Enha satu udara sama kita teman-teman. Jadi kuputuskan update lagi hari ini 😆
Btw ayo komen. Biar aku makin semangat. Siapa tahu bisa update 5 kali sehari 😚
(Plis kalau typo, komen aja. Kalau udah ending, aku akan revisi tanpa republish)
Arya bungkam. Pertanyaan dari Jazel bagai pedang tak kasatmata yang menikam hatinya. Bibir pria itu kelu walau hanya sekadar mengucapkan satu patah kata pun. Hal yang sama dirasakan Diana. Wanita itu langsung memeluk Jazel dengan lembut dan hati-hati mengingat sang putra masih dalam masa pemulihan. Apalagi leher putranya masih terpasang cervical collar.
"Aku pengin sembuh. Capek, capek banget setiap hari harus minum obat, nggak bisa bebas makan, capek karena hampir setiap hari dia berulah."
Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding apa pun selain melihat salah satu putranya mengeluh akan rasa sakit yang selama ini ia pikul. Bahu rapuh Jazel bergetar. Jazel merasa menjadi manusia serakah. Hanya saja, ia sudah lelah tanggung selama 21 tahun hidupnya.
"Kak, tolong lebih kuat berjuang lagi ya," embusan napas pelan keluar dari bibir Diana, "Jilan pasti sedih lihat kembaran kesayangannya kayak gini."
Kebahagiaan Jazel akan terasa lengkap saat ia sembuh. Terbebas dari rasa sakit yang sejak lahir menjadi temannya. Namun sangat sulit mencari jantung baru untuk putra mereka.
"Kak, gimana kalau Kakak curhat ke Allah?" Diana melirik jam dinding, "udah mau masuk waktu maghrib."
Jazel terhenyak. Ia bahkan hampir melupakan hadirnya Sang Pencipta. Pemuda itu melepas pelukannya pada sang mama. Arya yang paham ke mana langkah kaki Jazel pun membantu sang putra berdiri. Sedikit kesulitan karena pemuda itu benar-benar belum mampu berjalan dengan normal.
"Kakak, biar Papa gendong ke kamar mandi ya?"
Gelengan pelan Arya dapatkan, dan ia menghargai penolakan sang putra. Meski langkahnya memakan waktu agak lama, akhirnya Jazel mampu menggapai lantai kamar mandi.
"Papa dan Mama di luar aja."
Jazel mendorong pelan tubuh kedua orang tuanya. Ia ingin menjernihkan pikirannya yang rumit. Matanya terpejam sesaat. Rentetan kejadian yang ia alami hari ini membuat tenaganya terkuras. Tentang seorang pemuda yang ia lihat menangisi anggota keluarganya yang meninggal dan tentang penjelasan dokter mengenai penyakit jantungnya.
'Pak, setelah kami periksa lagi, akibat kecelakaan itu, terjadi benturan keras yang mengenai dada Mas Jazel. Hal itu mengakibatkan Mas Jazel bisa mengalami sesak napas hingga hilang kesadaran.'
Jazel bahkan tak sanggup lagi mendengarkan penjelasan dokter. Tangannya terus mengusap dadanya yang berdebar.
"Ya Allah, maaf serakah. Tapi boleh nggak kalau Jazel meminta kesembuhan?"
***
Mood sang tuan muda yang sejak kemarin belum membaik membuat Bian berinisiatif mengajaknya untuk berkeliling menghirup udara segar, lagipula ini masih sore. Senja masih terbentang indah di ufuk bara. Beruntung Jazel setuju. Bahkan pemuda itu sempat melempar senyum pada Bian.
"Mau ke mana, Jaz?"
Bian menoleh ke samping sembari melajukan Lamborghini milik keluarga Bumantara. Sang tuan muda yang sejak tadi melihat jalanan pun menoleh. Dalam diamnya ia berpikir, akan pergi ke mana hari ini. Seumur hidupnya, Jazel memang jarang untuk berjalan-jalan.
"Jalan-jalan biasa aja, Bang. Sama nanti pengin ke makam ayah sama ke rumah ibu sama Raka. Boleh nggak?"
"Jaz, kalau ke makam ayah lo gue nggak masalah, tapi ini Renata sama Raka. Mereka udah jahat sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendekap Lara (END)
Roman pour AdolescentsTak pernah Jazel bayangkan ia akan dijual oleh ibunya sendiri. Hidupnya memang beban bagi keluarganya. Namun Jazel tak menyangka, perlakuan sang ibu padanya selayaknya sebuah barang. "Anak ini penyakitan dan nggak berguna. Tapi saya tetap akan menj...