Bagian 5

21.3K 1.2K 11
                                    

700-1300 word 💝



'Ya Allah, apa ini jawaban atas doaku selama ini?

Bukan maksud Arya untuk menukar Jazel dengan sejumlah uang yang diinginkan Renata. Hanya saja keadaan yang memaksanya harus melakukan hal itu. Arya merutuk dalam hati. Merasa tak becus menjaga Jazel, padahal pria itu sudah mengawasi pemuda itu selama satu tahun.

"Renata, kamu akan membayar mahal semua ini."

Arya duduk di kursi kebesarannya dengan hati yang gusar. Pria itu bekerja dengan pikiran tak tenang. Ia terpaksa pergi ke kantor karena ada banyak pekerjaan menumpuk selama ia menjaga Jazel di rumah sakit. Sejak Jazel drop tempo hari, pria 41 tahun itu belum menemui pemuda itu. Ia hanya belum siap melihat reaksi ketakutan sang putra padanya. Ya, putranya yang hilang selama 21 tahun. Dan saat ia menemukan Jazel, sosok wanita berhati busuk seperti Renata mempersulitnya mendapatkan haknya sebagai seorang papa.

"Jadi Anda itu orang tua kandung Jazel?"

Arya mengangguk. Ia berada di depan rumah Renata berniat untuk mengutarakan keinginannya menjemput Jazel. Terlihat Renata tersenyum miring. Wanita itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan tatapan angkuhnya.

"Nggak semudah Bapak ambil Jazel. Semua itu nggak gratis."

Pria itu mengerutkan keningnya sejenak, lantas setelahnya ia mengumpat dalam hati. Paham dengan arah pembicaraan wanita di depannya ini. Padahal jika Jazel sudah berada di sisinya, keluarga yang merawat sang putra akan ia beri imbalan yang pantas. Mengetahui niat jelek Renata, pria itu semakin dikuasai oleh amarah. Meski begitu, Arya tetap mencoba menahan kesabarannya.

"Maksud Ibu? Jazel itu anak kandung saya, Bu. Saya berhak menjemput Jazel."

Arya melihat ke sekeliling rumah sederhana yang ditinggali sang putra sejak bayi. Hatinya seakan tercubit saat mengetahui salah satu putranya harus hidup dalam kesederhanaan.

"Jika Bapak pengin Jazel, Bapak harus kasih saya uang. Tapi jika Bapak nggak mau dan tetep ambil Jazel, saya akan laporkan Bapak ke polisi atas tuduhan penculikan."

"Anda berniat menjual Jazel begitu?"

Selama setahun ini, ia memang mengawasi Jazel. Pria itu masih belum mampu bertindak lebih karena sebagai konglomerat yang terpandang di banyak negara, Arya tentu memiliki banyak musuh di dunia bisnis.

"Bisa dibilang begitu, Pak. Saya nggak mau rugi dong. Anak itu beban di sini. Mana penyakitan."

Arya mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. Selama hidupnya, ia banyak bertemu orang dengan berbagai sifat, namun baru kali ini ia bertemu dengan wanita yang tak punya rasa kemanusiaan.

Arya mengembuskan napas kasar. "Saya ... saya mau. Jadi kapan Jazel bisa saja jemput? Dan berapa harga yang Anda mau?"

Renata tersenyum miring. Ia berdiri dengan pongahnya seraya dalam pikirannya sedang membayangkan berbagai kemewahan yang akan ia dapatkan.

"Saya minta kontak Bapak dulu. Saya mau diskusiin dulu sama anak kandung saya."

Dan terjadilah aksi layaknya jual-beli malam itu. Semua tak seperti yang dibayangkan. Bukan maksudnya untuk membeli Jazel. Hanya saja, ia harus lebih banyak bersabar. Sebenarnya ia bisa saja mengambil paksa Jazel. Namun ia tak mau ada keributan yang menyebabkan media mencium kabar tentang putranya ini.

***

"Kakak? Udah bangun? Ada yang sakit?"

Jilan memberondong Jazel yang baru saja membuka mata dengan banyak pertanyaan. Namun yang ditanya masih sibuk memproses apa yang terjadi. Mata sayu itu menatap Jilan yang sejak tadi sudah memamerkan senyum.

Mendekap Lara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang