Suara roda brankar terdengar menemani suasana menegangkan di sebuah koridor rumah sakit. Jazel dibaringkan di sana. Hampir sekujur tubuhnya penuh luka. Wajahnya bahkan dipenuhi oleh cairan merah kental. Para tenaga medis bergerak cepat membawa Jazel ke IGD karena dilihat keseluruhan, kondisi pemuda itu jauh dari kata baik.
"Dokter, ada pasien kecelakaan!"
Para tenaga medis di sana bergerak cepat dan gesit menangani Jazel yang telah sepenuhnya tak sadarkan diri. Napas pemuda itu bahkan hampir tak terasa. Maka setelah membersihkan seluruh luka pada wajah dan tubuh Jazel dengan langkah-langkah medis, dokter memutuskan untuk memasang beberapa alat medis, termasuk memasang *Cervical Collar dan *intubasi setelah sebelumnya mengganti baju Jazel dengan baju rumah sakit. Waktu berjalan begitu saja hingga mereka telah selesai menangani Jazel. Mereka pun keluar dari ruang IGD. Perlu waktu 2-3 jam pemantauan di ruangan itu sampai dokter bisa memindahkan Jazel ke ruang ICU.
"Hubungi keluarga pasien, Sus. Apa ada tanda pengenal yang bisa dihubungi?"
Sang perawat mengangguk. Lantas ia meraih ponsel milik Jazel. Tertera nama kontak 'Kembaran Tersayang' yang menarik atensi perawat itu. Wanita itu pun menekan tombol call, untuk mengabari kondisi Jazel. Sangat beruntung Jazel sempat membawa ponsel dalam sakunya, jika tak membawa identitas apa pun, mereka akan kesulitan mencari keluarga Jazel.
"Halo, Kak Jazel? Kakak di mana?"
"Maaf ini bukan Saudara Jazel. Saat ini masnya sedang ada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan."
Ada kegaduhan tertangkap pendengaran sang perawat. Dan ini sangat wajar, pasti yang menerima teleponnya saat ini sedang mengalami syok.
"K-Kecelakaan? K-Kak Jazel?"
Sang perawat mengangguk. "Benar, Mas. Saudara Jazel saat ini ada di IGD rumah sakit Lentera Kasih--"
Sambungan telepon diputus sepihak oleh Jilan di seberang sana. Membuat sang perawat tersenyum maklum.
"Pantau terus keadaan pasien, Sus. Kita perlu menunggu 2-3 jam, dan sepertinya ada yang salah dengan jantungnya. Kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah ini."
Sang Dokter pun melangkah pergi meninggalkan beberapa perawat yang sejak tadi tadi membantu menangani Jazel.
***
Tak pernah Jilan bayangkan ia akan berada di ruangan ini, ruang *ICCU. Setelah 2 jam berada di *IGD, dokter memindahkan Jazel ke ICCU karena pemuda itu adalah pasien penyakit jantung.
Bunyi alat medis menemami sang kembaran yang sedang terpejam erat. Jilan yang sudah memakai baju kusus steril melangkah pelan menuju saudaranya yang terbaring di sana. Ia ingin memanfaatkan waktu jenguk 1 jam dengan terus memberi semangat. Matanya sembab. Sejak menerima kabar Jazel mengalami kecelakaan, pemuda itu tak mampu menahan air matanya.
"K-Kak ...," suara Jilan bergetar, sulit hanya untuk mengucapkan satu kata saja, "kenapa?"
Jilan duduk di kursi yang ada di samping ranjang pesakitan kakaknya. Dalam tatapnya, Jilan bergidik ngeri sekaligus tak tega melihat banyak alat medis yang terpasang di tubuh kurus Jazel. Kabel-kabel yang entah apa fungsinya menempel di balik baju pasien kakaknya, belum lagi Cervical Collar dan *Endotracheal Tube yang tersumpal di mulut Jazel. Semua itu membuat Jilan tak berani membayangkan sesakit apa yang kakaknya rasakan.
"Kak ...," Jilan meraih tangan Jazel yang terbebas dari infus dengan pelan, "Kak, maafin aku. Aku tahu kesalahanku fatal. Kakak boleh pukul aku sepuas Kakak. Tapi jangan hukum aku dengan kayak gini."
Jilan merasakan seolah hatinya tengah digores, rasa getir tertahan di sana. Perlahan kejadian beberapa waktu lalu saat ia menuduh Jazel berputar di otaknya. Pemuda itu menyandarkan wajahnya di atas ranjang Jazel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendekap Lara (END)
JugendliteraturTak pernah Jazel bayangkan ia akan dijual oleh ibunya sendiri. Hidupnya memang beban bagi keluarganya. Namun Jazel tak menyangka, perlakuan sang ibu padanya selayaknya sebuah barang. "Anak ini penyakitan dan nggak berguna. Tapi saya tetap akan menj...