Bagian 23

9.1K 572 23
                                    

Aku ngebut karena pengin cepet-cepet up cerita baru. Ada 2 cerita baru sebenernya. Yang satu yang main character visualnya Jay. Yang satunya main character Asahi Treasure. Aku lagi nabung chapter euy. Karena yang 2 cerita ini lebih berat konfliknya, jadi kemungkinan susah buat update setiap hari/dua hari sekali lagi 😥

Seluruh persendian Jazel terasa ngilu. Tubuhnya yang masih dalam pemulihan dipaksa untuk berlari meski kakinya seolah ingin patah. Bahkan lehernya yang masih berbalut cervical collar pun semakin sakit saat ia menoleh sedikit saja. Tangan Jazel gemetaran, namun pemuda itu mencoba mengabaikan. Ada sosok Juan yang terlihat rapuh di hadapannya.

"Jadi waktu itu hari terakhir lo bareng mama lo?" tanya Jazel. "Coba ceritain."

Juan mengangguk kaku. Terekam dalam otaknya saat sang mama memilih pergi meninggalkannya saat dunia tak berpihak padanya. Luka itu masih menganga di hatinya. Di saat semua anggota keluarganya lebih memilih fokus pada kesibukannya masing-masing, mama Juan tetap berada di sampingnya untuk menuntunnya meski dengan tertatih.

"Cuman Mama yang selalu ada buat gue," suara Juan bergetar, "bahkan saat penyakit sialan ini ada di tubuh gue, Mama nggak pernah capek buat semangatin gue."

Jazel mengusap punggung yang kini bergetar itu. Telinganya merekam jelas setiap kata yang keluar dari bibir Juan. Padahal keduanya baru bertemu dua kali, namun rasanya melegakan saat Juan mengalirkan kisah hidupnya pada Jazel. Mungkin karena keduanya hampir memiliki nasib yang sama.

"Papa sibuk kerja, katanya demi anak-anaknya, adek gue sibuk ngejar prestasi sekolah, abang gue sibuk kuliah, padahal gue tahu alasan mereka nggak peduli sama gue," Juan menyeka air matanya, "cuman Mama yang selalu ada buat gue."

Rasa sesak itu menyeruak di hati Juan. Teringat saat ia harus menyaksikan sang mama dimakamkan di tempat peristirahatan abadinya. Dunia seolah hancur saat wanita yang melahirkannya pergi.

"Dan kepergian Mama karena gue," mata Juan menatap kosong ke depan, "karena mama gue dicelakain orang yang dendam sama gue."

Kini Jazel paham luka memar apa yang menghiasi wajah Juan. Pemuda itu menepuk pelan bahu Juan. Matanya sekilas melirik Bian yang tampak larut dalam cerita Juan. jazel merasa tertampar saat mendengar kisah pahit yang diceritakan Juan. Nyatanya ia bukan satu-satunya manusia yang menderita di dunia ini.

"Mama lo pergi karena takdir, bukan salah lo. Gue tahu, ngikhlasin orang yang kita sayang itu susah. Nggak perlu dipaksa buat ikhlas. Tapi jalanin aja."

Teringat dalam benaknya senyum Jilan yang selalu ia lihat kala keduanya bersama, canda tawa keluarganya yang menemani setiap hari. Hatinya seketika terbelenggu oleh rasa perih. Jazel adalah manusia biasa yang memiliki rasa takut. Pemuda itu takut mati. Namun bayang-bayang kematian itu selalu hadir dalam setiap embusan napasnya. Dan memikirkan semua rasa takutnya membuat sakit yang sejak tadi ia abaikan kini semakin menyeruak.

Dadanya nyeri luar biasa, belum lagi punggungnya pun semakin ngilu. Semua rasa sakit seolah bersatu memborbadir tubuhnya karena organ sekepal tangannya kian memberontak.

"Jaz, kita pulang ya."

Bian khawatir. Wajah Jazel terlihat sangat pucat, bahkan bibir itu mulai membiru. Namun si keras kepala Jazel justru mengabaikan ajakannya. Pemuda itu memilih memokuskan perhatiannya pada Juan.

"Jazel, kayaknya lo perlu pulang. Atau ke rumah sakit?"

Juan tentu saja tak bisa tinggal diam melihat orang yang menyelamatkannya dari tindakan bodohnya kini terkungkung oleh rasa sakit. Baru saja ia akan membantu teman barunya ini, seorang remaja laki-laki datang menghampirinya.

Mendekap Lara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang