SEVENTEEN

212 19 0
                                    

Happy Reading!

***

"Lo percaya nggak sih, kalo si Maureen bisa berubah baik gitu?" Aku merotasikan mata mendengar teman kelas ku yang kini tengah bergosip, siapa lagi yang jadi bahan gosipan jika bukan Maureen.

Perubahan dan sikap Maureen jadi buah bibir seantero sekolah, tentu saja siapa yang tidak merasa aneh dan tak percaya jika sang villain bisa berubah jadi baik.

"Nggak lah, palingan dia lagi caper sama Vernon. Apalagi hari ini Eleena nggak masuk sekolah karena sakit" memang waktu yang pas untuk bergosip sekarang, karena katanya guru yang akan mengajar hari ini sedikit terlambat.

Ternyata Eleena sedang sakit, pantas saja aku tidak melihatnya tadi bersama Vernon dan teman-temannya.

Aku menghela nafas, rasanya aku sedikit bosan. Karena apa? Daksa sekarang tertidur di dekatku, tidak ada yang bisa ku ajak bicara.

Ada sih beberapa anak yang mengajakku mengobrol, hanya saja aku malas meladeni bocah seperti mereka. Apalagi yang cowo, mereka hanya membicarakan sesuatu hal yang tidak penting. Merecoki ku dengan pertanyaan ala warga konoha, contohnya apa aku sudah punya pacar, dimana aku tinggal dan mereka juga meminta nomor WhatsApp ku.

Karena aku hatiku selembut pantat bayi, jadi aku memberikan nomor untuk mereka yang meminta. Tentu saja nomor yang kuberikan bukan nomorku, melainkan nomor milik Reiner.

Haha. Biar saja Reiner di teror oleh mereka.

Karena merasa bosan yang amat sangat, aku juga ikut menidurkan kepalaku di lipatan tangan. Menghadap ke arah Daksa yang masih terlelap.

Kenapa sosok di depanku ini begitu sempurna, aku sangat gemas ingin membawa Daksa pulang ke rumahku. Tapi itu tidak mungkin karena Daksa bukan milikku, melainkan milik orang tuanya.

"Hmm!" Asik menatap wajah Daksa, aku di kejutkan oleh suara deheman yang tidak santai.

Dengan gerakan cepat aku menegakkan tubuhku, menatap orang yang mengeluarkan suara tersebut.

Menatap seorang siswi dengan penampilan bad girl dengan tatapan bertanya, ada apa siswi ini dan para dayangnya menghampiriku. Bahkan semua orang kini sudah menatap ke arah kami.

"Apa?" Tanyaku mengangkat alisku bertanya.

Apakah akan ada drama labrak melabrak sekarang?

"Lo siapanya Reiner?" Wow, suara itu sangat menakutkan jika di dengar oleh orang-orang biasa, hanya saja aku tidak termakan dengan nada suara seperti itu.

"Kenapa emang?" Tanyaku menantang, kini aku sudah berdiri dari duduk cantikku.

Perbandingan tinggi kami lumayan jauh, aku lebih tinggi dari bocah di depanku ini. Sekarang posisi dirinya tengah menunduk menatapku.

Demi apa aku harus meladeni wajah songong bocah ini?

"Gue denger lo deket sama Reiner. Gue peringatin, Reiner itu punya gue. Lo nggak berhak deketin dia!" Santai bang, aku juga malas mendekati Reiner si bocah kampret itu jika bukan karena kami saudara.

"Kenapa? Kalo Reiner yang mau sama gue gimana?" Akhirnya rasa bosanku terselamatkan walaupun harus meladeni si lampir dan antek-anteknya, tokoh seperti ini adalah sampah dari beberapa kisah di dalam cerita.

Beautiful Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang