NINETEEN

299 26 0
                                        

Happy Reading!

***

Setelah acara melow tadi, akhirnya acara sesungguhnya di mulai. Aku dan Maureen membantu mama memangang daging di atas grill pan, sementara papa dan Reiner tengah menyiapkan minuman.

Musik juga tengah menemani kami sekarang.

Sedangkam Vernon, Jaiden dan Anggasta tengah asik bermain kartu. Acara seperti ini sangat menyenangkan, berkumpul bersama keluarga tanpa memikirkan urusan masing-masing.

Ah, andai saja ada Daksa. Pasti aku sangat bersemangat, sayang sekali Daksa tidak ada.

Huftt!

"Kenapa kak?" Maureen bertanya kepadaku, mungkin helaan nafasku lebih besar daripada suara musik yang tengah mengalun.

"Nggak papa, cuma bengek doang" kataku dengan cengiran khasku.

"Kak Vae lucu juga yah, yang aku denger kak Vae orangnya tegas" mungkin Maureen mendengarnya dari bahan gosipan Reiner yang sering menceritakan diriku yang di dunia ini.

"Tergantung kakak sama siapa" ucapku seadanya, aku tidak bisa seperti Vaby yang di katakan tegas dan di siplin karena aslinya aku tidak seperti itu.

Maureen nampak mengangguk saja, ia kembali memanggang daging yang sedikit lagi matang.

"Nak, tolong bawa ini buat Vernon dan teman-temannya yah" mama menyodorkan daging yang baru saja di angkat dari panggangan untuk Maureen, meminta Maureen untuk mengantarkannya untuk Vernon.

Dapat kulihat gadis itu tampak keberatan untuk menghampiri Vernon, tentu saja Maureen harus menjauhi Vernon agar bocah itu merasa penasaran seperti di dalam novel transmigrasi lainnya.

"Nggak papa, kan tinggal di bawain" aku mengedipkan mata ke arah Maureen, aku ingin melihat interaksi keduanya dimana Maureen yang sudah tidak peduli dan mencari perhatian Venron seperti hari-hari lalu.

Kulihat Maureen menghembuskan nafas pelan, kemudian gadis itu menghampiri Vernon dengan pelan.

Melihat kedatangan Maureen mereka berhenti bermain, namun insiden kecil yang tak terduga terjadi. Maureen terpeleset dan membuat daging panas itu mengenai telapak tangannya, alhasil tangannya terlihat memerah.

"Caper" kudengar suara sinis Jaiden, aku hanya merotasikan bola mata mendengar itu. Padahal yang aku lihat Maureen tidak sedang mencari perhatian, karena memang di tempat Maureen berpijak tanah itu licin.

Emang pada dasarnya orang di butakan dendam dan amarah tidak akan bisa melihat mana yang benar dan yang salah.

Sementara Vernon nampak ingin membantu Maureen yang meringis, tangan cowo itu bahkan sudah akan mencapai tangan Maureen yang memerah, namun segera di tarik oleh Maureen dan pergi dari hadapan Vernon dan teman-temannya.

"Ya ampun, ini kenapa bisa merah gini?" Mama datang dari dalam rumah setelah mengambil barang, ia nampak terkejut melihat tangan Maureen yang hampir melepuh.

"Tadi Maureen kepeleset ma, tuh daging malah nempel di tangannya"

"Ada-ada aja sih! Tunggu bunda ambilin obat buat kamu" setelahnya mama masuk kembali ke dalam rumah mengambil obat, sementara aku membantu Maureen meniup luka tersebut.

Beautiful Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang