Happy Reading!
***
Suasana di meja makan yang biasanya ramai oleh suara penganggu, kini tidak lagi. Semua orang makan dengan keheningan, menyantap sarapan mereka masing-masing.
Begitupun dengan seorang gadis dengan wajah datar yang ditunjukkan, namun tidak dengan hatinya. Rasanya ia ingin mengeluarkan perasaannya, rasanya ia ingin menyapa keluarganya seperti biasa. Namun, ia mengingat perkataan kakak sepupunya jika ia harus berusaha untuk mengubah segalanya, mendapat perhatian keluarganya.
Maureen mati-matian menahan perasaan itu, ia harus bisa. Dirinya pasti mampu untuk mendapat pengakuan dari mereka lagi, seperti apa yang di katakan kakak sepupunya.
"Saya dengar kamu membuat ulah lagi di sekolah, kenakalan apa lagi yang kamu lakukan?" Keheningan yang sempat terjadi kini berubah ketika suara bas dengan intonasi dingin itu terdengar, terlihat matanya menyorot datar putri yang sudah lama tidak ia anggap itu.
"Cih, udah nggak bisa di hitung lagi Pi. Setiap hari dia ngejahatin orang terus, buat onar biar cari perhatian orang-orang" Jaiden, yang sudah menyelesaikan sarapannya menginterupsi dengan nada sinis. Berdecih mengingat segala tingkah laku Maureen yang membuatnya malu.
"Saya malu punya anak seperti kamu. Jika saya mendengar laporan jika kamu membuat ulah lagi, saya akan menyita semua barang-barang kamu" paru baya yang tak lain adalah papi Maureen dan Jaiden berkata tegas, sementara gadis yang masih tenang di tempatnya menggenggam erat garpu dan sendok yang ia pegang, perkataan keluarganya memang setiap hari membuat hatinya perih.
Ia tau semua sifat jahatnya, menganggu orang untuk mendapat perhatian. Namun semua yang ia lakukan membuat hatinya merasa tenang, tanpa sadar semua perbuatannya menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
"Kamu paham apa yang saya bilang?" Abraham, papi Maureen. Menatap Maureen tajam sebagai bentuk peringatan, ia sangat malu jika mendengar semua kelakuan buruk putri yang tidak ia anggap.
Namun Maureen tidak menjawab, ia masih duduk tenang namun tangannya bergetar mendengar perkataan papanya yang sangat tajam dan menusuk hati itu, orang tua mana yang dengan gampangnya membuat mental anaknya sendiri memburuk.
Abraham. Papi yang sangat ia sayangi.
"MAUREEN!" Abraham meninggikan suara basnya, menggelegar di penjuru ruangan membuat Maureen terlonjak kaget begitupun dengan Jaiden, namun ia bisa mengontrol rasa terkejutnya karena pada dasarnya ia menyukai jika Maureen mendapat amukan dari papinya.
Dengan tubuh bergetar, Maureen menatap datar namun ada rasa kekecewaan terbesar dalam matanya, menyorot mata papi yang begitu ia sayangi.
Melihat tatapan itu, Abraham terpaku di tempat. Tatapan itu baru pertama kali ia lihat semenjak hubungan mereka merenggang karena suatu insiden.
"Papi tau? Papi ngerti kenapa Reen jadi gini? Reen cuma pengen papi sayang Reen, Reen cuma pengen papi lihat Reen lagi. Reen cuma mau perhatian dari papi"
Ada jeda di kalimat tersebut, ia kesulitan bernafas karena mengeluarkan semua unek-unek dalam hatinya yang sudah bersarang lama, kemudia Maureen melanjutkan perkataannya dengan air mata yang mulai turun dari tempatnya.
"Semua yang Reen lakukan karena mau dapet perhatian dari papi, dari kakak" kemudian Maureen menatap Jaiden dengan air mata yang tidak berhenti mengalir kala menyebut nama Jaiden.
Sementara Jaiden yang di tatap demikian merasakan debaran yang aneh dalam hatinya, perasaan yang sulit ia jelaskan kala melihat tatapan kecewa dan rasa sakit yang ia lihat dari kedua bola mata Maureen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dream
FantasyBiasanya mimpi itu cuma terjadi sekali dan setelahnya akan kita lupakan, mimpi selayaknya bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi di kehidupan nyata. yah, mimpi tidak akan bertahan lama. Ketika kita sudah terbangun mimpi itu akan berganti dengan...