Happy Reading!
***
Jantung mungilku berdetak kencang saat mendengar suara tamparan yang begitu keras, aku seketika memikirkan Daksa. Apa dia baik-baik saja?
Di luar pintu aku menunggu dengan rasa cemas, aku tidak bisa melihat ke dalam karena RSJ ini sangat tertutup, tidak mempunyai kaca untuk mengintip ke dalam. Jadi aku tidak tau apa yang terjadi di dalam sana, aku hanya bisa mendengar suara keras, jadi aku tidak bisa mendengar sepenuhnya apa yang mereka bicarakan di dalam.
Saat aku sibuk mondar-mandir dengan kuku jari yang aku gigit, terdengar suara pintu yang di buka. Aku buru-buru jongkok untuk memperbaiki tali sepatu, berpura-pura agar perawat yang keluar tidak mencurigaiku karena terlalu dekat dengan pintu ruangan yang di masuki Daksa.
Setelah perawat itu menghilang aku kembali menegakkan tubuh, untung saja tidak banyak orang yang lewat karena ruangan ini berada di sudut.
Aku kembali menghadap ke pintu, memikirkan apa yang di lakukan Daksa di dalam. Jiwa kepoku rasanya ingin meledak dan mendobrak pintu agar aku bisa masuk ke dalam, tapi aku masih punya malu. Mana mungkin aku masuk ke dalam dengan status aku yang tidak dekat dan akrab dengan Daksa, bisa-bisa aku dianggap aneh dan lancang.
Tapi sumpah rasa khawatirku masih ada, aku tidak ingin Daksa kenapa-napa.
Namun tiba-tiba aku sudah menempelkan daun telingaku ke sela pintu yang tertutup rapat, berharap aku bisa mencuri dengar apa yang sedang terjadi di dalam.
Selang beberapa menit berlalu aku tidak bisa mendengar apa-apa lagi, aku juga merasakan kekosongan di telingaku. Yang tadinya aku merasa telingaku menempel di benda dingin, tapi sekarang terlepas begitu saja.
Loh, kok aneh yah?
Tersadar dari kelemotanku, aku pun menatap ke depan. Mataku rasanya ingin keluar saat melihat Daksa membuka pintu ruangan tanpa sengaja.
Aku secara refleks menegakkan badanku salah tingkah, rasanya di ciduk sangat tidak enak.
"Ehm.. itu" pertama kalinya aku segugup ini, hanya bisa menatap Daksa dengan cengiran kecil di bibirku.
Siapapun bawakan aku karung untuk menutupi diriku!
Oke! Salah tingkah ini hilangkan dulu, jangan sampai aku seperti di film-film yang tidak bisa menjelaskan situasi secanggung ini.
Walaupun Daksa tidak mengeluarkan sepata katapun kepadaku, tapi tatapan matanya menyiratkan pertanyaan mengapa dan kenawhy aku bisa terdampar di sini.
"Gue mau jenguk keluarga, tapi ternyata salah ruangan" sepertinya hanya itu yang bisa aku katakan, karena situasi sekarang yang dadakan ini tidak bisa membuatku berfikir cepat.
Seperti biasa Daksa tidak berbicara banyak, bahkan jarang atau tidak pernah.
Karena sekarang dia berjalan meninggalkanku setelah menutup pintu tadi.
Pun diriku dengan cepat mengikuti Daksa, berjalan di belakang seperti anak ayam yang mengikuti induknya.
Aku memperhatikan Daksa dari belakang, punggung tegap itu terlihat merosot. Beban hidup Daksa sangat berat, aku tahu itu.
"Daksa, tunggu" aku berdiri di depannya, membuat Daksa berhenti dan menatap diriku dengan tampang datar seperti biasa.
"Bibir lo berdarah, gue obatin yah" aku merasakan kesedihan Daksa, darah dari sudut bibir Daksa membuat aku kasihan sekaligus sedih, rasa khawatirku benar adanya.
Daksa mendapat tamparan, lagi.
"Nggak perlu" lagi-lagi Daksa melengos pergi, namun aku tidak akan menyerah. Pun diriku kembali menghadang jalannya.
"Nggak, kita harus obatin luka lo dulu" segera aku menarik tangan Daksa, aku tau dia tidak suka di sentuh karena trauma yang ia alami. Aku hanya menunggu tanganku di hempas olehnya, namun aku tidak merasakan apa yang ada di dalam pikiranku.
Aku tersenyum tipis, setidaknya Daksa mau di obati olehku.
***
Lagi. Daksa merasakan perasaan nyaman saat tangan kecil itu menyentuhnya. Perasaan yang sudah dua kali ia rasakan selama trauma yang ia derita.
Trauma masa kecil yang selalu menghantuinya, saat tertidur dirinya memimpikan hal yang sama. Bahkan rasa trauma itu akan muncul saat dirinya bersentuhan dengan perempuan, maka dari itu Daksa tidak pernah terlibat dengan perempuan dalam hal sekecil apapun.
Bahkan bersentuhan dengan ibunya pun Daksa sering merasakan rasa cemas yang berlebihan, walaupun tidak separah saat ia bersentuhan dengan perempuan lain.
Namun, kenapa saat bersentuhan dengan Vaby ia tidak merasakan hal yang menyiksanya. Ingatan tentang kejadian masa lalu itu bagai mimpi buruk untuknya.
Dirinya tidak ingin ingatan menyiksa itu kembali saat menyentuh lawan jenis, namun berbeda dengan gadis yang baru ia kenal.
Hanya dengan gadis itu dirinya tidak merasa takut, hanya dengan gadis itu dirinya tidak merasakan trauma yang selalu menghantuinya, hanya Vaby yang berbeda dan hanya Vaby yang mau menganggapnya sebagai manusia.
Daksa bergelut dengan pikirannya, tanpa sadar Vaby sudah kembali dari membeli obat untuk luka Daksa.
Saat ini mereka tengah berada di salah satu ruang tunggu di RSJ, lumayan sepi karena waktu menjenguk sudah habis.
"Tahan yah, agak perih soalnya" gadis dengan poni itu mengoleskan obat dengan pelan ke sudut bibir Daksa yang robek, sesekali meniupnya agar Daksa tidak merasa perih.
Jarak di antara mereka sangat dekat, Daksa yang tengah di obati hanya terus menatap bagaimana Vaby mengobatinya. Bulu mata yang tebal, hidung kecil yang mancung, dan bibir yang bergerak meniup lukanya terpatri di mata Daksa.
"Oke, udah selesai" Vaby tersenyum tipis menatap Daksa, namun matanya terpaku saat melihat Daksa yang tengah memperhatikannya.
Aksi tatapan itu tidak berlangsung lama karena Daksa memutuskan duluan, karena sadar apa yang baru saja ia lakukan. Pandangan ia alihkan ke segala arah, begitupun dengan Vaby salting karena di tatap seperti tadi.
"Bjiir, jadi gini yah rasanya tatap-tatapan" ujar Vaby dalam hati, karena biasanya ia hanya melihat di dalam drama namun sekarang ia bisa merasakan perasaan itu, dirinya bahkan tidak menyangka jika ia sendiri yang mengalami hal tersebut.
Biasa kaum jomblo sejak embrio tidak biasa merasakan yang namanya salting, seperti Vaby sekarang.
****
Au ah, vote pokoknya 🤸🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dream
FantasiaBiasanya mimpi itu cuma terjadi sekali dan setelahnya akan kita lupakan, mimpi selayaknya bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi di kehidupan nyata. yah, mimpi tidak akan bertahan lama. Ketika kita sudah terbangun mimpi itu akan berganti dengan...