di dalam mulut, gerahamnya saling beradu gemas. "Aku terbiasa menjaga dua keponakanku dari sejak mereka bayi, Nyonya Park," Dia membela diri dengan raut palsu, dua sudut senyumnya nyaris menyentuh mata, seolah-olah ucapan Hyunseo tidak membuat harga dirinya terganggu.

"Tetap saja kau orang asing bagiku."

Senyum terpaksa milik Soobin seketika menjadi garis datar karena tahu Hyunseo benar. Dia tak membantah lagi. Sifat keras kepala wanita di hadapannya ini tertutupi oleh wajah cantiknya, pikir Soobin. Beauty privilege. Mungkin ini juga yang membuat Jungkook tergila-gila. Bayangkan saja, bosnya itu sampai ngotot ingin terus memberi Park Hyunseo sokongan bulanan berupa uang dengan nominal fantastis, padahal status mereka makin tak jelas. Membiayai anaknya pula. Anak dari laki-laki yang Soobin tahu betul adalah rival sejati Jungkook. Jika bukan karena jatuh cinta pada wajahnya yang luar biasa rupawan dan prinsipnya yang tak tergoyahkan seperti ini, sudah pasti alasan lainnya adalah bosnya itu terkena sihir voodoo. Soobin mencebik tanpa suara.

Grand Coeur | JJK x OC x KTH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang