Mata itu terbuka perlahan. Pandangannya tertuju pada sebuah jam dinding yang kini menunjukkan pukul 04.00 Sebenarnya masih terlalu pagi untuk bangun. Namun ini sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari sejak kecil.
Pandangannya mengitari seisi kamarnya yang sederhana. Tak ada barang mewah sedikit pun. Bahkan sebuah lemari pun tak ada.
"Semangat, Jazel!"
Dengan perlahan ia bangkit dari posisi berbaringnya setelah sebelumnya merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Melipat selimut sebentar, selanjutnya ia melangkah keluar dari kamar menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, menunaikan ibadah salat subuh.
Sebuah rutinitas pagi sebelum ia berangkat kerja, Jazel akan mencuci baju, piring, dan memasak sarapan untuk ibu dan adik laki-lakinya.
Hanya ada 2 telur dan nasi kemarin sore. pemuda itu menghela napas pelan. Jika sudah begini, kemungkinan ia tak akan sarapan. Mungkin ia hanya akan sarapan dengan sisa makanan nanti. Jazel memotong bawang merah, bawang putih, dan beberapa cabai. Ia akan memasak nasi goreng untuk ibu dan adik laki-lakinya.
"Semoga aja mereka mau sisain sedikit aja."
Jazel meletakkan nasi goreng yang ia masak di atas meja. Pemuda itu pun juga menyiapkan kopi untuk sang ibu dan susu hangat untuk adiknya.
Jazel melirik jam dinding. Sebentar lagi pasti mereka akan keluar dari kamar dan menagih sarapan. Hal yang menjadi kebiasaan dalam rumah ini.
"Jazel, sarapannya udah?"
Seorang wanita paruh baya muncul dengan pandangan tajamnya mengarah pada Jazel. Pemuda itu mengangguk sembari mengukir senyum.
"Udah, Bu. Cuman nasi goreng sama telur," Jazel tersenyum miris, "Ibu, k-kalau boleh tolong sisakan sedikit nasi gorengnya buat Jazel."
TAK!
Jazel memejamkan mata sesaat ketika sang ibu -- Renata -- membanting kasar sendok yang ia pegang. Matanya menatap Jazel dengan pandangan jengkel.
"Kamu mau nasi goreng ini?"
Renata tersenyum sinis. Ia mengambil beberapa sendok nasi goreng ke atas piring. Jazel hampir saja mengulas senyum sebelum akhirnya ekspetasinya terpatahkan. Sang ibu dengan tanpa perasaan membuang nasi goreng itu di atas lantai.
"Ambil. Itu jatah sarapan kamu."
Hati Jazel kembali tergores dengan perlakuan Renata. Dengan tangan yang bergetar, pemuda itu memungut nasi goreng yang sudah susah payah ia masak dengan perasaan yang hancur. Seharusnya ini menjadi hal biasa baginya. Perlakuan ibunya memang tak pernah baik padanya.
"Ngapain lo?"
"Udah, Raka. Biarin. Kamu sini. Mending sarapan sama Ibu."
Jazel melirik sekilas ibu dan adiknya -- Raka yang kini sudah menikmati nasi goreng itu tanpa memedulikan dirinya. Menghela napas pelan, pemuda itu melangkah ke arah dapur. Cowok itu terduduk lesu di samping rak piring. Setitik air mata lolos membasahi pipinya. Dengan tangan yang bergetar, ia menyuapkan nasi goreng yang tadi sudah jatuh di lantai.
"I-Ibu, permintaan Jazel sederhana. Cuman pengin Ibu sayang aku."
🆃🅱🅲
👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendekap Lara (END)
Teen FictionTak pernah Jazel bayangkan ia akan dijual oleh ibunya sendiri. Hidupnya memang beban bagi keluarganya. Namun Jazel tak menyangka, perlakuan sang ibu padanya selayaknya sebuah barang. "Anak ini penyakitan dan nggak berguna. Tapi saya tetap akan menj...