Bagian 27

7.1K 478 25
                                    

'Fabian, sudah sayà peringatkan, jaga Jazel dengan baik. Kamu sengaja mencelakai anak saya?'


Dia merobek sebuah foto usang 4 figur keluarga yang ada di dalam koper. Matanya memandang seisi kamar yang kini terasa dingin karena pemiliknya pergi untuk selama-lamanya. Bibirnya bergetar dengan pandangan redup. Tak pernah wanita itu bayangkan akan kehilangan seluruh keluarganya. Hidupnya kini sebatang kara. Tak ada kehangatan lagi yang ia bisa peluk.

"Nak, Ibu akan balas semua penderitaan kita. Gara-gara Arya, gara-gara Jazel kamu nggak selamat."

Wanita itu memeluk sebuah selimut bercorak biru dengan hati yang terluka. Ada dendam yang semakin berkobar di sana. Ada tekad dalam dirinya untuk membalas rasa sakit hatinya. Tangan itu terulur meraih ponsel untuk menghubungi seseorang.

"Halo, Pak. Jadi apa kegiatan Jazel hari ini?"

Ia mengangguk puas saat mendengar ucapan seseorang di seberang sana.

"Tenang, Pak. Mereka kaya raya. Keuntungan akan kita bagi dua."

Sambungan telepon pun ia putus sepihak. Matanya memandang tajam pada sebuah robekan foto yang tergeletak di lantai.

"Nyawa dibalas nyawa. Arya, gimana kalau saya bikin Jazel menyusul anak saya?"

***

Jazel termenung. Bayangan saat bersama ayahnya kembali. Dulu saat organ sekepal tangannya berulah, sang ayah akan selalu mengusap dadanya sembari terus mengajaknya mengobrol agar sedikit saja melupakan rasa sakitnya. Dulu ia sering kehabisan obat karena keluarga yang merawatnya sejak kecil dari kalangan menengah ke bawah. Kini saat apa pun sanggup ia beli, sang ayah pergi. Meski kini ada keluarga kandung, namun rasa sedih itu masih ada.

"Jadi, Jazel. Apa pengertian sudut pandang orang kedua dalam narasi cerita?"

Pemuda itu tersentak. Ia hampir lupa sedang melakukan pembelajaran bersama Ibu Reana, guru Bahasa Indonesianya. Jazel merutuk dalam hati, bisa-bisanya saat belajar ia melamun.

"Maaf, Bu. Saya nggak fokus. Pertanyaannya apa?"

Ibu Reana memaklumi anak didiknya. Mengingat cerita yang diutarakan kedua orang tua Jazel, wanita itu bisa memaklumi jika tiba-tiba pemuda itu tak fokus.

"Nggak apa-apa, Zel. Jadi apa pengertian sudut pandang orang kedua?"

"Sudut pandang orang kedua itu kayak kita sebagai penulis yang menempatkan diri sebagai tokoh yang ada dalam cerita, sehingga sebagai pembaca seakan-akan ikut masuk ke dalam cerita. Biasanya sudut pandang orang kedua memakai kata ganti kamu, Bu."

Ibu Reana terperangah. Padahal wanita itu tahu sejak awal pembelajaran, Jazel hanya melamun. Jarang ia mendapati anak didiknya bisa menjawab pertanyaannya dengan lugas.

"Hebat! Ibu bangga sama kamu."

Pipi Jazel bersemu. Pujian dari gurunya membuat hati pemuda itu tak mampu menahan senyumnya. Bahkan sang kembaran yang duduk tak jauh darinya ikut memberikan acungan jempol padanya.

'Ayah di atas sana bangga juga sama Jazel, kan?'

***

Suasana taman di belakang rumah sore ini tampak asri. Ada banyak bunga yang menambah kesan sejuk di setiap sudut. Masa pembelajaran selesai, Jazel memilih duduk santai di belakang rumah sembari memainkan gitar kesayangannya.

Mengetahui si sulung yang suka duduk di taman, Arya berinisiatif mengganti bangku di sana menjadi lebih nyaman. Jazel bahkan bisa berbaring nyaman di sana.

Alunan gitar yang ia mainkan membuat siapapun yang mendengarnya pun ingin berlama-lama merasa tenang. Pemuda itu menyanyikan sebuah lagu yang cukup populer. Matanya berpendar, beberapa ART yang kebetulan melintas di dekatnya memberi senyuman padanya.

Mendekap Lara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang